Berjalan Kaki Dan Pembuluh Collateral

Belum ada komentar 316 Views

Berjalan kaki rutin kembali dikukuhkan sebagai obat paling menyehatkan di abad modern ini. Bukan lari, apalagi sprint, yang bisa menambah sehat dan menjanjikan kita beroleh umur panjang. Ada lebih dari sepuluh manfaat jalan kaki. Satu yang paling berharga, terbukanya pembuluh darah collateral koroner jantung.

Di Klinik Kasut, sudah beberapa kali saya menulis panjang lebar ihwal manfaat berjalan kaki bagi kesehatan. Ini salah satu konsep hidup bahwa ”sehat itu murah”, yang antara lain mengutip salah satu racikan resepnya (yang saya kutip dari ”Antioxidant Revolution” karya Cooper, penggagas Aerobics). Caranya, dengan berjalan kaki tergopoh-gopoh, laju 5-6 Km/jam, selama sekitar 40-50 menit/hari, dilakukan 5-6 kali/seminggu. Jalan secepat kita bisa ini diistilahkan sebagai brisk walking.

Sudah lama diungkapkan kembali betapa menyehatkannya kebiasaan berjalan kaki bila dilakukan rutin, seperti tercatat dalam Studi Framingham terhadap mereka yang berusia di atas 46 tahun. Hasilnya ternyata menakjubkan. Bukan saja umur rata-rata harapan hidup orang-orang yang berjalan kaki rutin lebih panjang dibandingkan dengan yang tidak melakukannya, melainkan mereka juga terhindar dari risiko serangan jantung.

Namun sayangnya, konon tidak semua orang Amerika melakukan gerak badan dengan porsi sesuai dengan anjuran dokter. Mereka rata-rata hanya menempuh dua per tiga dari yang direkomendasikan dokternya, baik dalam hal kekerapan maupun kelajuan berjalan kakinya (Dr. Michael G.Perri). Maka manfaat yang bisa mereka petik pun tidaklah penuh.

Dari semula sudah diingatkan oleh Cooper—yang melakukan otokritik terhadap kegiatan aerobik dengan berlari, atau maraton, dan hasilnya ternyata sama saja dengan yang diperoleh dari berjalan kaki, namun berisiko cedera lutut, tungkai, dan kaki—tak cukup berjalan santai lenggang kangkung belaka. Untuk memetik manfaat aerobik harus jalan bergegas tergopoh-gopoh atau brisk walking. Rata-rata memerlukan kecepatan sekitar 100 meter/menit (atau 6 Km/jam), menempuh jarak sekitar 5 Km (4 mil)/sehari.

Tidak Langsung Terasa

Efek berjalan kaki tentu tidak akan langsung terasa dalam hitungan minggu atau bulan. Manfaatnya baru akan dirasakan setelah cukup lama melakukan kegiatan rutin sepanjang minggu. Bukan saja badan terasa lebih bugar—dan mungkin terjadi pengurangan, atau hilangnya keluhan atau perasaan tidak enak di badan yang dirasakan sebelumnya—melainkan keadaan normal terbaca juga pada nilai-nilai kesehatan yang terukur, seperti tekanan darah, gula darah, kondisi otot dan tulang, serta lemak darah.

Semua nilai laboratorium pejalan rutin, memberikan hasil yang mendekati nilai normal. Namun belum tentu orang selalu merasakan keadaan normal ini sebelum dilakukan pemeriksaan laboratorium, atau pengukuran. Yang pasti, perasaan badan lebih segar, lebih bugar, tidak lekas letih, selera makan bagus, enak tidur, lebih lekas haus, dan lancar buang air besar, merupakan tanda bahwa badan tengah menjadi lebih sehat.

Mereka yang sudah terbiasa berjalan kaki rutin, justru akan merasakan tidak enak badan kalau lama tidak berjalan kaki. Berjalan kaki ternyata bukan saja bentuk latihan yang sempurna di mata medis, melainkan juga kegiatan bergerak badan yang paling aman, sekalipun bagi tubuh yang sudah rapuh dan renta. Jalan kaki tergolong low impact exercise.

Dulu, pada dasawarsa 70-an, belum jelas benar kalau kegiatan berjalan kaki rutin bisa mencegah berbagai penyakit (menahun). Kini manfaat itu tak terbantahkan lagi. Studi sepuluh tahun terakhir makin mengukuhkan bahwa berjalan tergopoh-gopoh—dan bukan jalan santai—memang memberi banyak manfaat bagi sosok kesehatan kita.

Sedikitnya Menjinakkan Sembilan Penyakit

(1) Pertama-tama tentu menekan risiko serangan jantung. Kita tahu bahwa otot jantung membutuhkan aliran darah lebih deras (dari pembuluh koroner yang memberinya makan) agar bugar dan berfungsi normal memompakan darah tanpa henti. Untuk itu otot jantung membutuhkan aliran darah yang lebih deras dan lancar. Berjalan kaki tergopoh-gopoh memperderas aliran darah ke dalam koroner jantung. Dengan demikian kecukupan oksigen otot jantung terpenuhi, dan otot jantung terjaga untuk bisa tetap cukup berdegup.

Bukan hanya itu. Kelenturan pembuluh darah arteri tubuh yang terlatih menguncup dan mengembang akan terbantu oleh mengejang dan mengendurnya otot-otot tubuh yang berada di sekitar dinding pembuluh darah sewaktu melakukan kegiatan berjalan kaki tergopoh-gopoh itu. Hasil akhirnya, tekanan darah cenderung menjadi lebih rendah, perlengketan antar sel darah yang bisa berakibat gumpalan bekuan darah penyumbat pembuluh juga akan berkurang.

Lebih dari itu, kolesterol baik (HDL) yang bekerja sebagai spons penyerap kolesterol jahat (LDL), akan meningkat dengan berjalan kaki tergopoh-gopoh. Tidak banyak cara—di luar obat—yang dapat meningkatkan kadar HDL, selain dengan bergerak badan. Berjalan kaki tergopoh-gopoh tercatat mampu menurunkan risiko serangan jantung menjadi tinggal separuhnya.

(2) Kendati pengaruh manfaat berjalan kaki tergopoh-gopoh terhadap stroke belum senyata terhadap serangan jantung koroner, namun beberapa studi menunjukkan hasil yang menggembirakan. Tengok saja bukti alami nenek-moyang kita yang lebih banyak melakukan kegiatan berjalan kaki setiap hari. Kasus stroke zaman dulu tidak sebanyak sekarang. Salah satu studi terhadap 70 ribu perawat (Harvard School of Public Health) yang dalam bekerja tercatat melakukan kegiatan berjalan kaki sebanyak 20 jam seminggu, menunjukkan bahwa risiko mereka terserang stroke menurun dua per tiga.

(3) Berat badan stabil. Ternyata dengan membiasakan berjalan kaki rutin, laju metabolisme tubuh ditingkatkan. Selain sejumlah kalori terbuang oleh aktivitas berjalan kaki, kelebihan kalori yang mungkin ada akan terbakar oleh meningkatnya metabolisme tubuh, sehingga kenaikan berat badan tidak terjadi.

(4). Menurunkan berat badan juga. Ya, selain berat badan dipertahankan stabil, kelebihan berat badan pun bisa diturunkan dengan melakukan kegiatan berjalan kaki tergopoh-gopoh itu secara rutin. Kelebihan gajih di bawah kulit akan dibakar bila rajin melakukan kegiatan berjalan kaki cukup laju paling kurang satu jam.

(5) Mencegah kencing manis. Ya, dengan membiasakan berjalan kaki melaju sekitar 6 Km per jam, waktu tempuh sekitar 50 menit, ternyata dapat menunda atau mencegah berkembangnya diabetes tipe 2, khususnya pada mereka yang bertubuh gemuk (National Institute of Diabetes and Gigesive & Kidney Diseases).

Sebagaimana kita ketahui, kasus diabetes yang bisa diatasi tanpa perlu minum obat, bisa dilakukan dengan memilih gerak badan rutin berkala. Selama gula darah bisa terkontrol hanya dengan cara bergerak badan (brisk walking), obat tidak diperlukan. Itu berarti bahwa berjalan kaki tergopoh-gopoh sama manfaatnya dengan obat antidiabetes.

(6) Mencegah osteoporosis. Betul. Dengan gerak badan dan berjalan kaki cepat, bukan saja otot-otot badan diperkukuh, melainkan juga tulang-belulang. Untuk metabolisme kalsium, bergerak badan diperlukan juga, selain butuh paparan cahaya matahari pagi. Tak cukup ekstra kalsium dan vitamin D saja untuk mencegah atau memperlambat proses osteoporosis. Tubuh juga membutuhkan gerak badan dan memerlukan waktu paling kurang 15 menit terpapar matahari pagi agar terbebas dari ancaman osteoporosis.

Mereka yang melakukan gerak badan sejak muda dan cukup mengonsumsi kalsium, diperkirakan sampai usia 70 tahun masih bisa terbebas dari ancaman pengeroposan tulang.

(7) Meredakan encok lutut. Lebih dari sepertiga orang usia lanjut di Amerika mengalami encok lutut (osteoarthritis). Dengan membiasakan diri berjalan kaki cepat, atau memilih berjalan di dalam kolam renang, keluhan nyeri encok lutut bisa mereda. Untuk mereka yang mengidap encok lutut, kegiatan berjalan kaki perlu dilakukan berselang-seling, tidak saban hari. Tujuannya untuk memberi kesempatan kepada sendi memulihkan diri. Selama tidak bertambah buruk encoknya, boleh dilanjutkan.

Satu hal yang perlu diingat bagi pengidap encok tungkai atau kaki. Jangan keliru memilih sepatu olahraga. Kita tahu, dengan makin bertambahnya usia, ruang sendi makin sempit, lapisan rawan sendi sudah kian menipis, dan cairan ruang sendi sudah susut, maka kondisi sendi yang sudah seperti itu perlu dijaga dan dilindungi agar tidak mengalami guncangan yang berat oleh beban bobot tubuh, terlebih pada yang gemuk.

Bila bantalan (sol) sepatu olahraganya kurang empuk, maka sepatu gagal berperan sebagai peredam guncangan (shock absorbent). Itu berarti sendi tetap mengalami beban guncangan berat selama berjalan, apalagi bila berlari, atau melompat. Hal ini yang memperburuk kondisi sendi, lalu mencetuskan serangan nyeri sendi, atau menimbulkan penyakit sendi pada mereka yang berisiko terkena gangguan sendi.

Munculnya nyeri sendi sehabis melakukan kegiatan berjalan kaki, bisa jadi lantaran keliru memilih jenis sepatu olahraga. Sepatu bermerek menentukan kualitas bantalannya, selain kesesuaian anatomis kaki. Kebiasaan berjalan kaki tanpa alas kaki, bahkan di dalam rumah sekalipun, bisa memperburuk kondisi sendi-sendi tungkai dan kaki, selain sendi pinggang, akibat beban dan guncangan yang harus dipikul oleh sendi.

(8) Ternyata bergerak badan, berjalan kaki cepat juga membantu pasien dengan status depresi. Berjalan kaki tergopoh-gopoh bisa menggantikan obat antidepresan yang harus diminum rutin. Studi ihwal terbebas dari depresi dengan berjalan kaki sudah dikerjakan lebih 10 tahun.

(9) Kanker juga dapat batal muncul bila kita rajin berjalan kaki. Setidaknya jenis kanker usus besar (colorectal carcinoma). Kita tahu, bergerak badan ikut melancarkan peristaltik usus, sehingga buang air besar lebih tertib. Kanker usus dicetuskan pula oleh tertahannya tinja lebih lama di saluran pencernaan. Studi lain juga menyebutkan peran berjalan kaki terhadap kemungkinan terkena kanker payudara.

Paling Berharga adalah Terbentuknya Collateral

Satu hal yang paling berharga dalam membiasakan jalan kaki rutin setiap hari, adalah apa yang disebut dengan terbentuknya pembuluh darah collateral. Apakah itu?

Kondisi pembuluh yang ada pada jantung—bila tidak berolahraga—akan menguncup atau tidak membuka. Pembuluh ini fungsinya sebagai jalan arteri, jalan pintas dari cabang-cabang pembuluh koroner yang ada. Hanya apabila rutin berolahraga, atau cukup berjalan kaki tergopoh-gopoh, pembuluh collateral akan membuka. Apa artinya ini?

Artinya, dengan membukanya collateral, maka apabila ada cabang pembuluh koroner jantung yang tersumbat—sehingga mengancam serangan jantung bila sumbatan makin besar—ada aliran darah pintas yang membantu memasok darah ke bagian yang tersumbat itu. Dengan demikian serangan jantung tidak terjadi, atau batal terjadi.

Cerita kasusnya demikian. “Sepuluh tahun yang lalu, saya divonis dokter harus dipasang ring sebab sudah ada sumbatan koroner. Namun saya menolak. Sampai sekarang sudah sepuluh tahun saya sehat-sehat saja, dan waktu diperiksa jantung saya masih normal, tidak mengalami kematian otot jantung akibat sumbatan koroner.” Penjelasan medisnya, bahwa pada orang ini pembuluh collateralnya membuka.

Mengejar Degup Jantung Bukan Cari Keringat

Bahwa berjalan kaki dan berolahraga itu tujuannya bukan mencari keringat, melainkan mengejar degup jantung yang tergolong aerobik, yakni degup jantung (220-umur) bila tercapai 60 persennya dalam satu menit saja sudah tergolong aerobik. Berjalan santai tidak akan meraih degup jantung aerobik.

Salah satu penghambat orang bisa rutin berjalan kaki, umumnya lantaran susah untuk memulai kebiasaan sehat ini. Mereka yang sudah mulai dan tertib melakukannya, sering-sering malas untuk memulainya kembali bila beberapa hari atau sekian minggu alpa, atau terputus.

Berjalan kaki lebih bersemangat bila dilakukan secara berombongan, atau sekurang-kurangnya berdua, agar ada mitra mengobrol. Paling ideal bila setiap pasangan suami-istri melakukan kegiatan berjalan kaki rutin berdua, dan setia mengolah hidup sehat bersama.

Selain pemilihan sepatu yang tepat untuk berjalan, perlu merekam atau mencatat seberapa cepat laju jalan, seberapa jauh jarak yang sudah ditempuh setiap harinya, dan seberapa lama waktu tempuhnya. Dari catatan itu kita bisa menilai apakah kualitas berjalan kita sudah mendekati idealnya. Dengan demikian kita akan terpacu untuk menemukan pola berjalan yang dianjurkan.

Sudah barang tentu perlu pemanasan dulu sebelum melakukan kegiatan berjalan kaki, terlebih bagi pemula. Otot-otot perlu dikendurkan (stretching), agar tidak kaku. Begitu pula pentingnya pendinginan setiap kali selesai berjalan kaki.

Barang tentu pula, setiap orang memiliki kemampuan berjalan kaki dan ketahanan fisik yang tidak sama. Maka bagi pemula, perlu melakukan proses adaptasi, dimulai dengan jarak tempuh yang pendek dulu, dengan laju berjalan yang tidak perlu langsung tergopoh-gopoh, dan setiap minggu lebih ditingkatkan lagi, sampai seberapa kuat, seberapa mampu kita menempuhnya. Syukur-syukur bisa mencapai yang ideal.

Satu yang tak boleh dilupakan, bahwa kegiatan berjalan sehat bukanlah untuk mencapai prestasi. Khusus bagi yang sudah mengidap penyakit jantung, diabetes, gangguan sendi, tentu perlu menakar diri. Begitu keluhan muncul, seperti sesak napas, lemas, atau muncul rasa nyeri, kegiatan perlu dikurangi atau dihentikan sama sekali.

Kunci sukses dalam memetik manfaat berjalan sehat cuma satu, yakni tetap melakukan kegiatan berjalan cepat tergopoh-gopoh seolah-olah kita sedang dikejar maling, ajek dilakukan rutin setiap hari, dan perlu jeda sehari untuk pemulihan. ***

>> Dr. Handrawan Nadesul

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Kesehatan
  • MINDFUL EATING
    Alasan terutama untuk menjadi mindful adalah dengan menyadari bahwa tubuh ini adalah bait Allah yang perlu kita syukuri dan...
  • Demam Berdarah Bisa Dicegah
    Demam berdarah dengue (DBD) diberitakan berjangkit di sejumlah daerah sekarang ini. Penyakit ini buat kita dianggap jamak. Apakah memang...
  • Menunda Proses Menua
    Menua itu pasti, tetapi ilmu dan teknologi medis bisa menundanya. Berumur panjang itu pilihan, bukan menerima keadaan, melainkan memilih...
  • Nasib Kita Di Hadapan COVID
    Sekarang ini makin banyak orang gelisah, galau, khawatir, takut, dan fobia di tengah ingar bingar informasi yang “mis” maupun...