“… maka suaminya yang pertama, yang telah menyuruh dia pergi itu, tidak boleh mengambil dia kembali menjadi istrinya ….” (Ul. 24:4)
Salah satu ayat alkitab yang sangat berkesan bagi saya tentang pernikahan adalah, “Keduanya menjadi satu daging” (Kej. 2:24). Bayangkanlah tangan yang memiliki lima jari: jempol, telunjuk, jari tengah, manis dan kelingking. Kelima jari itu menunjukkan kesatuan yang utuh secara daging. Bayangkan bila telunjuk dipisahkan dari jempol. Apa yang akan terjadi? Luka. Darah mengucur. Seperti itulah perceraian. Secara faktual perceraian akan mencederai kedua belah pihak.
Sebagian orang beranggapan bahwa bacaan ini mendukung perceraian. Bukan. Teks ini bukan hendak mendukung perceraian, melainkan menjelaskan praktik-praktik yang terjadi di Israel pada masa itu. Maka, teks ini perlu dibaca dalam kerangka konteksnya. Laki-laki tidak diizinkan untuk menceraikan istrinya. Mengapa? Perceraian adalah tindakan permanen. Ketika memutuskan bercerai, lalu menikah dengan orang lain maka mereka tidak bisa bersatu kembali (ay. 24). Pemahaman terhadap konsekuensi perceraian diharapkan menolong suami dan istri untuk berpikir secara matang dan bijaksana dalam membuat pilihan dan keputusan untuk bercerai.
Mari kita memikirkan ulang bagaimana relasi kita dengan pasangan kita. Allah sudah membuat desain bagi manusia, yakni persatuan, bukan perceraian. Sebagaimana Kristus tidak akan menceraikan jemaat (kita), demikian juga kita dikehendaki tidak menceraikan pasangan kita. Perceraian berdampak buruk; mengakibatkan luka batin. Berpikirlah matang dan bijaksana sebelum membuat keputusan. [Pdt. Indra Kurniadi Tjandra]
DOA:
Tuhan ajar aku untuk mengasihi dan setia pada pasanganku.
Ayat Pendukung: Mzm. 119: 9-16; Ul. 23:21—24:4, 10-15; Yak. 2:1-13
Bahan: Wasiat, renungan keluarga
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.