kudus

Kudus

Belum ada komentar 110 Views

Pengikut Kristus selalu dikaitkan dengan keselamatan, anugerah, kasih, kepedulian, dsb. Juga hidup kudus, meski yang satu ini sering dilupakan atau diabaikan. Perlukah, atau bahkan haruskah orang Kristen menjadi kudus? Hal ini tidak boleh dianggap sepele, karena menyangkut keselamatan! Mari kita perhatikan beberapa ayat Alkitab yang juga menjadi topik beberapa renungan di bawah ini.

… tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu. (1Ptr. 1:15).

Di tengah perjalanan Eksodus yang dipimpinnya, Musa turun dari gunung dengan membawa dua loh batu berisikan 10 Hukum Allah untuk disampaikan kepada bangsa Israel. Tentu hukum tersebut sangat baku dan perlu dirinci dengan jelas supaya dapat dimengerti dan diberlakukan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Maka jadilah Taurat, yang penjabarannya butuh proses dan waktu lama, menjadi makin banyak dan ketat, dengan berbagai aturan dan larangan (untuk melukis kesucian dalam hidup dan menciptakan manusia yang berkualitas tinggi, sesuai dengan kehendak Allah). Hukum Taurat ini dipegang dan dipatuhi bangsa Israel dengan sangat ketat sepanjang hidup, turun temurun, sehingga suatu saat mereka ‘begitu patuh’ dan terikat pada hukum-hukum tertulis itu, dan kehilangan esensinya. Bila seharusnya hukum-hukum tersebut membawa perubahan sikap dan hati yang berkenan di hadapan Allah YAHWE, tapi pada kenyataannya hanya terpateri pada kepatuhan hukum belaka. Kepatuhan pada Taurat menjadi kebanggaan dan kesombongan pribadi, terutama bagi para pejabat sinagoge, kaum Sanhedrin, dan orang Farisi yang dikenal sebagai ahli Taurat.

Paulus sendiri menyatakan bahwa sebelum mengenal Yesus, dirinya tidak bercacat bila ditinjau dari hukum Taurat. Pikirannya tidak jauh berbeda dengan masyarakat pada umumnya ketika itu: hidup kudus adalah menaati hukum Taurat, tanpa pembaharuan pribadi/karakter.

Lalu Yesus datang dan hadir di tengah komunitas ini. Dia ingin menunjukkan kesalahan mereka, supaya kembali pada esensi hukum itu, dan merangkumnya menjadi dua hukum utama, yaitu “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu,” dan “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Maksud-Nya bukan hendak meniadakan hukum yang telah ada, melainkan menggenapinya. Nyatanya. apa yang mereka lihat dan saksikan (menurut versi mereka), ialah bahwa Yesus melanggar aturan di hari Sabat, bahwa Dia menyamakan diri dengan Allah, dan bahwa Dia sok tahu melebihi pengetahuan para ahli Taurat sehingga menyinggung hati mereka dan membuat mereka benci kepada-Nya.

Aku hendak memerhatikan hidup yang tidak bercela … Aku hendak hidup dalam ketulusan hatiku di dalam rumahku. (Mazmur 101:2)

Para petugas yang berwenang di Philadelphia heran saat menerima sepucuk surat dan sejumlah uang dari seorang pengendara mobil yang ditilang karena mengebut pada tahun 1954. Waktu itu John Gedge—turis asal Inggris—mengunjungi kota Brotherly Love, dan tertangkap karena mengebut. Ia dikenai denda sebesar 15 dolar, tetapi Gedge lupa pada surat tilang itu selama hampir 52 tahun, sampai pada suatu hari ia menemukannya di dalam mantel tuanya. “Rasanya saya harus membayarnya,” tutur Gedge, 84 tahun, yang kini tinggal di rumah jompo di Sussex Timur. “Orang Inggris yang baik akan membayar kalau mereka berutang. Suara hatiku terdengar sangat jelas,” begitu gumamnya.

Kisah ini mengingatkan saya pada komitmen pemazmur Daud pada integritas. Meski ia telah membuat beberapa keputusan yang salah dalam hidupnya, Mazmur 101 mengungkapkan keputusannya untuk hidup tanpa cela. Integritasnya diawali di rumahnya sendiri (ayat 2) dan akan diikuti oleh teman-temannya (ayat 6-7). Integritas Daud membuatnya menghargai kehidupan musuh bebuyutannya, yaitu Raja Saul (1Sam. 24:5-7, 26:8-9).

Orang-orang yang menyimpan perintah Allah di dalam hati mereka akan mengasihi Allah dengan segenap akal budi, jiwa dan kekuatan mereka. Mereka menunjukkan kasih ini kepada dunia melalui sikap penuh hormat dan integritas. Mereka menghargai kehidupan umat manusia dan memperlakukan orang lain dengan bermartabat dan penuh hormat. Mereka tidak mengatakan hal-hal buruk tentang orang lain, tak peduli berapa banyak hal buruk yang telah dilakukan orang lain kepada mereka. Mereka merasa puas dengan Allah dan dengan apa yang diberikan-Nya bagi mereka. Mereka tak menginginkan hal lain. Inilah tanda-tanda lahiriah bahwa hukum Allah itu hidup, dan tertulis di dalam hati dengan Roh dari Allah yang hidup.

Sebagai pengikut Yesus, kita dipanggil untuk berintegritas dan menjaga hati nurani yang bersih. Apabila kita menghormati komitmen kita kepada Allah dan sesama, kita akan berjalan dalam persekutuan dengan Allah. Integritas kita akan membimbing kita (Ams.11:3) dan menolong kita berjalan dengan rasa aman.

Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia. (Kisah Para Rasul 24:16). Baca juga Roma 2:12-16

Pinokio adalah dongeng tentang sebuah boneka kayu yang hidungnya akan makin panjang jika ia berdusta. Temannya—si Jimmy Jangkrik—berkata, “Jadikan hati nurani sebagai penuntunmu.” Pinokio pun menuruti nasihat temannya. Ia bertobat, lalu kembali kepada Geppetto, penciptanya. Pinokio kemudian berbakti kepada Geppetto dan dibebaskan dari tali-talinya.

Ada sebuah prinsip dalam cerita ini yang pantas diterapkan pada anak-anak Allah. Jika kita tak mendengarkan suara dari dalam batin kita—yang mengatakan apa yang perlu atau tidak perlu kita lakukan—hidup kita akan terbelenggu. Namun, nurani yang murni akan memberi kebebasan.

Beberapa orang tidak memiliki dasar yang kuat untuk mengambil keputusan yang saleh. Hati nurani mereka lemah, dan mereka dengan mudah diombang-ambingkan sikap orang lain. Ada juga orang yang hati nuraninya telah rusak. Ukuran yang mereka pakai untuk menilai yang baik dan jahat telah rusak, tercemar, dan tidak kudus (Titus 1:15). Namun, yang paling menyedihkan adalah mereka yang hati nuraninya telah “memakai cap” dusta dan kesesatan (1 Tim. 4:2). Mereka telah sekian lama menolak suara batin mereka, sehingga tidak dapat lagi mendengar bisikan hati nurani.

Mungkin Anda bertanya, “Bagaimana kita dapat memiliki nurani yang bersih?” Kita harus bertobat dari dosa dan berbalik kepada Pencipta kita. Kita harus meminta-Nya memperbarui hasrat dan sikap kita sesuai dengan firman-Nya dan kemudian menaatinya dengan hati-hati dan sepenuh hati.

Marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani. (2Kor. 7:1)

Kehidupan kristiani membutuhkan usaha. Dibutuhkan komitmen penuh—baik tubuh, pikiran, emosi, dan kehendak—untuk memiliki hidup yang penuh, menarik, membangun sesama, serta menyempurnakan. Bahkan setelah semua itu ada, ‘ilalang’ (sikap egois) dan tindakan dosa dapat tumbuh dengan cepat dan menutupi buah-buah Roh (Gal. 5).

Itulah masalah yang dihadapi jemaat di Korintus. Mereka telah dipenuhi oleh iri hati dan perselisihan (1 Kor. 3:1-3). Karena itu, Paulus menyuruh mereka membersihkan diri dari “semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan dalam takut akan Allah” (2 Kor. 7:1). ‘Kekudusan’ yang dimaksudkannya di sini bukan berarti bebas dari dosa, melainkan tak bercela.

DOA: Tuhan, bantulah kami, dukunglah kami dalam usaha untuk mencabut ‘ilalang’ jasmani dan rohani kami sebelum hal itu menjadi kebiasaan yang buruk. Biarlah keindahan karakter Yesus dilihat oleh orang lain di dalam diri kami. Tuhan, ajarlah kami untuk bersikap jujur. Bantulah kami untuk memiliki integritas dalam segala ucapan dan tindakan.

Pada akhirnya, semua orang percaya harus terus berproses menjadi kudus (seperti yang telah diteladankan Yesus) yaitu melakukan apa yang dikehendaki Bapa. Mat 7:21-23 mengingatkan kita untuk mengenali Bapa dengan banyak bergaul dengan-Nya, dengan banyak membaca Firman Tuhan dan bersekutu dengan orang-orang beriman.

Mari menjaga kekudusan dengan niat, tekad, dan komitmen yang sungguh-sungguh dan dengan bimbingan Roh Kudus yang sudah dimeteraikan di dalam diri kita.

mari terus berproses menjadi kudus
>> Nia Gatugapan

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Bible Talks
  • Pelayanan yang Panjang
    Kisah Para Rasul 19:1-41
    Kisah Para Rasul merupakan buku kedua yang dituliskan oleh Lukas kepada Teofilus, dengan tujuan mencatat apa yang dilakukan oleh...
  • KASIH PERSAHABATAN
    Kasih adalah salah satu tema terpenling di da/am kekristenan. Di dalam 1 Korinlus 13:13, Paulus menegaskan bahwa dari seluruh...
  • WHAT WENT WRONG?
    Yosua 7-8
    Seandainya Anda mengalami kegagalan, akankah Anda berdiam diri dan bertanya, “Apa yang salah?” Setelah kemenangan di Yerikho dengan sangat...
  • Menghidupkan Semangat Dan Hati
    Yesaya 57:15
    Seseorang gadis berusia 18 tahun dan berpenampilan menarik berjalan masuk ke dalam ruang konseling. Dia sering menjuarai berbagai kompetisi...