To infinity and beyond!

Belum ada komentar 3232 Views

Saya salah satu penggemar petualangan seru dan epik dari Buzz Lightyear dan Woody, sahabatnya (Film: Toy Story 1995). Buzz sering kali mengatakan, “To infinity and beyond!” yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “menuju sesuatu yang tidak terbatas dan melampauinya.”

Frasa ini mudah sekali diingat dan berkesan, tapi apa maksudnya? Filosofi dari kata ini berarti ketidakterbatasan. Buzz mengatakan bahwa ia akan pergi ke tempat yang tidak terbatas di mana tidak ada ujung dan pangkalnya. Yang menarik adalah bagaimana ia menyatakannya, yaitu dengan cara menekan tombol yang ada di dalam tubuhnya dan meyakini bahwa ia bisa terbang.

Menakjubkannya, film ini memperlihatkan ekspresi Buzz dalam adegan di mana ia sangat meyakini bahwa ia bisa terbang. Bayangkan sebuah mainan anak, yang tidak menyadari bahwa ia hanyalah sebuah mainan tanpa daya, dan benar-benar meyakini bahwa ia bisa terbang. Walaupun cara terbangnya adalah ikut sebuah mobil, atau terpental jauh ke depan, yang pasti keyakinannya itu bukan sekadar omong doang. Ia benar benar terbang karena “kebetulan kebetulan” yang dialaminya!

Jadi kata “to infinity and beyond” benar-benar dialami Buzz dalam petualangannya bersama mainan anak lainnya. Kalau begitu, apa artinya to infinity and beyond dalam kisah kartun ini ya? Seseorang pernah berefleksi terhadap kisah kartun ini. Ia menyimpulkan bahwa ia diajak oleh film ini untuk berusaha menjadi yang terbaik, menjangkau yang mungkin menurut orang lain tidak bisa digapainya, dan berjalan melebihi pencapaian itu.

Benarkah kita bisa berjalan atau bergerak melebihi apa yang kita bisa?

Frasa dalam kisah Toy Story—yang sudah membuat banyak orang suka dan terinspirasi oleh keberadaan Buzz Lightyear dan Woody ini—setidaknya membuat saya berpikir, bagaimana penerapannya dalam keseharian kita.

BEYOND

Dalam rangkaian tema Natal 2021 yang lalu, Pdt. Bonnie juga menginspirasi kita untuk belajar dari tema Beyond. Warga jemaat GKI Pondok Indah dan para simpatisan diajak untuk belajar secara bersama— tapi juga secara personal—untuk mampu melampaui.

Bagai “toy story”-nya Tuhan di dunia ini, mari kita bayangkan bahwa kita semua adalah instrumen-Nya yang sedang memainkan lagu bersama, yaitu lagu penuh cinta dari-Nya. Adegan demi adegan telah kita lalui di dalam hidup ini, dan kini ada adegan yang Tuhan mau kita isi sambil berkata, “To infinity and beyond!” Memang kita tidak dapat terbang seperti Buzz Lightyear, tetapi kita bisa mengandalkan kuasa Roh Kudus agar kita mampu melakukan sesuatu yang melampaui batas kemampuan kita. Apa yang dapat kita lakukan?

Pertama, Balaslah kejahatan dengan kebaikan.

Seseorang yang mengalami kejahatan dalam hidupnya—misalnya saja disakiti oleh orang lain—tentu saja akan mengalami rasa tidak menyenangkan. Trauma bisa juga muncul sehingga ia tidak mau lagi bertemu dengan orang itu. Namun saat ia membiarkan kuasa Roh Kudus bekerja di dalam hatinya, maka ia akan bisa mengatakan kepada orang tersebut, “Aku mengampunimu…”

Lebih jauh daripada itu, Roma 12:21 mengatakan, “Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”

Jadi, justru carilah kesempatan untuk melakukan yang baik kepada orang tersebut sebagai langkah kita menantikan dan mengalami kuasa Roh Kudus bekerja melampaui kemampuan kita. Jika kita berniat untuk melakukannya dan melangkah bersama Tuhan, pasti Dia akan bekerja di dalam kita.

Kedua, Berdoalah bagi mereka.

Firman Tuhan dalam Matius 5:43- 48 juga mengajak kita melakukan lebih daripada yang biasa kita lakukan. Dalam Injil Matius ini, Yesus mengatakan, bahwa banyak orang Yahudi sudah mendengar perintah “kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu”. Namun Yesus mengajak murid-murid melakukan sesuatu yang beyond, yaitu “kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”. Mengapa? Karena dengan demikian kita telah menjadi anak-anak Bapa di Surga yang juga melakukan sesuatu yang beyond. Bapa di Surga memang telah menerbitkan matahari bagi orang yang baik tapi juga bagi yang jahat. Demikian pula, Dia menurunkan hujan bagi orang yang benar, sama banyak dan indahnya dengan orang yang tidak benar.

Apa untungnya Yesus memberikan hujan pada orang yang tidak benar dan menerbitkan matahari bagi orang yang jahat? Akankah mereka berterima kasih kepada Nya atau menjadi orang yang baik setelah mendapatkan itu semua? Belum tentu. Lalu untuk apa Yesus melakukannya kalau tidak seorang pun mengapresiasi pemberian-Nya?

Rupanya fokus Yesus saat memberi yang baik bukanlah berdasarkan hasil atau respons orang yang menerima-Nya, tetapi bagaimana secara konsisten Dia menunjukkan kebaikan-Nya tanpa bergantung pada respons orang-orang yang dikasihi Nya. Demikianlah kita diajak untuk pertama-tama, mendoakan mereka yang menyakiti kita, karena melalui doa kita bisa jujur di hadapan Tuhan tanpa seorang pun menghakimi kita. Bahkan sekalipun orang-orang tersebut tetap melakukan hal yang menyakiti kita, kita dapat melakukan yang baik dengan cara membawa mereka dalam doa sambil memberkati mereka. Dengan demikian, kita melakukannya demi Tuhan dan karena Tuhan, bukan karena atau demi orang yang menyakiti kita itu.

Ketiga, Ampuni mereka.

Selain membalas mereka dengan kebaikan dan mendoakan mereka yang menyakiti kita, kita juga diajak oleh Yesus— sebagai teladan kita—untuk mengampuni orang yang menyakiti kita sebanyak 70 kali 7. Apa maksudnya? Dalam Matius 18:21 Petrus bertanya kepada Yesus, berapa kali ia harus mengampuni saudaranya yang berbuat dosa kepadanya. Ia mengusulkan angka tujuh kali, tetapi jawaban Yesus adalah tujuh puluh kali tujuh kali. Itu berarti kesempurnaan. Jadi berapa kali kita mengampuni saudara kita? Tidak terbatas, dan bukan 490 kali banyaknya.

Dalam budaya Yahudi, angka 70 adalah angka kesempurnaan, termasuk 490 kali sebagai angka sempurna untuk melakukan sesuatu tanpa batasan.

Mengapa kita perlu mengampuni sebanyak itu? Dalam Matius 6:15 dikatakan, bahwa jika kita tidak mengampuni orang tersebut, Bapa di Surga juga tidak akan mengampuni kesalahan kita.

HARGA SEBUAH KEBAIKAN, APAKAH MELAMPAUI?

Siapa orang yang baik dalam hidup kita? Suatu kali seseorang memuji Yesus dengan kata “baik”. Dalam Markus 10:18, Yesus menjawab, “Tidak ada seorangpun yang baik kecuali Allah.” Jadi tidak ada seorang pun yang bisa melakukan hal yang baik. Niat mereka, motivasi mereka, dan tujuan mereka, tidak ada yang baik.

Namun dengan kasih Kristus yang besar dan yang dicurahkan kepada kita, kita diberi kesanggupan untuk mengasihi sesama kita dengan kebaikan surgawi. Kebaikan surgawi itu bukanlah kebaikan yang murni dari kita. Kebaikan Allahlah yang menginspirasi kita. Dan kebaikan Allahlah yang membuat orang lain tergetar hatinya karena kebaikan yang kita berikan kepadanya.

Jadi kualitas kebaikan kita, apa pun yang kita lakukan sehingga menggerakkan hati sesama kita, berasal dari Tuhan.

Saya jadi teringat tentang Hukum Hamurabi. Pada zaman Perjanjian Lama, orang Israel menggunakan hukum yang diterapkan turun temurun yaitu hukum Hamurabi. Hukum ini mengesahkan seseorang untuk melakukan prinsip: gigi ganti gigi, mata ganti mata. Maksudnya, jika seorang mencolok matamu, maka ia harus menggantikan dengan matanya. Jika seseorang merontokkan gigimu, maka saat diadili, ia wajib mengganti gigimu dengan giginya.

Dalam kesempatan yang terbatas, Yesus mengajar para murid untuk melakukan hukum yang berbeda, yaitu hukum kasih. Dengan kebiasaan membalas yang sudah biasa mereka lakukan, Yesus mengartikan kata “membalas” dengan kualitas yang berbanding terbalik. Balaslah kejahatan dengan kebaikan. Hal ini bukan pembalasan yang sebenarnya, tetapi melakukan tindakan kebaikan sebagai hukuman yang mempermalukan pelaku kejahatan.

Kesempurnaan Yesus dan hidup-Nya itulah yang memungkinkan pengikut Yesus bergantung seluruhnya kepada Nya. Hanya orang percaya yang dekat dengan Yesuslah yang dapat melakukan sesuatu yang melampaui kekuatannya sendiri. Kasih yang Yesus berikan itulah modal dasarnya dan penggerak yang abadi di dalam hidup kita.

Di mana kita mempraktikkannya? Pertama-tama di komunitas iman kita. Namun selanjutnya, di dunia yang Tuhan percayakan kepada kita, sehingga kita dapat hidup tanpa sekat-sekat seperti yang Rasul Paulus katakan kepada jemaat di Kolose,

Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kolose 3:23

Selamat mencoba! Kiranya kekuatan kuasa Roh Kudus menyertai Saudara…

“To infinity and Beyond!”

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Edukasi
  • THE ART OF LISTENING
    Menjadi pendengar yang baik? Ah, semua juga bisa! Tapi apakah sekadar mendengar bisa disamakan dengan menjadi pendengar yang baik?...
  • Antara Si Badu & Akhir Tahun
    Antara Si Badu & Akhir Tahun
    Selamat pagi, siang, sore, dan malam. Menjalani setiap hari dengan rutinitas yang sama, sampai tiba saatnya Natal dan Tahun...
  • WOMEN ON FIRE
    Perempuan Warga Kelas Dua Sepertinya dari dulu perempuan cenderung ditempatkan sebagai warga kelas dua dalam status sosial. Hal ini...
  • Doketisme
    Doketisme
    doktrin keilahian yang kebablasan
    Fanatisme Spiritualitas Fanatisme sebuah spiritualitas yang secara berlebihan menekankan hal-hal tertentu dan kurang menganggap penting hal-hal lain, sering kali...
  • Become Our Best Selves
    meraih sukses tidak dengan menakhlukkan orang lain, …tapi menampilkan yang terbaik dari diri sendiri. Become Our Best Selves Tujuan...