berkemenangan

Hidup Berkemenangan

Belum ada komentar 2690 Views

Kata “kemenangan” dalam tata bahasa Indonesia digolongkan dalam kelompok kata benda, yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris disebut victory yang juga dapat berarti “kesuksesan.” Adapun kata “berkemenangan” (dengan awalan “ber” sudah termasuk dalam kelompok kata sifat) dapat berkonotasi atau mempunyai arti “memperoleh atau mempunyai kemenangan” itu.

Jadi, yang ingin penulis tekankan dalam tulisan ini ialah bagaimana caranya agar kita selalu “hidup ber-ke-“menang”-an, artinya bagaimana supaya kita selalu ber-ke-“sukses”-an dalam hidup. Tetapi perlu dicatat bahwa kesuksesan dalam hal ini tidak berarti selalu berhasil atau memperoleh apa yang kita ingin secara materi, tetapi lebih bersifat batiniah yaitu “mensyukuri” apa yang terjadi pada berbagai kesempatan hidup yang sedang kita jalani, dan memperoleh kekuatan untuk mengatasi dengan tetap tenang apabila terjadi masalah.

Kita tentu perlu terus berjuang dalam hidup, tetapi setiap perjuangan kita harus didasari oleh keyakinan kepada Dia yang perlu kita ajak bersama dalam mengarungi perjalanan hidup itu. Hal itu pula yang ditekankan Paulus kepada jemaat di Filipi dalam Fil. 2:12-13,“Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu…, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.”.

Ingat juga kisah perjalanan para murid bersama Yesus dalam Injil Mrk. 4:35-41. Walaupun ketika itu Yesus bersama mereka, para murid tidak menyadari kuat kuasa yang ada pada-Nya, sehingga mereka takut. Padahal sebenarnya jika mereka tetap tenang, mereka hanya perlu memanggil-Nya untuk meminta kekuatan dari-Nya. Begitu pula kalau kita menyadari bahwa Yesus bersama kita (melalui Roh Kudus yang ada di dalam diri kita) maka kita dapat menjalani hidup ini dengan tenang dan tanpa panik, karena penyertaan-Nya memberi kita kekuatan untuk menenangkan gelombang yang mengancam hidup kita.

Memang kita diminta untuk tetap berjuang dalam hidup, meskipun kita beriman kepada-Nya. Allah tidak akan membebaskan kita dari bahaya. Tetapi sekaligus kita perlu ingat bahwa jika Ia bersama kita, maka Ia tidak akan membiarkan kita sendirian menghadapi masalah itu. Ia akan menolong kita, tetapi kita perlu memohon agar kuasa-Nya bekerja di dalam diri kita (antara lain melalui doa). Berdoa dan bekerja atau “ora et labora” perlu selalu dilakukan seperti dimaksudkan dalam perikop 2 Tesalonika 3. Kuasa Tuhan memang tersedia melimpah, tetapi tanpa menggali dan memanfaatkannya, kita akan tetap lemah lesu dan tanpa daya. Iman harus disertai dengan perbuatan (lih. Yak. 2:17) dan dalam hal ini, perbuatan adalah pancaran sikap yang sesuai dengan iman atau perintah Allah. Dan kalau kita telah beriman, maka kita perlu bersikap seperti Daud yang mengatakan dalam Mzm. 23:4, “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu itulah yang menghibur aku.”

Baru-baru ini saya asyik membaca tulisan Dr. Eka Darmaputera yang berjudul “365 Anak Tangga Menuju Hidup Berkemenangan,” terbitan BPK Gunung Mulia, cetakan kedua tahun 2006. Saya asyik membacanya tetapi sekaligus tertarik karena menurut penyunting artikel, buku tersebut merupakan kumpulan tulisan Dr. Eka setiap Minggu selama 7 tahun, yang dimuat di warta gereja selama beliau bertugas di GKI Bekasi Timur (dari 16 Juni 1996 sampai 8 Juni 2003). Semasa hidupnya, beliau berpesan kepada jemaatnya untuk membawa warta itu pulang ke rumah lalu membaca dan merenungkannya agar mereka tidak melupakan makna atau inti setiap khotbah yang disampaikannya sesuai dengan tema gereja yang terletak di Jalan Bekasi Timur IX/6, Jakarta Timur itu. Tulisan-tulisan tersebut kemudian dibukukan dan dimaksudkan agar para pembaca dapat mencernanya setiap hari dalam setahun yang terdiri atas 365 hari itu.

Menurut penyunting, beberapa tulisan merupakan karya terakhir Dr. Eka sebelum jatuh sakit dan akhirnya dipanggil Tuhan beberapa tahun kemudian, bahkan penerbitan buku itu sendiri tidak beliau saksikan lagi meskipun keinginan untuk membukukannya sudah dipesankan semasa beliau masih hidup. Saya bukan hendak mengomentari ke 365 isi tulisan itu karena cukup tebal, 566 halaman, dan itupun dengan lebar lebih dari 21 cm (sebesar buku bacaan biasa, berbeda dengan buku-buku karangan Dr. Eka lainnya yang biasanya berukuran kecil). Sebenarnya saya selalu tertarik membaca tulisan beliau, tetapi khususnya buku terakhir ini saya agak kaget dan segera ingin membacanya karena judulnya hampir mirip dengan buku karangan saya,“66 Renungan Bagi Hidup Berkemenangan.”

Tulisan itu saya susun dan terbitkan secara terbatas untuk membantu para lanjut usia agar tidak frustrasi dalam menghadapi berbagai masalah. Di dalamnya ada juga sub-judul, “Beberapa petunjuk yang perlu direnungkan sebagi pedoman hidup para lanjut usia.” Tulisan saya itu, sebagaimana diuraikan dalam pengantar, ingin menambah pesan kedamaian hati bagi para lanjut usia atau siapapun yang sempat membacanya, terutama apabila terjadi berbagai riak gelombang dalam menjalani kehidupan. Tetapi tulisan itu tidak selengkap karya Dr. Eka. Saya hanya mengemukakan 66 pokok renungan, dan memang angka 66 itu merupakan angka favorit saya, mengingat jumlah kitab dalam Alkitab kita yang 66 buah itu. Tulisan itu memang juga tidak bisa disandingkan dengan buah pena Dr. Eka yang berupa khotbah, karena mungkin jauh dari persyaratan.

Ke 66 pokok renungan itu saya bagi menjadi 3 bagian besar dan setiap bagian terdiri atas 22 renungan. Jumlah 22 ini juga didasarkan pada kitab Ratapan yang terdiri atas 5 pasal dan yang setiap pasalnya terdiri atas 22 ayat, kecuali pasal 3 yang di tengah, yang terdiri atas 66 ayat yang merupakan kelipatan dari 3×22. Menurut para ahli teologia, konon angka 22 dalam Ratapan ini dilatarbelakangi dan merupakan permainan abjad Ibrani yang berjumlah 22 huruf itu. Ratapan, yang merupakan tangisan nabi Yeremia, melukiskan Allah yang menanggung dosa dan penderitaan kita demi keselamatan kita, agar kita “hidup berkemenangan.” Oleh karena itu ke-66 renungan saya itu juga dibagi tiga: Bagian Pertama terdiri atas 22 renungan “Agar Berkehidupan Yang Lebih Damai”; Bagian Kedua terdiri atas 22 renungan “Guna Menemukan Kebahagiaan dengan Memahami Makna Hidup”; dan Bagian Ketiga terdiri atas 22 renungan “Agar Masih Memiliki Daya Guna dan Hasil Guna.” Jadi keseluruhan 66 renungan itu memang dikelompokkan agar dapat “Hidup Berkemenangan,” khususnya bagi para lanjut usia yang banyak menghadapi masalah dalam hidup.

Dalam kesempatan ini, selain ingin mengajak para pembaca untuk lebih memahami dan merenungkan bagaimana hidup berkemenangan itu, penulis juga mengajak para pembaca mengenang kembali hidup dan upaya alm. Dr. Eka Darmaputera, yang dalam khotbah dan tulisannya sering dengan lugas mengkritik kehidupan jemaat yang terlihat saleh tetapi masih ditutupi oleh banyak kabut, seperti keragu-raguan, ketakutan, ketidak pastian dan kecurigaan satu sama lain, dan sering pula bersikap membenarkan diri.

Bahkan beliau acap kali mengecam kelompok atau denominasi gereja tertentu yang mendewa-dewakan gereja mereka, seolah-olah mereka dan gereja mereka saja yang paling benar melakukan kehendak Tuhan, sedangkan yang lainnya kurang benar. Mereka taat bergereja bahkan giat dalam berbagai pelayanan, tetapi sikap kasih, saling menghargai dan saling membangun itu jauh dari kehidupan mereka. Padahal menurut Alkitab, “Orang yang berbahagia atau berkemenangan adalah orang yang menyukai dan merenungkan Taurat Tuhan,” yang berarti bahwa ia tentu menyukai kebenaran dan keadilan berdasarkan kasih (lih. Mzm. :1-2).

Tulisan ini juga sekaligus ingin merumuskan inti dari kumpulan tulisan alm. Dr. Eka tersebut di atas, yang antara lain bertujuan untuk membantu menuntun umat yang telah beriman ke arah hidup yang benar, terus berjuang, tidak mudah putus asa, tidak cengeng dan berusaha menjadi berkat bagi banyak orang. Hidup berkemenangan menurut Dr. Eka, antara lain adalah hidup yang penuh sukacita, penyerahan diri secara total kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, bermegah dalam kesengsaraan, karena berpengharapan akan menerima kemuliaan Allah (lih. Rm. 5:2-3).

Sikap hidup berkemenangan pada hakikatnya harus dipenuhi oleh rasa dan sikap optimisme yang perlu diperlihatkan ketika kehidupan berada dalam kesulitan. Perhatikanlah sikap Stefanus, yang walau tersiksa dan akan dibunuh oleh Mahkamah Agama Yahudi, justru menatap ke langit dan melihat kemuliaan Allah serta Yesus (Sang Juru Selamat) berdiri di sebelah kanan Allah sehingga ia dapat berkata, “Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah,” yang dapat bermakna bahwa dengan kejadian itu, apabila ia tetap teguh beriman, ia akan memiliki kehidupan kekal bersama Allah.(lih Kis 7:54-56).

Selamat berjuang untuk hidup berkemenangan dan Tuhan kiranya memberi kekuatan. Amin.

[R. Sihite]

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Edukasi
  • THE ART OF LISTENING
    Menjadi pendengar yang baik? Ah, semua juga bisa! Tapi apakah sekadar mendengar bisa disamakan dengan menjadi pendengar yang baik?...
  • To infinity and beyond!
    Saya salah satu penggemar petualangan seru dan epik dari Buzz Lightyear dan Woody, sahabatnya (Film: Toy Story 1995). Buzz...
  • Antara Si Badu & Akhir Tahun
    Antara Si Badu & Akhir Tahun
    Selamat pagi, siang, sore, dan malam. Menjalani setiap hari dengan rutinitas yang sama, sampai tiba saatnya Natal dan Tahun...
  • WOMEN ON FIRE
    Perempuan Warga Kelas Dua Sepertinya dari dulu perempuan cenderung ditempatkan sebagai warga kelas dua dalam status sosial. Hal ini...
  • Doketisme
    Doketisme
    doktrin keilahian yang kebablasan
    Fanatisme Spiritualitas Fanatisme sebuah spiritualitas yang secara berlebihan menekankan hal-hal tertentu dan kurang menganggap penting hal-hal lain, sering kali...