Yesus berkata kepada mereka, “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di kampung halamannya, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya’.’ (Markus 6:4)
“Hadiah paling berharga yang dapat kita berikan kepada seseorang adalah perhatian kita.” Demikianlah kata orang bijak. Perhatian dapat diberikan melalui kata-kata yang meneguhkan dan menguatkan, juga melalui perbuatan nyata yang sungguh bermanfaat bagi mereka yang menerimanya.
Bacaan kita hari ini berkisah tentang penolakan terhadap Yesus ketika la kembali ke kampung halaman-Nya. Penolakan ini dipicu oleh masa lalu dan latar belakang Yesus yang adalah anak seorang tukang kayu. Berdasarkan latar belakang ini mereka menolak Yesus untuk mengajar mereka di rumah ibadat. Bagaimana sikap Yesus? “la memang tidak melakukan satu pun mukjizat di sana. la hanya menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka” (ay. 5). Dari sikap Yesus inilah kita melihat bahwa penolakan itu tidak menghentikan langkah-Nya untuk tetap memperlihatkan perhatian-Nya kepada mereka. Penumpangan tangan adalah sebuah bentuk nyata perhatian untuk merasakan kesulitan dan penderitaan orang lain. Yesus membalas penolakan dengan kebaikan.
Bagaimana dengan kita? Ada kemungkinan hal baik yang kita lakukan tidak disambut baik oleh orang lain. Kita tidak boleh berfokus pada penolakan itu, tetapi tetap memberikan perhatian yang diperlukan. Kita mungkin ingin membalas penolakan dengan sikap yang sama. Namun, penolakan yang dibalas dengan perhatian akan menghadirkan damai sejahtera. Mari belajar dari Yesus untuk tetap berbuat baik meskipun ditolak. [Pdt. Jotje Hanri Karuh]
REFLEKSI:
Hidup dalam kasih Kristus berarti siap menjawab penolakan dengan tetap memberikan perhatian penuh kasih.
Ayat Pendukung: Yeh. 2:1-5; Mzm. 123; 2 Kor. 12:2-10; Mrk. 6:1-13
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.