“Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup.” (Luk. 20:38)
Kehidupan tidak hanya berlangsung pada saat kita di berada di dunia ini. Ada kehidupan setelah kematian. Namun, apakah kehidupan setelah kematian seperti kehidupan di dunia?
Orang Saduki tidak percaya akan kehidupan setelah kematian atau kebangkitan orang mati. Ketika bertemu dengan Yesus, mereka mengajukan pertanyaan yang diambil dari Ulangan 25:5 tentang seorang janda yang suaminya meninggal dan menurut adat harus digantikan dengan saudara suami (hukum levirat). Persoalannya, perempuan itu mengalami sampai tujuh kali perkawinan adat karena saudara suami meninggal semua. Perempuan ini menjadi istri siapa saat kebangkitan nanti? Yesus menjawab bahwa perkawinan terkait kehidupan di dunia dan tak dapat dikaitkan dengan kehidupan setelah kematian (ay. 34-35). Dengan ini Yesus menerangkan arti kebangkitan kepada mereka. Yesus menjelaskan bahwa kehidupan setelah kematian tidak dapat disamakan dengan di dunia. Kebangkitan hidup adalah jalan menuju kesatuan cinta dengan Allah. Manusia diciptakan agar terwujud persekutuan cinta kasih abadi antara Allah dengan manusia.
Hari ini kita diajak memahami tujuan akhir kehidupan kita, yaitu persekutuan cinta dengan Tuhan. Apa yang kita alami di dunia, tidak akan sama saat kita bersama-Nya. Karena saat itu, yang terpenting bagi kita adalah menikmati cinta kasih-Nya secara penuh. Bagian kita saat ini adalah “hidup di hadapan Allah yang hidup.” (Pdt. Budiman)
REFLEKSI:
Apakah Saudara meyakini bahwa saat orang beriman dipanggil Tuhan, ia akan hidup selamanya di surga bersama Allah menikmati cinta kasih-Nya?
Ayat Pendukung: Ayb. 19:23-27a; Mzm. 17:1-9; 2Tes. 2:1-5, 13-17; Luk. 20:27-38
Bahan: Wasiat, renungan keluarga
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.