INGATLAH!  Ada Malaikat Mereka di Surga

INGATLAH! Ada Malaikat Mereka di Surga

Belum ada komentar 101 Views

Sungguh menakutkan mengetahui kekerasan yang sering terjadi dalam keluarga, terutama pada anak-anak yang masih kecil dan lemah! Seorang ayah yang seharusnya melindungi dan mencukupi kebutuhan istri dan anak-anaknya justru menyiksa dan memanfaatkan mereka untuk menutupi kekurangan dan ketidakmampuannya dalam menjalankan perannya sebagai kepala rumah tangga. Atau seorang ibu yang seharusnya menjaga, memelihara dan mengasuh anak-anaknya, tega menelantarkan, merusak bahkan membunuh anak-anaknya sendiri.

Dalam lingkup yang lebih luas, masyarakat yang sakit, ketidakpedulian dan ketiadaan kasih menyebabkan banyak peristiwa mengerikan terjadi seperti yang bisa disaksikan dalam Youtube – peristiwa ditabraknya seorang anak kecil di Hongkong. Baik pengendara mobil itu maupun pengendara kendaraan-kendaraan lainnya tak ada yang berhenti menolong bahkan mobil berikutnya ikut melindas tubuh anak tersebut sampai seorang wanita pemulung menyeret tubuh anak itu ke tepi jalan. Lalu ibunya datang dan menjadi histeris. Anak itu tidak mati. Sulit membayangkan perasaan orang yang merekam peristiwa itu karena ia telah memilih untuk hanya merekam dan bukan mengulurkan tangan menolong anak tersebut! Sampai sekarang anak itu masih hidup dalam keadaan koma di rumah sakit. Wajah anak yang polos itu dengan selang-selang di hidung-mulut-tangan penyambung hidupnya seakan-akan menjadi potret atas kejahatan manusia.

Dalam sebuah persekutuan doa, saya mendengar kesaksian seorang bapak. Saat ia menginap di rumah seorang hamba Tuhan dan hamba Tuhan itu sedang pergi, ia marah dan seperti kesetanan memukuli anak-anaknya yang rewel dengan ikat pinggang. Tiba-tiba lengannya dihentikan oleh cengkeraman kekuatan adikodrati yang tidak kelihatan sampai berbekas garis-garis merah-hitam, seperti bilur-bilur yang dibuatnya di tubuh anak-anaknya. Ia tersadar dan menjadi sangat gentar! Ia mengakui bahwa kondisinya yang tidak punya pekerjaan, ditambah masalah ketidakharmonisan dalam keluarga, telah membuatnya jauh dari Tuhan. Sekarang ia percaya bahwa malaikat Tuhanlah yang telah menghentikannya melakukan penganiayaan, karena Firman-Nya dalam Matius 18:10 “Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di surga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di surga.”

Dalam buku MUKJIZAT DOA – Guideposts, Lynn B.Link dari Stevensville Montana menyaksikan bahwa Tuhan dengan cara-Nya yang ajaib menugaskan kita untuk melindungi anak-anak. Dengan empat anak dan dua keponakan yang sedang menginap, setelah berdoa malam mereka segera terlelap. Tapi pukul 04.30 dini hari mendadak Lynn terbangun karena mendengar seorang keponakan merengek. Segera ia melompat bangun dan berlari –tetapi bukan ke ruangan di mana keponakannya tidur. Tanpa sadar, ia berlari ke kamar anak-anaknya dan saat ia berdiri di depan pintu kamar dengan napas memburu, ia melihat anak-anak yang tidur tenang. Lalu, tepat di depan matanya, bagian atas rangka tempat tidur tingkat itu patah. Ia segera menghambur untuk menangkap papan alas kasur yang berat beserta kasurnya sebelum menimpa anaknya, Rachel, yang tidur di bawahnya. Ia memanggil suaminya dan semua akhirnya bisa diatasi, bahkan anak-anaknya tetap terlelap.

Hal yang mirip terjadi pada keponakan saya. Ia menangis tengah malam dan mamanya memindahkannya untuk tidur bersama di kamarnya. Keesokan paginya, mereka menemukan bahwa rak buku yang menempel di dinding, tepat di atas tempat tidur keponakan itu, sudah roboh di atas tempat tidur. Seandainya mamanya enggan bangun dan memindahkan anaknya, tentulah anak yang baru berumur setahun itu sudah tertindih rak buku kayu yang berat.

Saya pun mengalaminya. Saat saya sedang mencuci piring sambil menikmati celoteh riang anak saya yang sedang bermain sendiri di ranjang bayinya, tiba-tiba saya tersadar karena tidak lagi mendengar suara apa pun. Gelombang kecemasan yang kuat menyerbu hati saya. Segera saya berlari ke kamar dengan tangan yang masih berlumuran sabun. Di depan pintu kamar yang terbuka, saya melihat bayi saya, Michael –yang baru bisa berdiri–, ternyata sudah memanjat keluar dari boks bayi dan sedang duduk di atas lemari pakaian di sebelah boks. Lalu ia memundurkan badannya dan terjungkal jatuh. Entah bagaimana saya berhasil menangkap tubuhnya sebelum kepalanya mengenai lantai. Saya meletakkannya ke atas ranjang saya. Melihat Michael kembali berceloteh dengan riang, tangan saya dan sekujur tubuh saya gemetar. Nyaris saja! Tak terbayangkan bila kesadaran itu terlambat datang dan saya mengabaikan peringatan.

Memang orangtua harus menyadari dan menjalankan tugas tanggungjawab yang diberikan Tuhan, yaitu menjaga dan melindungi anak-anak, namun siapakah orangtua yang mampu menjaga anak-anak mereka dua puluh empat jam sehari? Puji Tuhan! Kita dikelilingi oleh orang-orang yang dapat menolong kita untuk bersama-sama menjaga dan melindungi anak-anak kita. Marilah kita berdoa bagi semua yang memperhatikan anak-anak kita saat kita tidak bisa ada di samping mereka: pembantu di rumah, tetangga-tetangga, orang-orang di jalan, guru-guru dan teman-teman di sekolah, agar mereka peka dan dimampukan oleh kuasa kasih-Nya untuk menolong anak-anak kita dalam kesusahan. Dan bila kita sendiri melihat ada anak yang mengalami kesusahan di depan mata kita, marilah kita menjadi seperti orang Samaria yang baik hati!

Ketika anak-anak masih kecil, saya memercayakan anak-anak pada pembantu. Ati namanya. Ia bekerja sejak kami masih tinggal di Kelapa Gading Jakarta, lalu pindah ke rumah di Cirebon, dan sampai kami kembali tinggal di Pamulang-Tangerang. Suatu hari saat saya sedang mengajar di sekolah, entah kenapa hati saya berdebar-debar kuatir. Anak-anak memang sedang demam dan sudah dibawa ke dokter. Tapi tidak ada alasan untuk kuatir karena ayah mereka bergantian tidak ke kantor untuk menjaga mereka dan Ati cukup andal dalam mengurus keperluan anak-anak. Saya menelepon ke rumah. Ternyata Ati sedang panik karena anak-anak kembali panas tinggi disertai muntah-muntah, sementara suami sedang ada keperluan keluar rumah dan tidak bisa dihubungi. Lalu saya menempuh perjalanan pulang ke rumah di Pamulang –satu jam yang sangat panjang rasanya– dan segera membawa anak-anak ke dokter. Anak-anak berhasil ditolong. Ati sudah berhenti bekerja setelah ia menikah, tapi kami sekeluarga masih terus mengingatnya sebagai pembantu yang baik.

Tahun 2005 ketika kami baru pindah ke rumah sekarang di dekat sekolah, tabungan kami habis terkuras. Datanglah tante dengan anak perempuannya yang kesusahan, karena pengobatan alternatif herbal terapi yang telah dilakukan tidak membawa perubahan yang baik. Satu benjolan di payudara anaknya telah berkembang menjadi enam benjolan di kedua payudara dan menurut dokter, harus segera dioperasi. Dengan keuangan yang sangat terbatas, kami memutuskan menolong membiayai operasinya. Tiga bulan mereka tinggal di rumah kami sampai anak itu dinyatakan betul-betul sehat dan bisa kembali kuliah. Kenyataannya sesudah operasi, kami sekeluarga tidak kekurangan sesuatu apa pun. Semuanya baik-baik saja dalam pemeliharaan Tuhan. Sekarang setiap kali kami melihat anak tante yang telah menjadi seorang wanita karir yang mandiri, kami bersyukur kepada Tuhan karena kami telah mengambil keputusan yang benar.

Mungkin adakalanya kita berpikir bahwa kita tidak mungkin bisa menolong anak orang lain. Sebagai guru, saya sering kali merasa tidak berdaya mengetahui kesulitan yang dihadapi oleh anak-anak didik saya yang tidak dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis. Seperti saat saya menghadapi anak yang terancam putus sekolah karena kehilangan semangat belajar, sehubungan dengan adanya penyakit yang menggerogoti tubuhnya, sementara orangtuanya terlalu sibuk dengan konflik mereka sendiri dan tidak mencoba mengatasi pergumulan anak mereka –hanya memanjakannya dengan materi. Berkali-kali saya menelepon orangtua anak tersebut, tetapi tidak ada jawaban. Janji melalui SMS untuk datang ke sekolah pun tidak kunjung ditepati. Ketika saya menjenguk ke rumah mereka, saya malah makin bingung mengetahui betapa rumit masalah yang ada dalam keluarga mereka. Dalam doa saya menjerit: “Tuhan, apa yang harus kulakukan?” Sering kali ternyata tidak ada yang bisa saya lakukan untuk murid yang saya kasihi selain menjadi tempat curhat dan sahabat. Tapi saya selalu ingat dan percaya bahwa ada malaikat mereka di surga! Dan ketika kita mengangkat tangan kepada Tuhan, Ia pasti turun tangan.

 

Eva Khaliska Hamdani

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Refleksi
  • SLOW LIVING
    Setelah purna tugas, saya kadang-kadang merindukan suasana pedesaan seperti kehidupan masa kecil saya. Hidup tenang, sepi, tidak ada yang...
  • Apakah Aku Domba Yang Baik?
    sebuah refleksi diri setelah lama mengikuti Sang Gembala Yang Baik
    Gembala Yang Baik “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba dombanya,” adalah ungkapan Yesus yang...
  • SESAMI vs LIYAN
    Sesami dan liyan. Sesami, yang saya bahas di dalam tulisan ini, tidak ada hubungannya dengan wijen, tetapi masalah sesama...
  • LEGACY
    Sebagai bangsa Indonesia, sejarah mencatat bahwa para pemimpin bangsa meninggalkan legacy atau warisan kepada generasi setelah mereka. Tidak usah...
  • Seribu Waktu
    Seribu Waktu
    Entah, kenapa terlintas di benakku banyak hal tentang waktu. Karena banyaknya, kusebut saja seribu … padahal satu pun tak...