Mencapai Garis Akhir

Mencapai Garis Akhir

Belum ada komentar 186 Views

Seorang anak sedang memperhatikan perjuangan seekor kupu-kupu cilik yang berusaha keluar dari kepompongnya. Ia menunggu berjam-jam dan merasa bahwa sang kupu-kupu kecil kelihatannya tidak mampu untuk mengeluarkan dirinya. Oleh karena merasa kasihan, sang anak mengambil gunting untuk membuat lubang yang lebih besar lagi agar si kupu-kupu itu dapat keluar lebih mudah. Akibat perbuatannya, memang kupu-kupu itu berhasil keluar, tapi otot-otot sayapnya tidak menjadi kuat dan besar sehingga ia tidak dapat terbang. Sang anak mendapat pelajaran yang sangat berharga, bahwa sang kupu-kupu membutuhkan perjuangan yang keras agar otot-otot sayapnya dapat terbentuk. Niat baik sang anak justru menghasilkan cacat seumur hidup bagi sang kupu-kupu yang malang. Sering kali, yang kita butuhkan dalam hidup ini adalah perjuangan. Jika Tuhan merelakan kita untuk melalui hidup ini tanpa tantangan, maka hal ini akan membuat kita lemah dan tak berarti; sama si kupu-kupu, kita tidak dapat “terbang” (dari buku ‘Fight Like A Tiger Win Like A Champion’).

Rasul Paulus Seperti Kupu-Kupu yang Malang, atau Mujur?
Jika kita renungkan baik-baik, sesungguhnya Rasul Paulus itu bernasib ganda, seperti kupu-kupu yang malang, tapi juga yang mujur. Ketika ia masih berada di luar persekutuan dengan Yesus, ia bagaikan kupu-kupu kecil yang malang sebab segala kiprahnya, walaupun rohaniah, penuh dengan kesia-siaan. Segala jasa dan nama besar yang dikejarnya tak lebih dari kepak “sayap” yang lemah, karena yang dikumpulkannya tidak memiliki nilai kekal, dan di mata Tuhan tidak berharga, bahkan sama sekali tidak diperkenan. Jadi Saulus itu bagaikan kupu-kupu malang yang tidak pandai terbang. Namun sesudah ia memasuki babak berikutnya, selaku orang yang bertobat setelah tertangkap oleh jaring kasih Yesus Kristus, seketika berubahlah keberadaannya menjadi seperti kupu-kupu yang mujur. Tumbuh sayap-sayap iman yang kokoh kuat dan memiliki roh atau semangat yang baru sebagai rasul Yesus Kristus!

Walaupun menjadi rasul ke-13, namun ia pantang mengenal kata “sial.” Sebaliknya ia semakin merasakan kasih karunia Tuhan, apa lagi jika ia mengingat asal-usulnya yang memusuhi Yesus, tapi kini diberi kepercayaan besar untuk memberitakan Injil keselamatan bagi segala bangsa. Maka ia pun berkata, “Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras daripada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku” (1 Kor 15:10).

Yang menarik ialah bahwa di dalam satu ayat saja, Paulus mengucapkan “kasih karunia” sampai tiga kali! Bicara tentang nasib baik Paulus, maka pada tempatnya jika kita masing-masing juga ikut serta mensyukuri kemurahan Tuhan di dalam hidup kita. Sebab sekiranya kita juga tidak terjaring di dalam kasih Kristus, kesia-siaan belaka akan menjadi bagian hidup kita. Kita akan menjadi seperti seorang peserta ujian tertulis yang mungkin berhasil menjawab semua soal ujian dengan baik, tapi lupa mencantumkan Nomor Ujian pada lembar ujiannya, sehingga kekurangan itu membawa akibat yang sangat fatal, dan menyebabkan hasil karya sebagus apa pun akhirnya mubazir. Hidup tanpa kasih karunia Yesus Kristus juga kita yakini sebagai suatu kekurangan yang tak bisa digantikan dengan cara apa pun juga.

Apakah Kasih Karunia-Nya Meniadakan Batu-Batu Kerikil Dalam Hidup Ini?
Rasul Paulus bahkan terkadang harus menghadapi batu yang sangat besar dan tajam dalam hidupnya. Agaknya dialah rasul yang paling banyak menemui bermacam-macam persoalan, kesulitan bahkan mara bahaya dalam pelayanannya. Tapi ia berkata, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Filipi 4:13). Dan masih banyak lagi ayat-ayat senada yang diucapkannya, karena begitu banyak persoalan hidup yang dihadapi dan dialaminya selaku seorang hamba Tuhan yang setia.

Menghadapi kesulitan “selaku seorang hamba Tuhan” atau pada saat melakukan Firman Tuhan, sangat berbeda dengan pada saat kita sedang melakukan suatu perbuatan bodoh yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Tampil sebagai hamba Tuhan yang setia juga harus selalu kita upayakan dengan sungguh-sungguh. Sebab yang namanya “kesetiaan” itu menumbuhkan kegigihan (persistence). Kegigihan akan mengalahkan perasaan ingin menyerah. Thomas Alva Edison dikatakan gigih, karena ia tidak surut semangatnya meski kegagalan demi kegagalan dialaminya, bahkan sampai beribu-ribu kali! Begitu pula Kolonel Sanders yang terus berusaha mencari pemilik restoran yang mau memakai resep ciptaannya, dan akhirnya mendapatkannya setelah ia mengetuk pintu ke-1009. Sejak menerima Yesus Kristus selaku Juru Selamatnya, rasul Paulus telah menjadi salah seorang peserta pertandingan yang baik. Kegigihannya tampak nyata ketika ia harus menghadapi halangan demi halangan. Sebab Tuhan sudah menetapkannya sebagai alat pilihan-Nya untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa lain, raja-raja dan orang-orang Israel (Kisah Rasul 9:15). Kesetiaan yang diwujudkan dalam perjuangan hidup yang gigih, rupanya berkaitan erat dengan komitmen yang sudah terbentuk dalam diri setiap orang yang ingin menjadi pemenang.

Menjaga Komitmen
Sangat menarik ketika Imelda Saputra dalam bukunya ‘Be A Winner Like Me,’ memunculkan tiga tokoh: yang pertama Martin Luther King, Jr. yang berjuang melawan diskriminasi ras di Amerika Serikat, lalu William Wiberforce yang berjuang menghapus perbudakan di Inggris. Mereka berhasil sebab terus menjaga komitmen yang telah mereka buat. Walaupun harus mengalami masa-masa berat, mereka tidak menyerah sehingga mencapai akhir perjuangan yang memuaskan. Yang sangat mengesankan adalah tokoh ketiga, Zoe Koplowitz, seorang wanita berusia 59 tahun, yang setiap tahun mengikuti lomba lari maraton di New York. Ia selalu menjadi peserta terakhir yang tiba di garis finish. Tahun lalu, juara pertama mencatat waktu 2 jam 9 menit, sedang Zoe 28 jam 45 menit. Maklumlah Zoe lumpuh sejak 30 tahun lalu. Ia hanya bisa berjalan tertatih dengan dua tongkat penyangganya. Zoe ikut lomba bukan untuk menjadi juara. Ia berkomitmen bahwa kelumpuhan tak akan membuatnya berhenti berjuang. Buktinya, walaupun bersusah-payah, ia selalu dapat mencapai garis finish.

Komitmen membantu kita mengatasi banyak halangan dalam hidup. Pribadi yang berkomitmen akan tetap tegar dan terus maju demi mencapai apa yang diinginkannya. Seorang bijak berkata, “Ketika Anda tertarik terhadap sesuatu, Anda akan melakukannya saat waktunya enak dan menyenangkan saja. Namun, ketika berkomitmen terhadap sesuatu, Anda tidak akan mau menerima dalih atau alasan apa pun, kecuali hasil akhirnya saja.” Dan Josh Bellize menunjuk kepada perangko yang kegunaannya terletak pada kemampuannya melekat pada suatu benda sampai benda itu tiba ke tempat tujuannya.

Mengapa Pertandingan yang Diikuti Paulus Itu Baik?
Pertama-tama karena memang diharuskan oleh Tuhan bagi setiap manusia di dunia ini. Apa pun yang Tuhan tetapkan untuk kita lakukan, selalu baik bagi kita. Selanjutnya, pertandingan dari Tuhan itu adil, sebab Ia sendirilah yang menjadi juri dan mempertimbangkan segala sesuatu sesuai kebijakan-Nya. Dan juga, setiap peserta lomba berpotensi untuk keluar sebagai pemenang, karena Tuhan bersedia membantunya sampai finish. Paulus dan kita sekalian boleh merasa lega karena bisa mengakhiri lomba dalam hidup ini, sebab kita telah memelihara iman, yaitu mata rohani kita selalu tertuju kepada Yesus. “Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman…” (Ibrani 12:2).

Kebahagiaan Hidup disebabkan oleh tujuan dari dalam, bukan tekanan dari luar. Kebahagiaan adalah perjumpaan dengan Allah. – David Augsburger-

Rasul Paulus, dan juga setiap anak Tuhan, tidak hidup asal hidup saja, tetapi memiliki tujuan bersaksi bagi kemuliaan nama-Nya. Dengan demikian kebahagiaan kita tidak pernah layu, sebab perjumpaan dengan Tuhan terjadi dari hari ke hari.

Dalam mencapai Garis Akhir perlombaan kudus kita itu, kita tidak pernah sepi dari tantangan dan godaan. Namun ketahuilah bahwa;

“Godaan, jika kita pertama kali menemuinya, seperti singa yang mengaum-aum kepada Samson; tetapi jika kita berhasil mengalahkannya, kita akan menemuinya dalam bentuk madu di dalamnya.” – John Bunyan –

Walau kita menempuh Perjuangan Lomba dalam hidup yang keras ini, namun tidaklah berarti kita dipanggil untuk melakukan segala bentuk kekerasan. Sebab sementara menempuh Perlombaan Iman, hati kita dilembutkan oleh kasih Kristus, karena;

“Ketika Kristus datang ke dunia, kedamaian dinyanyikan; dan ketika Ia meninggalkan dunia ini, kedamaian diwariskan.” – Francis Bacon-

 

* Pdt. Em. Daud Adiprasetya

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Bible Talks
  • Pelayanan yang Panjang
    Kisah Para Rasul 19:1-41
    Kisah Para Rasul merupakan buku kedua yang dituliskan oleh Lukas kepada Teofilus, dengan tujuan mencatat apa yang dilakukan oleh...
  • KASIH PERSAHABATAN
    Kasih adalah salah satu tema terpenling di da/am kekristenan. Di dalam 1 Korinlus 13:13, Paulus menegaskan bahwa dari seluruh...
  • WHAT WENT WRONG?
    Yosua 7-8
    Seandainya Anda mengalami kegagalan, akankah Anda berdiam diri dan bertanya, “Apa yang salah?” Setelah kemenangan di Yerikho dengan sangat...
  • Menghidupkan Semangat Dan Hati
    Yesaya 57:15
    Seseorang gadis berusia 18 tahun dan berpenampilan menarik berjalan masuk ke dalam ruang konseling. Dia sering menjuarai berbagai kompetisi...