“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis ….” (Mat. 11:11)
Bolehkah kita mempertanyakan iman kita? Salahkah kita, jika kita meragukan ajaran agama kita? Dosakah kita, jika kita mempertanyakan Tuhan? Bertanya dan ragu adalah bagian dari sebuah proses pemikiran yang kritis. Kekritisan itu akan menuntun kita menemukan pemikiran-pemikiran yang yang lebih luas dan jelas. Maka, bukanlah sebuah dosa atau kesalahan jika kita mempertanyakan atau meragukan sesuatu dalam iman kita, bahkan mempertanyakan Tuhan.
Yohanes Pembaptis ragu. Dia membutuhkan kepastian bahwa Yesus adalah ‘Mesias’ yang dinantikan. Keyakinannya di awal (Mat. 3:13-17) tentang Yesus ternyata perlu bukti yang meyakinkan. Para murid yang bertanya kepada Yesus mendapatkan jawaban agar Yohanes melihat tanda-tanda yang sudah jelas dilakukan Yesus. Sekalipun Yohanes meragukan kehadiran Yesus, tetapi Yesus menganggap Yohanes adalah seorang yang besar, bahkan seperti Nabi Elia (bdk. ayat 14). Yohanes Pembaptis hanya perlu diyakinkan.
Maka, menjadi wajarlah jika kita mempertanyakan sesuatu dalam iman kita. Tetapi pertanyaan atau keraguan itu hendaknya menuntun kita untuk terus maju mencari jawaban, dan bukan mundur. Kekritisan yang kita miliki adalah bekal untuk mengenal Tuhan semakin dekat lagi. Yang juga menjadi penting adalah kesediaan kita membuka pikiran terhadap bukti-bukti yang Tuhan berikan. Kritis, terbuka, mencari jawab, juga bersedia dijawab Tuhan. (Pdt. Novita Sutanto)
DOA:
Tuhan, berikan kami hikmat untuk memahami bukti-bukti kehadiran-Mu dalam hidup kami. Amin.
Ayat Pendukung: Yes.35:1-10, Mzm. 146:5-10/Luk. 1:46b-55; Yak. 5:7-10; Mat. 11:2-11
Bahan: Wasiat, renungan keluarga
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.