Mata Air Kasih-Nya

Belum ada komentar 63 Views

Yesus adalah Raja, ya benar, tetapi Ia berbeda dari raja yang lain. Sebuah Kerajaan, memiliki bendera, apapun modelnya, bahkan sesederhana selembar kain. Bendera ini membangkitkan kesetiaan emosional dan mendorong mereka yang tergabung di dalamnya untuk melakukan sesuatu. Bendera itu, mewakili identitas kolektif sebuah kerajaan.

Kerajaan yang Yesus bawa, berbeda dengan kerajaan lain yang ada di dunia. Begitupun dengan bendera-Nya; bendera Kerajaan Allah, berbeda. Menurut Kraybill, bendera Kerajaan Allah bukan lambang yang biasa berkibar di sekitar raja, tetapi sebuah palungan; kandang, keledai, baskom, duri, salib, dan kubur (Kraybill 248).

Meski demikian, Yesus benar adalah Raja. Ia tidak berjalan kaki ke Yerusalem; Ia berkendara seperti seorang raja. Namun, kendaraanNya bukanlah kuda jantan putih bersih yang ditunggangi seorang panglima tertinggi, melainkan seekor keledai kepunyaan seorang miskin. Salib Yesus, telah menjadi lambang yang “utama” – bendera – dari gereja Kristen. Ia mewakili kurban pendamaian dari Anak Allah yang dikasihi demi dosa dunia.

9:23 Kata-Nya kepada mereka semua: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. 9:24 Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya. 9:25 Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri? 9:26 Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku, Anak Manusia juga akan malu karena orang itu, apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan-Nya dan dalam kemuliaan Bapa dan malaikat-malaikat kudus. (Lukas 9:23-26)

Kita sering menganggap bahwa salib adalah lambang penderitaan . Hal ini membuat kita kerap melihat penderitaan pribadi dalam hidup kita sebagai “salib” yang harus dipikul. Tragedi, kegagalan, kecelakaan, sakit, persoalan ekonomi, kita lihat sebagai “salib”. Bahkan lebih jauh lagi, kita menganggap semua itu sebagai hal yang tidak bisa kita hindari, sesuatu yang Allah biarkan menimpa hidup kita. Semakin berat, karena kita menganggap bahwa sebagai murid Yesus, memikul salib berarti menerima tragedi dan menanggung penderitaan tanpa boleh mengeluh. Benarkah demikian? Salib bukanlah sesuatu yang Allah sengaja letakkan di bahu kita, seolah kita tidak punya kuasa untuk menghindarinya.

Salib seharusnya kita lihat sebagai sebuah pilihan yang kita ambil dengan kesadaran dan kesengajaan. Kita dapat memutuskan, apakah kita menerima salib itu, atau tidak. Salib yang Yesus pikul, bukanlah sesuatu yang Allah paksakan pada diri-Nya. Salib adalah akibat yang wajar, sah, dan politis dari pelayanan Yesus yang penuh kasih di dunia. Jika kita menyimak kisah Yesus dengan seksama, jauh sebelum Getsemani, Yesus sadar bahwa salib adalah hasil yang tidak terhindarkan dari Kerajaan Allah penuh kasih yang Ia wartakan. Bahkan, berkali-kali Yesus mengingatkan para murid tentang akhir dari hidup-Nya yang penuh penderitaan. Menurut Kraybill, permohonan Yesus ketika berkata “ambillah cawan ini dari pada-Ku” bukanlah terutama pergumulan dengan sebuah rencana ilahi yang telah ditetapkan sebelumnya. Ini adalah pergumulan untuk dengan sukarela melanjutkan jalan kasih bahkan di tengah-tengah kekerasan fisik. Salib adalah sebuah keputusan yang mahal; dan Ia melakukannya, karena kasih-Nya pada dunia.

Tema

Dengan pemahaman itulah, Panitia Paskah 2023 mengusung tema “Mata Air Kasih-Nya”. Keputusan mahal Yesus untuk menerima salib, adalah bentuk kasih yang besar pada dunia yang mengalami “kekeringan kasih”. Keputusan mahal itu membuat dunia yang kering menerima Air Hidup yang tak ada habisnya. Namun kembali lagi, kita diberikan pilihan, untuk meminum Air Hidup itu atau tidak. Allah kita bukanlah Allah yang diktator dan memaksakan kehendak. Allah kita adalah Allah yang dengan lembut memanggil dan mengundang anak-anak-Nya. Kita diundang untuk minum “Air” itu; sebagaimana yang disaksikan penulis Injil Yohanes, “Barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selamalamanya.” Tidak ada paksaan dalam kalimat Yesus, yang ada adalah anugerah (diberikan), dan pilihan (barangsiapa yang meminum).

Lagu Tema

Mahal harga yang Yesus bayar untuk menyatakan kasih-Nya. Untuk membantu umat menghayati pengorbanan Yesus ini, maka Panitia memilih NKB 85 sebagai lagu tema. Lagu ini mengingatkan umat, bahwa alasan Yesus turun dari sorga, masuk dunia g’lap penuh cela, bergumul dalam taman, meminum cawan pahit, menderita, didera, dimahkotai duri, mati dengan cara yang hina, dilakukan-Nya demi menjadi Mata Air Kasih bagi dunia.

Kasih Allah nyata bagi dunia, walau terkadang penderitaan membuat kita mempertanyakan kehadiran dan bukti kasih-Nya. Itu mengapa, dalam berbagai kesempatan di prelude (sebelum Ibadah), dalam Ibadah, maupun postlude (seusai Ibadah), Panitia memperkenalkan lagu karya Laura Story berjudul Blessings sebagai pelengkap. Lagu ini mengajak umat untuk melihat mata air kasih Allah, di tengah kesulitan dan penderitaan. Terkadang, berkat Tuhan datang melalui kesulitan dan penderitaan. Tuhan tidak selalu menjawab doa kita dengan cara yang kita harapkan atau inginkan, tetapi Dia selalu memberikan apa yang kita butuhkan sesuai dengan kehendak dan rancangan-Nya. Kala kita beranggapan bahwa kasih Allah tak ada, di saat yang sama kita sedang berdiri di Mata Air KasihNya. Mata Air itu tidak pernah kering, namun kita diberikan pilihan untuk mengambilnya, atau menutup mata dari keberadaannya.

Sebuah Ajakan

Di saat yang sama, Panitia ingin mengajak umat untuk tidak hanya menjadi penikmat Air Hidup, tetapi juga menjadi perpanjangan tangan Allah untuk mengalirkan air itu kepada mereka yang mengalami kekeringan. Mereka yang merasakan segarnya Air Hidup, akan terpanggil untuk juga “menyegarkan” orang lain. Lewat Aksi Puasa Paskah yang mencoba menghidupi Konfesi GKI 2014 alinea 9 dan 10, umat diberi kesempatan untuk berpartisipasi menjadi saluran kasih-Nya. Persembahan umat dalam Aksi Puasa akan disalurkan kepada tujuh penerima yang membutuhkan dan melakukan pelayanan di bidang Kesehatan, Pekabaran Injil, Pendidikan, dan menjangkau mereka yang terpinggirkan.

Pada akhirnya kita diajak untuk menyadari, bahwa menjadi pengikut Kristus bukan saja menjadi penerima berkat, tetapi juga penyalur berkat Allah.•

Pdt. Alex Sardo

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Antar Kita
  • WEEKEND PASUTRI
    WEP adalah singkatan dari Weekend Pasangan Suami Istri, suatu program belajar bersama selama 3 hari 2 malam untuk pasangan...
  • GKI ORCHESTRA: Kidung Pengharapan
    Sekilas tentang GKI Orchestra GKI Orchestra merupakan ruang bagi remaja-pemuda dari seluruh GKI untuk memberikan talenta dan kerinduannya dalam...
  • BELAJAR MELAYANI SEDARI KECIL
    Ibadah Anak/Sekolah Minggu sudah selesai, tapi masih banyak Adik adik Sekolah Minggu yang belum beranjak meninggalkan sekolah Tirta Marta...
  • PERSEKUTUAN DOA PAGI
    Persekutuan Doa Pagi atau PDP adalah kegiatan rutin di gereja, yang sepertinya dimiliki oleh hampir semua GKI, termasuk GKI...