Generasi Kanker

Generasi Kanker

Belum ada komentar 61 Views

Melanggar Delaney clause
Di Amerika Serikat lebih 30 ribu zat kimia legal dicampurkan dalam industri makanan. Setiap tahun bertambah 6 ribu kimia baru. Untuk proses penyimpanan makanan saja dipakai lebih 10 ribu bahan kimia. Manusia modern dikepung menu yang tak akrab dengan tubuh. Sebagian besar terbukti merusak badan.

Pemakaian zat kimia makanan legal berlebihan untuk waktu lama juga mengganggu kekebalan tubuh, selain pencetus kanker (carcinogenic). Kemunculan sejumlah penyakit baru sekarang, “Saccharine disease”, dan “Western disease”, penyebabnya lantaran orang di negara industri menelan 9 kg kimia dalam makanan setiap tahunnya.

Dari Singapura dilaporkan, kanker usus besar menduduki peringkat pertama di antara kasus kanker di negeri itu. Banyak orang dari mana-mana mancanegara datang berobat. Fakta itu menambah bukti bahwa risiko kanker dunia paling tinggi terkait dengan faktor diet melebihi rokok dan genetik. Nasib kesehatan kita kini lebih pada apa yang kita konsumsi.

Delaney clause yang diterbitkan tahun 1938 mengingatkan agar makanan dan minuman yang dijual harus bebas pencetus kanker. Namun sejumlah bahan kimia yang berisiko bikin kanker masih tetap dikonsumsi. Inorganic phosphate yang nyata bikin kanker paru-paru misalnya, masih ditemukan dalam menu orang modern seperti ham, bacon, keju, kue, dan kalengan.

Dipublikasikan di Inggris bahwa zat warna dan pengawet benzoate pada makanan anak membuat anak hiperaktif (The Lancet, Foof Standard Agency, 2007). American Academy of Pediatrics menyimpulkan bahwa zat aditif legal terkait dengan meningkatnya kasus hiperaktif (ADHD). Benzoate disebut-sebut juga memunculkan Parkinson, selain berisiko bikin kanker. Namun bahan ilegal ini masih banyak dalam jajanan yang dilegalkan.

Jajanan ilegal
Permenkes No. 722/1988 menyebut-kan sejumlah bahan aditif yang diperbolehkan. Namun BPOM menemukan 44 persen jajanan sekolah mengandung bahan berbahaya ilegal. Dari 170 ribu kantin sekolah, hanya 0,9% yang sehat. Termasuk masih menjual jajanan ilegal.

Investigasi sebuah TV swasta rutin menayangkan bagaimana nakalnya industri jajanan rumahan memasukkan bahan berbahaya ilegal pada jajanan. Pemanis buatan, pengawet, pewarna, pengental, perenyah, anti lengket yang sebetulnya ilegal. Selain itu zat yang dulunya dinilai aman dan legal, di beberapa negara kini dinyatakan berbahaya, namun masih dilegalkan sebagian besar jajanan kita. Aditif borax, formalin, rhodamine-B, methylene-yellow, misalnya.

Camilan pabrikan dari karbohidrat (refined carbohydrate) disebut mencetuskan kanker usus (Dr Thomas L Cleave). Kesimpulan sama muncul dari Swedia. Bahwa camilan karbohidrat yang diproses dengan suhu tinggi memunculkan acrylamide pencetus kanker sebagaimana nitrosamine dalam ikan asin, serta makanan kaleng. Ham dan sandwich mengandung lebih 13 zat aditif. Keripik dicampurkan kimia perenyah, selain pengawet, dan pemanis buatan. Belum zat warna tekstil dalam sirop, saus tomat, dan kerupuk murah.

Pemakaian aditif aman namun melebihi takaran yang diperkenan juga merusak badan bila dikonsumsi untuk waktu lama. Tangan pemerintah kelewat pendek untuk mengontrol ratusan ribu industri makanan minuman rumahan. Masyarakat perlu diinsyafkan untuk menjauhi zat aditif berbahaya, selain pemerintah menertibkan kenakalan industri makanan minuman rumahan.

Food Standard Agent Amerika Serikat mengingatkan konsumen kecap agar tidak sembarangan memilih kecap bila 3-MCPD dan 1,3 DCP melebihi yang diperbolehkan karena mencetuskan kanker juga. Bukan cuma formalin dominasi ancaman dalam makanan orang sekarang, pemanis saccharine yang dulu dinilai aman pun, kini harus ditinggalkan.

Pro kontra sejumlah pemanis buatan muncul di setiap negara, apakah masih aman dikonsumsi. Dunia menghabiskan tak kurang dari 15 ton pemanis buatan setiap tahun. Tidak semua aman. Namun boleh dibilang hampir semua jajanan tak luput dari pemanis buatan. Belum tentu aditifnya tergolong yang diperkenan. Yang sekarang dinilai aman, nanti belum tentu.

Sebaik-baiknya bahan kimia dalam makanan, lebih menyehatkan membebaskan tubuh dari kimiawi apa pun. Seperti halnya kimia obat yang dulu aman dan legal kini jadi ilegal. Efek mencetuskan kanker suatu zat aditif bisa bertabiat seperti itu juga.

“Slow food”
Masyarakat kita, termasuk anak sekolah, telanjur terpapar bahan kimia dalam makanan, kosmetik, jamu nakal, dan herbal yang tak jelas sumbernya. Bertahun-tahun mengonsumsi kimia berefek buruk terhadap kesehatan, dan dalam dua-tiga dasawarsa ke depan akan lahir generasi penyandang kanker, selain penyakit baru akibat keliru memilih makanan.

Agar kanker tercegah, dan munculnya penyakit peradaban lain dijinakkan, gerakan kembali ke menu nenek moyang saatnya dicanangkan pemerintah. Bukan kue donat, melainkan ubi rebus jajanan yang menyehatkan. Menu nasi sepiring, ikan pepes, tempe dan tahu, sayur lodeh atau sayur asam, diimbau kembali menjadi menu nasional yang bersesuaian dengan kodrat tubuh kita. Sebetulnya menu model itu yang sejak lama ditawarkan oleh menu “slow food” yang bikin nelayan Okinawa Jepang menjadi orang dengan harapan hidup terpanjang di dunia sekarang. Sebaliknya menu fast food menambah angka mati prematur (premature death) generasi sekarang.

Untuk itu, sedari kecil lidah anak hendaknya dibentuk oleh menu rumah, bukan menu restoran. Semua penyakit metabolik, termasuk kencing manis yang kini meningkat di kalangan remaja, muncul lantaran anak-anak terus menerus memilih menu restoran, jajanan pabrikan, selain produk industri makanan rumahan yang belum tentu aman, alih-alih menyehatkan.

DR. HANDRAWAN NADESUL

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Kesehatan
  • MINDFUL EATING
    Alasan terutama untuk menjadi mindful adalah dengan menyadari bahwa tubuh ini adalah bait Allah yang perlu kita syukuri dan...
  • Demam Berdarah Bisa Dicegah
    Demam berdarah dengue (DBD) diberitakan berjangkit di sejumlah daerah sekarang ini. Penyakit ini buat kita dianggap jamak. Apakah memang...
  • Menunda Proses Menua
    Menua itu pasti, tetapi ilmu dan teknologi medis bisa menundanya. Berumur panjang itu pilihan, bukan menerima keadaan, melainkan memilih...
  • Nasib Kita Di Hadapan COVID
    Sekarang ini makin banyak orang gelisah, galau, khawatir, takut, dan fobia di tengah ingar bingar informasi yang “mis” maupun...