media sosial

Bijak Menggunakan Media Sosial

Belum ada komentar 2519 Views

Keberadaan Internet, yang pada mulanya berfungsi untuk menjelajah dan mengirim email, terus berkembang penggunaannya untuk saling berinteraksi di media sosial elektronik tersebut. Mungkin Anda masih ingat hotmail dan chatroom yang sempat booming pada tahun 1990-an. Kini pilihan media sosial makin banyak, seperti Myspace, Youtube, Twitter, Facebook, Instalgram, Line, Wechat, Google+, Googletalk dan seterusnya.

Melalui media sosial, kita dapat dengan mudah terhubung dengan teman-teman yang sudah lama tidak bertemu dan bahkan dengan teman-teman yang sudah kehilangan nomor kontak mereka. Kita dapat saling berinteraksi di mana saja dan kapan saja. Keberadaan media sosial tersebut, selain mempermudah, juga sekaligus mempermurah biaya komunikasi jarak jauh. Tidak heran, setiap orang beralih dari telepon rumah kepada telepon genggam yang bisa online. Tidak heran juga, ke mana kita pergi, pertanyaan yang sering kita ajukan adalah “Apakah ada wifi dan apa passwordnya?”

Baik buruknya teknologi tergantung pada penggunanya. Seseorang dapat menggunakan media sosial untuk menghubungi kakek-nenek, anggota keluarga lainnya atau sahabatnya. Seseorang juga dapat berbagi humor, berita dan pengetahuan dengan teman-temannya. Namun media sosial juga dapat digunakan secara tidak etis dan tidak bertanggung jawab, yakni untuk menipu, menyebarkan gosip, saling menyerang, memaki orang, maupun perbuatan lainnya yang bersifat merusak. Kita dapat menanyakan diri kita sendiri setiap kali kita akan memasang status maupun mengunggah foto atau video, apakah kita melakukannya atas dasar kasih kepada Tuhan dan sesama atau karena marah, kesal maupun dendam? Siapa saja yang dapat melihat status yang kita perbarui? Apakah status kita bersifat konstruktif atau destruktif?

Respons orang-orang Kristen terhadap penggunaan media sosial dapat dikategorikan dalam dua golongan, yakni determinis dan instrumentalis. Para determinis menganggap bahwa teknologi memiliki nilai yang akan membentuk budaya para pengguna, sedangkan para instrumentalis mengganggap bahwa teknologi dapat digunakan untuk menyebarkan nilai-nilai kristiani. Kiranya sebelum kita memasang sesuatu di media sosial, kita memikirkannya dengan matang terlebih dahulu apakah pantas dipasang untuk dibaca banyak orang. Kiranya setiap pemasangan (posting) kita dilakukan atas dasar kasih kepada Allah dan sesama. Jangan sampai pemasangan kita tidak manusiawi, menghina, melecehkan dan mempermalukan sesama.

Amsal 29:20 berbunyi, “Kaulihat orang yang cepat dengan kata-katanya; harapan lebih banyak bagi orang bebal (fool) daripada bagi orang itu”. Mari kita tidak terburu-buru untuk membalas atau merespons status seseorang di media sosial. Ada kalanya kita perlu merespons dan ada kalanya kita tidak perlu merespons, seperti nasihat yang tercatat dalam kitab Amsal 26:4-5, “Jangan menjawab orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan engkau sendiri menjadi sama dengan dia. Jawablah orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan ia menganggap dirinya bijak.” Dan ada saat di mana kita hanya membaca tanpa merespons, sebab, “Jika orang bijak beperkara dengan orang bodoh, orang bodoh ini akan mengamuk dan tertawa, sehingga tak ada ketenangan” (Amsal 29:9). Ketika orang bodoh melampiaskan amarahnya di media sosial, kiranya orang bijak dapat meredakan amarahnya seperti nasihat berikut ini: “Orang bebal melampiaskan seluruh amarahnya, tetapi orang bijak akhirnya meredakannya” (Amsal 29:11). Dan ketika kita menyaksikan peperangan status, ada baiknya kita tidak ikut campur, “Orang yang ikut campur dalam pertengkaran orang lain adalah seperti orang yang menangkap telinga anjing yang berlalu” (Amsal 26:17).

Kiranya penggunaan media sosial tidak merampas relasi dengan orang yang berada di sekitar kita. Kiranya penggunaan media sosial menjadi berkat bagi sesama. Selain itu, kiranya kita berhati-hati dalam menggunakan media sosial karena risiko penipuan, penindasan dan pencurian data pribadi dapat terjadi. Silakan mengecek kembali security setting, timeline and tagging setting serta pengategorian teman di Facebook: closefriend, friend, acquittance dan lainnya di media sosial yang Anda gunakan. Hindari memberikan terlalu banyak informasi pribadi di dalam media sosial yang Anda gunakan. Gunakanlah media sosial dengan bijak dan menjadi berkat bagi kebaikan bersama!

>> Pdt. Lan Yong Xing

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Edukasi
  • THE ART OF LISTENING
    Menjadi pendengar yang baik? Ah, semua juga bisa! Tapi apakah sekadar mendengar bisa disamakan dengan menjadi pendengar yang baik?...
  • To infinity and beyond!
    Saya salah satu penggemar petualangan seru dan epik dari Buzz Lightyear dan Woody, sahabatnya (Film: Toy Story 1995). Buzz...
  • Antara Si Badu & Akhir Tahun
    Antara Si Badu & Akhir Tahun
    Selamat pagi, siang, sore, dan malam. Menjalani setiap hari dengan rutinitas yang sama, sampai tiba saatnya Natal dan Tahun...
  • WOMEN ON FIRE
    Perempuan Warga Kelas Dua Sepertinya dari dulu perempuan cenderung ditempatkan sebagai warga kelas dua dalam status sosial. Hal ini...
  • Doketisme
    Doketisme
    doktrin keilahian yang kebablasan
    Fanatisme Spiritualitas Fanatisme sebuah spiritualitas yang secara berlebihan menekankan hal-hal tertentu dan kurang menganggap penting hal-hal lain, sering kali...