cyberchondria

Cyberchondria

1 Komentar 118 Views

Sekarang internet kian menggampangkan orang menambah wawasan medis. Semua penyakit bisa dibaca tuntas di internet. Bahkan awam pun bisa berinteraksi langsung dengan ahlinya. Apa bahayanya?

Bagi sekelompok orang, semakin banyak tahu penyakit, semakin muncul perasaan takut. Konon itu sebabnya buku dan tabloid kesehatan tidak dicari segala orang. Banyak orang takut membaca seluk beluk penyakit lantaran cenderung diproyeksikan pada diri sendiri.

Kondisi itu sekarang sudah menggejala pada banyak pengguna internet. Label baru orang dengan kondisi itu disebut sebagai internet print out syndrome. Dr. Trover Roscoe menjulukinya sebagai Cyberchondria.

Studi di Universitas Alabama, AS, melihat munculnya kondisi orang-orang yang cenderung mendiagnosis penyakitnya sendiri setelah membaca rangkaian gejala-gejala suatu penyakit di internet. Orang merasa dirinya sedang berpenyakit setiap kali membaca gejala dan tanda-tanda suatu penyakit.

Kita teringat kasus Baron von Munhausen dahulu yang berhasil mengelabui sekian banyak dokter bedah. Ia menguasai semua gejala penyakit bedah, mampu pula memerankan diri sebagai pasien bedah betulan. Dokter bedahnya yakin kalau ia benar kasus bedah. Namun setiap kali dibedah, hasilnya selalu nihil sebab memang ia tidak sakit. Ia memetik kenikmatan saban kali berhasil mengelabui dokter bedahnya. Von Munhausen mengidap penyakit jiwa doyan berbohong (pathological liar), dan merasa nikmat kalau berhasil bikin orang lain tertipu.

Sindroma Munhausen bagian dari apa yang disebut hypochondria. Orang selalu merasa dirinya banyak penyakit, tapi secara medis tidak terbukti ada. Benar-benar merasa ada keluhan penyakit entah apa saja, namun tak ditemukan kelainan apa-apa kalau diperiksa. Kondisi seperti itu bisa juga tergolong gangguan jiwa somatoform. Orang yang merasa dirinya sakit terus padahal tidak sakit disebut hypochondriasis.

Orang dengan cyberchondria pun punya kebiasaan langsung mendiagnosis diri sendiri sakit setiap kali membaca gejala suatu penyakit di dunia cyber. Ia merasa kena usus buntu begitu tahu gejala usus buntu itu nyeri di perut kanan bawah, demam, mual, dan sembelit. Padahal di mata medis, tidak semua gejala seperti itu tentu usus buntu. Orang dengan cyberchondria terganggu logika medisnya. Gejala medis yang (kelihatannya) sama, belum tentu mewakili penyakit yang sama, atau mungkin bukan penyakit apa-apa. Berjuta-juta orang yang mengeluh nyeri kepala setiap harinya. Tapi cuma satu-dua saja yang nyeri kepalanya bermakna gejala tumor otak, misalnya.

Kecenderungan orang yang bersikap menyederhanakan dalam mendiagnosis keluhannya sendiri, berpotensi menumpuk kecemasan dalam dirinya. Orang yang punya bakat pencemas mudah sekali gundah setiap kali tahu lebih banyak tentang gejala-gejala penyakit. Kecemasan sendiri membuat orang rentan jatuh sakit. Boleh jadi orang menjadi sakit justru akibat rasa cemasnya sendiri yang dibiarkan terus berlarut-larut.

Bahaya timbul jika dari mendiagnosis penyakit sendiri, orang langsung mengobatinya sendiri. Mata merah tidak selalu berarti infeksi. Maka tidak semua obat tetes mata merah boleh buat semua gejala mata merah. Mata merah bisa berarti alergi, bukan tak mungkin glaucoma, penyakit mata serius yang bisa buta jika terlambat diobati. Jika salah mengobatinya sendiri bisa fatal sebab terlambat diberi obat yang tepat.

Simplifikasi bahwa gejala yang sama tentu mewakili penyakit yang sama menggampangkan orang berswamedikasi. Ketika ongkos berobat sekarang serba mahal, sikap berswamedikasi memang menjadi dewa penolong rakyat kecil. Tentu tak selalu aman.

Jika orang dengan cyberchondria merasa yakin pada diagnosisnya yang belum tentu betul, memilih mengobati diri sendiri bisa berisiko buruk. Bisa jadi semua keluhan mencret dianggap perlu diberi antimencret, padahal tidak semua kasus mencret perlu distop, misalnya.

Semakin gamblang dunia kesehatan virtual, semakin telanjang informasi medis yang tidak semuanya perlu pasien ketahui. Oleh karena sesungguhnya ada bagian-bagian informasi yang cukup hanya dokter saja yang tahu jika itu dianggap bisa berakibat merundung pikiran pasien dan tak ada manfaatnya buat penyembuhan. Ini sisi ruginya kalau awam rajin berinternet medik.

Ketelanjangan informasi medis tidak sehat buat semua orang. Bagi yang lemah jiwa, alih-alih membuat orang lebih sehat dan waspada terhadap penyakit, informasi medik di internet bisa-bisa malah mungkin menambah berat sakitnya.

Sekarang semakin diyakini kalau pikiran kuat pengaruhnya pada badan. Pikiran negatif menurunkan dayatahan, selain merusak sistem dalam ‘mesin’ tubuh. Sebaliknya pikiran positif, termasuk berdoa, bermeditasi, dan berzikir, misalnya, meningkatkan dayatahan tubuh. Orang dengan cyberchondriasis cenderung berisiko dirundung pikiran negatif.

Pada orang awam, informasi medis yang sangat telanjang berpotensi menimbulkan pikiran negatif. Orang yang semula sehat bisa mendadak jadi sakit betulan begitu diberi tahu kalau di tubuhnya sudah ada penyakit. Bukan mustahil bisa membuatnya stres berat.

Bagi orang yang takut menghadapi kenyataan, jiwanya bisa langsung runtuh begitu mendengar ada yang tidak beres pada tubuhnya. Begitu pula yang mungkin dilakukan oleh ketelanjangan informasi medis di internet yang terbuka buat setiap orang kapan saja orang mau. Termasuk jika menimpa orang yang berbakat hypochondria, mereka yang selalu merasa badannya tidak pernah waras terus. Yang seperti itu kini banyak menggejala di dunia, akibat saking rajinnya orang membuka cybermedicine.

Dr. Handrawan Nadesul

1 Comment

  1. Handoyo

    Pak Handrawan yg saya hormati,
    Saya merasa tulisan bpk ini sebagai kekuatan dan harapan bagi org2 seperti saya yg sedang terpuruk dlm masalah kesehatan. Terima kasih pak dan semoga apa yg saya takutkan tidak terjadi. Amin

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Kesehatan
  • MINDFUL EATING
    Alasan terutama untuk menjadi mindful adalah dengan menyadari bahwa tubuh ini adalah bait Allah yang perlu kita syukuri dan...
  • Demam Berdarah Bisa Dicegah
    Demam berdarah dengue (DBD) diberitakan berjangkit di sejumlah daerah sekarang ini. Penyakit ini buat kita dianggap jamak. Apakah memang...
  • Menunda Proses Menua
    Menua itu pasti, tetapi ilmu dan teknologi medis bisa menundanya. Berumur panjang itu pilihan, bukan menerima keadaan, melainkan memilih...
  • Nasib Kita Di Hadapan COVID
    Sekarang ini makin banyak orang gelisah, galau, khawatir, takut, dan fobia di tengah ingar bingar informasi yang “mis” maupun...