Memang kamu telah turut merasakan penderitaan orang-orang hukuman, dan ketika hartamu dirampas, kamu menerima hal itu dengan sukacita, sebab kamu tahu bahwa kamu sendiri memiliki harta yang lebih baik dan lebih tetap. (Ibrani 10:34)
Karakter manusia teruji saat ia menderita atau saat diberi kekuasaan. Watak asli manusia akan terlihat saat ia merespons situasi, khususnya saat kuasa dunia merampas apa yang ia miliki. Kita berada di dalam dunia yang tidak adil, kejam, dan berdosa. Namun yang terpenting adalah kita tidak hidup menurut pola dan nilai-nilai dunia.
Surat Ibrani pasal 10 memuat pengajaran yang melatih dan mendisiplinkan jemaat agar hidup dengan setia dan bertekun dalam kebenaran. Walau jemaat mengalami penderitaan, mereka tetap setia dalam iman (ay. 5), sebab harta abadi surgawi yang tidak dapat dimakan oleh ngengat akan dikaruniakan kepada mereka. Respons saat diperlakukan dengan sewenang-wenang atau kejam oleh dunia bukanlah dengan melepaskan iman, melainkan bertekun (ay. 36). Justru penderitaan dapat kita ubah menjadi kekuatan rohani yang mendewasakan.
Sikap setia dan bertekun bersumber pada sikap iman sebagai respons atas anugerah dan keselamatan dari Allah. Terkadang, perasaan rendah diri dan tidak aman sebagai kelompok minoritas membuat kita mudah melepaskan iman saat mengalami penindasan sehingga kita tidak berani menyatakan kebenaran. Jika kita tidak bertekun dan tabah saat mengalami derita, kita akan menjadi orang-orang yang kalah, sehingga tidak layak disebut sebagai pengikut Kristus. Setia dan tekun adalah sikap orang yang beriman. [Pdt. Yohanes Bambang Mulyono]
DOA:
Ya Bapa, jadikanlah kami setia, sehingga senantiasa mengutamakan kebenaran dan kehendak-Mu daripada menyenangkan hati manusia. Amin.
Ayat Pendukung: Yes. 42:10-18; Mzm. 80:1-7; Ibr. 10:32-39
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.