Bertahan dalam Kesengsaraan dan Menjadi Berkat

Belum ada komentar 308 Views

Mungkin Saudara pernah melihat seorang anak merengek di mal karena tidak dibelikan makanan atau mainan yang diingininya. Atau menyaksikan seorang gadis marah-marah sambil menghentak-hentakkan kakinya karena pacarnya menolak membelikan pakaian kesukaannya.

Keinginan (desire) berasal dari kata “de siderare” yang berarti “dari bintang” untuk menggambarkan keinginan yang berada di tempat yang jauh, yang senantiasa menggerakkan kita untuk melakukan banyak hal, seperti membaca, mendengarkan musik, bersepeda, berenang, dan sebagainya.

Passion”, yang berarti gairah, semangat, kegemaran, keinginan besar, berasal dari kata “passio” atau “pati”, yang mengandung arti menderita, menanggung, bertahan (endure). Gabungan kata desire dan passion mengingatkan kita bahwa selain menggerakkan kita, keinginan juga membuat kita sengsara. Sebab ketika sebuah keinginan tidak terpenuhi, kita merasa kecewa, kesal, sedih, marah dan bahkan frustasi. Misalnya, ketika Saudara mengingini sebuah tas atau gadget (limited edition/special edition) tetapi Saudara kesulitan mendapatkan barangnya. Keinginan tersebut bahkan mengganggu kualitas tidur Saudara. Dalam hal ini, keinginan Saudara membuat diri Saudara sengsara atau keinginan tersebut telah mengganggu syalom dalam diri Saudara. Dalam hal ini, keinginan menghasilkan —dan sekaligus meningkatkan—kesengsaraan.

Para pemimpin agama Yahudi pada masa Yesus juga mengalami konflik keinginan. Mereka mengingini kedatangan Kerajaan Allah yang dihadirkan oleh Mesias. Namun mereka tidak dapat menerima-Nya karena Sang Mesias tidak sesuai dengan keinginan mereka. Di satu sisi mereka kagum terhadap ajaran-ajaran dan perbuatan-perbuatan Yesus, namun di sisi lain, mereka dengki (Mat. 27:18) dan marah karena merasa status mereka terancam sehingga mereka mencari cara untuk menyingkirkan Yesus.

Pilatus juga mengalami konflik keinginan. Dalam hati nuraninya, ia yakin bahwa Yesus tidak bersalah. Istrinya juga merasa sengsara dan pedih hati sehingga ia meminta Pilatus untuk tidak mencampuri perkara ini. Namun Pilatus juga mengingini keberhasilan karier. Ia ingin menunjukkan kepada kaisar kemampuan kepemimpinannya dalam mengendalikan wilayah Yudea yang penuh konflik. Konflik keinginan membuat Pilatus sengsara.

Konflik keinginan juga tampak dalam doa Yesus di Taman Getsemani. Dia berdoa, “Ya, Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Mat. 26:39). Yesus memiliki prioritas yang jelas, yakni melakukan kehendak Bapa. Prioritas Yesus mengarahkan Dia untuk melakukan reorientasi keinginan. Dia menundukkan keinginan-Nya untuk tidak meminum cawan penderitaan dan taat kepada kehendak Bapa. Setelah reorientasi keinginan, Yesus dengan mantap menempuh jalan salib dan menyerahkan diri-Nya bagi keselamatan dunia. Dia bagaikan melihat cahaya kemuliaan di dalam kekelaman Taman Getsemani. Yesus mendemonstrasikan kepada kita bahwa nilai dan prioritas yang benar merupakan kunci untuk membebaskan kita dari konflik keinginan di Taman Getsemani kita masing-masing.

Suatu ketika, seorang pemuda tersesat di dalam hutan. Ia berjuang untuk keluar dari hutan tetapi tidak kunjung berhasil. Karena tidak membawa senter, ia mulai panik ketika matahari mulai terbenam. Di kala ia hampir putus asa, tampak di kejauhan cahaya senter. Ia bergegas berjalan menghampiri orang tersebut. Pemuda ini berkata, “Saya sangat senang menemui Bapak. Tadinya saya mengira bahwa saya sudah tersesat.” Ia kaget ketika melihat orang yang membawa senter itu ternyata buta. “Mengapa Bapak menyalakan lampu senter padahal tidak dapat melihat?” tanya pemuda tersebut. “Saya menyalakan lampu bukan untuk bisa melihat, melainkan agar orang dapat melihat saya,” tegas orang buta itu.

Menjadi berkat, tidak harus lebih hebat, lebih cerdas, lebih berprestasi, atau lebih berkemampuan daripada orang lain. Persahabatan dua orang yang lemah dan rapuh dapat saling menguatkan, saling membangun dan saling memberikan secercah cahaya di dalam kegelapan. Pepatah mengatakan,“The darkest hour is just before dawn,” waktu yang paling gelap adalah sesaat sebelum fajar. Idiom tersebut biasanya digunakan untuk mengekspresikan agar kita jangan putus asa pada masa yang kelam atau keadaan yang sangat sengsara, karena akan ada titik balik ketika cahaya fajar menyingsing. Suara ayam berkokok menyambut fajar mengimplikasikan pengharapan di tengah masa yang kelam, sebab kita dapat menyongsong fajar dengan penuh pengharapan.

Yesus bertahan dalam kesengsaraan—ditinggalkan murid-murid-Nya, ditampar, diludahi, harus mengenakan mahkota duri, diolok-olok, dihina, dipukul dan disalibkan. Untuk menjadi berkat, Yesus mengorbankan diri-Nya. Saudara, setelah peristiwa anak lembu emas, Tuhan sangat marah dan hendak membinasakan bangsa Israel. Dia menawari Musa untuk menjadikan keturunannya suatu bangsa yang besar (Kel. 32:10). Yang menarik adalah, Musa malah merespons tawaran yang begitu menggiurkan dengan mencoba melunakkan hati Tuhan (Kel. 32:11). Dan terlebih lagi, Musa memohon, “Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis” (Kel. 32:32). Musa menolak tawaran Tuhan, dan memilih mengorbankan keselamatan dirinya demi keselamatan bangsa Israel yang berhati degil. Yang lebih menakjubkan lagi adalah bahwa ketika ia berbicara kepada bangsa Israel yang degil hati itu, Musa menegur mereka dengan sangat marah, namun ketika berbicara kepada Tuhan, ia berkata dengan lembut untuk memohon pengampunan-Nya bagi bangsa Israel.

Coba renungkan dua keadaan tersebut. Pertama, tuan rumah menawarkan Saudara sepotong kue yang Saudara sangat sukai, yang sudah lama Saudara ingin nikmati. Namun ketika Saudara menghitung jumlah kue itu, ternyata hanya ada 8 potong sedangkan tamu yang hadir 12 orang. Akankah Saudara mengambil kue yang ditawarkan oleh tuan rumah ? Kedua, Saudara dan kolega Saudara memiliki jabatan yang setara dalam perusahaan. Suatu hari bos memanggil Saudara ke kantornya dan menyampaikan bahwa ada dua unit mobil, satu baru dan satu lagi second. Bos menawarkan agar Saudara mengaturnya, satu buat Saudara dan satu buat kolega Saudara. Apakah keputusan Saudara? Dua pertanyaan di atas terdengar sederhana. Namun akankah kita mengorbankan kesukaan dan kenyamanan pribadi kita untuk menjadi berkat bagi orang lain?

Menjadi berkat berarti menaruh fokus dan perhatian yang tepat. Fokus pada kehendak Bapa dan perhatian bagi keselamatan dunia mengarahkan Yesus untuk bertahan dalam kesengsaraan. Menjadi berkat sama dengan menjadi saluran berkat Tuhan dalam hidup kita. Kita menyerahkan diri sebagai alat yang dipakai-Nya untuk memberkati. Tuhan memberikan kita “lidah, telinga, punggung, pipi, muka dan hati”—lidah yang merespons dengan kerendahan hati dan memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu, telinga yang mendengarkan dan memahami, punggung yang menanggung beban, pipi yang ditampar, muka yang diludahi dan hati yang teguh (baca Yesaya 50:4-9).

Doa berkat (Bilangan 6:24-26) mencakup berkat fisik (memberkati), intelektual (menyinari) dan psikologis (menghadapkan). Kita menjadi berkat ketika kita memiliki fokus dan perhatian yang tepat, yang akan mengarahkan kita melihat kebutuhan dan keinginan secara tepat juga. Dengan kata lain, menjadi berkat berarti memenuhi kebutuhan fisik, intelektual dan psikologis.

Suatu ketika, seseorang menaruh 100 dolar di tas seorang tunawisma. Ketika tunawisma itu bangun, ia mengucap syukur kepada Tuhan dan bergegas membeli sebuah bantal dan sebuah sleeping bag (kantong tidur). Ketika ia kembali ke posisinya untuk duduk, pemuda yang tadi menaruh 100 dolar itu pura-pura berbicara di telepon soal kebutuhan uang bagi pengobatan putrinya. Di luar dugaan, tunawisma tersebut meminta pemuda ini untuk menunggunya sementara ia mengembalikan bantal dan sleeping bag yang baru dibelinya. Ketika ia kembali, ia memberikan seluruh uang yang diterimanya kepada pemuda tak dikenal itu. Pemuda tersebut bertanya, mengapa ia mengembalikan bantal dan sleeping bag itu, dan si tunawisma menjawab, “Saya bisa hidup tanpa bantal dan sleeping bag.” Pemuda tersebut kembali bertanya, “Bukankah Bapak butuh uang itu untuk membeli makanan? Kapan Bapak terakhir makan?” Tunawisma itu pun menjawab, “Sejak kemarin. Tidak apa-apa, saya masih bisa tahan. Kamu lebih butuh uangnya saat ini.” Tiba-tiba pemuda tersebut menyerahkan uang sejumlah 500 dolar kepada si tunawisma yang menerimanya sambil menangis terharu.

Saudara, egoisme dan keinginan daging menghasilkan narsisme, iri hati, dengki dan kawan-kawannya. Kecuali kita melakukan reorientasi keinginan kita, diri kita akan makin sengsara oleh konflik keinginan di dalam diri kita. Hanya setelah kita melakukan reorientasi keinginan dan berjalan ke luar dari Taman Getsemani kita, kita dapat melanjutkan perjalanan hidup kita dengan teguh. Kiranya Tuhan menolong kita untuk memiliki fokus, perhatian dan prioritas yang tepat, sehingga kita dapat bertahan di dalam kesengsaraan dan menjadi berkat.

A person is known for three things: his cup, his pocket, and his anger, and some say, his play – Talmud

“Memberkati” (barakh) mengandung makna memberikan hadiah dengan berlutut (berekh) dan dengan penuh hormat. Dalam hal ini, kita menyerahkan diri kita sebagai hadiah kepada Sang Pencipta sebab Allah Bapa telah terlebih dulu menyerahkan Anak-Nya bagi kita.

“Melindungi” (shamar) mengandung makna memberikan perlindungan bagi ternak dari serangan binatang buas dengan memasang duri (shamyir).

“Menghadapkan wajah” (paniym) mengandung makna kehadiran, dan memberikan berkat psikologis. Pada zaman sekarang, orangtua jarang hadir di sisi anak mereka secara utuh (wholeness of being). Keberadaan teknologi canggih di genggaman tangan telah merampas banyak kebahagiaan anak-anak kecil, karena mereka menjadi makin miskin secara psikologis.

Shalom mengandung arti lengkap dan sempurna (to make whole and complete) atau mekar dan berkembang (flourish). Memberkati, melindungi dan menghadapkan wajah menciptakan shalom.

» Pdt. Lan Yong Xing

__________________
Khotbah ini disampaikan di Kebaktian GKI Pondok Indah pada tanggal 9 April 2017.

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Bible Talks
  • Pelayanan yang Panjang
    Kisah Para Rasul 19:1-41
    Kisah Para Rasul merupakan buku kedua yang dituliskan oleh Lukas kepada Teofilus, dengan tujuan mencatat apa yang dilakukan oleh...
  • KASIH PERSAHABATAN
    Kasih adalah salah satu tema terpenling di da/am kekristenan. Di dalam 1 Korinlus 13:13, Paulus menegaskan bahwa dari seluruh...
  • WHAT WENT WRONG?
    Yosua 7-8
    Seandainya Anda mengalami kegagalan, akankah Anda berdiam diri dan bertanya, “Apa yang salah?” Setelah kemenangan di Yerikho dengan sangat...
  • Menghidupkan Semangat Dan Hati
    Yesaya 57:15
    Seseorang gadis berusia 18 tahun dan berpenampilan menarik berjalan masuk ke dalam ruang konseling. Dia sering menjuarai berbagai kompetisi...