Prayer and Human Flourishing (Bagian 3-terakhir)

Belum ada komentar 75 Views

MANUSIA BIASA
Pada umumnya orang beranggapan bahwa hanya orang-orang luar biasa seperti Musa, Abraham, Ishak, Yakub dan Elia yang dapat mendengarkan suara Tuhan. Sebenarnya, Alkitab justru bercerita bahwa mereka adalah manusia biasa seperti kita. Firman Tuhan berkata, “Elia adalah manusia biasa sama seperti kita” (Yak. 5:17) yang sungguh-sungguh berdoa. Maukah kita menjadi manusia biasa yang sungguh-sungguh berdoa?

APA YANG HARUS SAYA PERSIAPKAN?
Daud mengajar kita tentang pentingnya memohon Tuhan memeriksa hati kita (Mazmur 139:23- 24). Kita perlu memeriksa diri kita apakah kita benar-benar mau mencari Nya. Apakah kita sungguh-sungguh merindukan-Nya? Apakah kita sungguh-sungguh ingin hidup di dalam pimpinan-Nya? Apakah kita sungguh sungguh ingin menaati-Nya?

Jika tujuan kita mendengarkan suara-Nya adalah demi kesuksesan pribadi, demi memperoleh kekaguman manusia, atau demi mendapatkan kuasa istimewa, maka sebaiknya kita melepaskan niat kita untuk mencari Nya karena Dia tidak berkenan kepada kita.

Mempelajari Firman, memohon pertolongan Roh Kudus untuk menginsafkan kita akan dosa dan pelanggaran kita, sangatlah penting. Tuhan sangat merindukan kita menjadi dewasa. Ia rindu bersahabat akrab dengan kita. Saat mendengarkan suara-Nya di dalam keseharian kita, kita harus sungguh-sungguh memohon agar kita diberi kemampuan untuk membedakan roh (1 Kor. 2:14; 14:29; 1 Yoh. 4:1).

PERIKSALAH HATIMU!
Sering kali doa kita berisi daftar permintaan yang bagaikan sebuah daftar belanja, alias shopping list yang panjang. Mungkin kita menganggap Tuhan sebagai bola kristal, bank, atau supermarket yang harus memenuhi semua permintaan kita. Bagaimana jika doa kita sepertinya tidak tembus (Ratapan 3:44)? “Periksalah hatimu!” (Rat. 3:39-40). “Perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup” (Ef. 5:15). “Perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu dan dengarkanlah suara Tuhan” (Yer. 26:13).

Apakah hidup kita hanyalah tentang “kehendakku, keinginanku, kebutuhanku, kemauanku, kesuksesanku, kegemilanganku, kebahagianku, kenyamananku”? Apakah hidup kita seperti yang digambarkan Kristus tentang orang kaya yang bodoh, yang dipenuhi dengan pikiran tentang “aku… aku… aku…” (Luk. 12:13-21)? Di dalam dirinya tidak terdapat ruang untuk orang lain.

Mungkin kita berpikir, “Mengapa saya tidak bisa dekat dengan Tuhan seperti dulu? Mengapa saya makin sulit berdoa?” Apakah kita “sudah meninggalkan kasih kita yang semula” (Wahyu 2:4)?

Sebelum hati kita hancur di hadapan Nya, kita sulit menjalin relasi yang dekat dengan-Nya. Orang Farisi cenderung melihat kesalahan orang lain (Luk. 7:40), dan enggan melakukan pemeriksaan spiritual, sehingga Yesus menyebut orang seperti itu buta secara spiritual (Yoh. 9:39-41).

AKU INGIN MENGETAHUI MASA DEPANKU!
Pada umumnya, orang ingin mendengarkan suara Tuhan karena ingin memastikan masa depannya: mengambil mata kuliah apa, bekerja di mana, menikah dengan siapa, dan memilih panti jompo mana.

Tuhan ingin Anda percaya kepada Nya, bukan pada rencana-Nya. Itulah alasan mengapa Dia tidak memberikan peta kehidupanmu. Setiap pilihanmu memilih konsekuensi tersendiri. Yang Tuhan harapkan dari kita adalah belajar dan bertumbuh menjadi dewasa secara rohani. Dia ingin kita belajar mengambil keputusan. Itu juga alasan-Nya memberikan Firman-Nya untuk membimbing kita, memberikan Roh Kudus untuk menolong kita, dan memberikan hikmat apabila kita meminta kepada Nya. Dia ingin mengarahkan setiap pengambilan keputusan kita. Dia ingin setiap keputusan yang kita ambil berdasarkan iman dan ketaatan.

MENDENGARKAN SUARANYA DARI FIRMANNYA
Apa yang Tuhan katakan tidak akan bertentangan dengan Firman Nya. Suara Tuhan yang paling jelas adalah Firman-Nya (Alkitab). Lectio Divina merupakan metode membaca Alkitab yang sangat menolong dalam mendengarkan suara-Nya.

Lectio Divina (divine reading) atau Bacaan Ilahi adalah membaca, merenungkan, merespons dan meneduhkan diri di dalam Firman Alllah. Lectio Divina merupakan cara yang paling tradisional dalam membangun hubungan dengan Tuhan. Metode membaca Alkitab Lectio Divina dikembangkan oleh Santo Benedictus dari Nursia (480-547), dan telah mulai dipraktikkan pada masa komunitas monastik.

Lectio (Membaca) – Membaca secara perlahan, kata demi kata (membaca berulang kali). Bayangkan diri Anda dalam kisah Alkitab: apa yang Anda lihat, dengar dan rasakan, maupun aroma yang Anda cium. Di manakah posisimu di dalam cerita? Berdiri, duduk, jauh atau dekat dengan tokoh Alkitab?

Meditatio (Meditasi) – Tuhan ingin berbicara kepadamu. Dengarkan Dia! Dengarkan kata per kata, kalimat per kalimat. Apabila ada kata atau kalimat yang berbicara dengan keras dalam hatimu, berhentilah dan bermeditasilah pada kata maupun kalimat tersebut dengan cara mengulanginya berkali-kali (seperti sapi yang mengunyah makanannya sampai berkali-kali). Apa makna kata/ kalimat tersebut terhadap apa yang sedang Anda alami akhir-akhir ini.

Oratio (Berdoa) – Berbicaralah kepada Tuhan untuk merespons Firman-Nya dan teduhkanlah hati untuk mendengarkan-Nya. Sampaikan perasaan, pergumulan, rasa takut, khawatirmu kepada-Nya. Ungkapkanlah rasa syukur dan pujilah Dia atas Firman-Nya yang telah berbicara kepadamu. Ingat prinsip yang dikatakan Santo Benediktus, “oratio sit brevis er pura” yang berarti “doa sebaiknya singkat dan murni”. Hindarilah doa yang panjang-panjang dan bertele-tele. Sebaliknya gunakan kalimat pendek dan jelas.

Contemplatio (Kontemplasi/ Merenungkan) – Teduhkan hati, tutup mata, menarik napas dengan teratur, lalu baca ulang bacaan Alkitab tersebut dan kembali menerima Firman Tuhan. Dengarkan Firman Tuhan dengan mempergunakan intuisimu. Bawalah “kata” maupun “kalimat” yang Anda renungkan ke dalam keseharianmu untuk kembali direnungkan, didoakan, dan biarlah kata/kalimat itu mengalami kristalisasi di dalam dirimu.

JURNAL HARIAN
Menuliskan apa yang Anda dengarkan dari Tuhan sangat penting untuk memeriksa apakah itu berasal dari Dia atau dari dirimu sendiri. Jurnal Harian mempermudah Anda melihat benang merah pekerjaan Tuhan di dalam dirimu. Juga memperjelas apa yang Anda terima dari-Nya, dan mempertajam pendengaran spiritualmu terhadap pekerjaan Allah di dalam hidupmu.

SOLITUSI DI TENGAH SITUASI SULIT
Apa yang Anda lakukan di tengah situasi yang sulit? Akankah Anda berdiam diri, dan mengambil waktu untuk sendiri bersama Tuhan?

Yesus sering berdoa seorang diri (Luk. 4:42). Ketika Tuhan menjumpai Musa dalam semak-semak yang terbakar tetapi tidak hangus, Musa sedang seorang diri. Elisa menutup pintu ketika ia berdoa untuk seorang anak yang meninggal (2 Raj. 4:32-33). Petrus juga seorang diri ketika ia berdoa dan Tuhan memerintahkannya untuk melayani keluarga Kornelius.

HARUSKAH SAYA KHAWATIR?
Dalam bacaan yang singkat (Matius 6:25-34), empat kali Yesus mengatakan “Jangan kamu khawatir!” Orang banyak pada zaman Yesus bergumul dengan kebutuhan hidup seperti makanan dan pakaian. Sedangkan umumnya orang zaman sekarang lebih khawatir tidak bisa makan enak dan berpakaian keren.

Yesus tidak saja berkata, “Jangan Khawatir!”, tetapi Dia memberikan alasan mengapa kita tidak perlu khawatir.

Pertama, Tuhan adalah Tuan atas hidupmu (Mat. 6:24). Tuhan adalah Bapamu yang di surga (Mat. 6:26). Percaya bahwa Tuhan adalah Tuan atas hidupmu berarti percaya bahwa Dia memegang kendali atas hidupmu. Percaya bahwa Tuhan adalah Bapamu berarti berserah pada pemeliharaan dan kasih sayang-Nya.

Tuhan berkata, “Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di surga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? (Mat. 6:26). Pernahkah Anda melihat burung yang sangat mengkhawatirkan hidupnya ketika sedang bertengger di pohon? Burung-burung tidak khawatir, juga tidak bermalas-malasan. Burung burung tidak mengkhawatirkan wabah virus korona. Burung-burung tidak mengkhawatirkan masa depan mereka karena Bapamu (bukan bapa mereka) memelihara mereka. Bukankah kita lebih berharga daripada burung burung itu karena kita adalah anak anak Bapa yang di surga?

Kedua, kekhawatiran tidak mendatangkan manfaat. “Siapakah di antara kamu yang karena kekhawatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” (Mat. 6:27). Kekhawatiran tidak memperpanjang hidup kita.

Kita mengkhawatirkan banyak hal dalam hidup ini. Kita mengkhawatirkan perekonomian kita. Kita mengkhawatirkan tinggi badan dan berat badan kita. Kita mengkhawatirkan penampilan kita. Kita mengkhawatirkan banyak hal, bahkan kita tidak bisa berhenti khawatir. Kita sepertinya menderita wabah penyakit yang memperpanjang daftar kekhawatiran kita. Kita selalu merasa bahwa kita harus memegang kendali, baru kita dapat berhenti khawatir. Namun yang Tuhan inginkan adalah kita memercayakan hidup kita kepada-Nya. Biarlah Tuan dan Bapa kita memegang kendali hidup kita.

Ketiga, arahkan perhatianmu kepada Tuhan! Kekhawatiran muncul karena kita berfokus dan berpusat pada diri kita. Tuhan memberikan solusi terhadap kekhawatiran, yaitu arahkanlah hati kepada-Nya dan prioritaskanlah Kerajaan-Nya. God demands a full and complete surrender.

Keempat, berdoalah! Firman Tuhan berkata, “Janganlah khawatir akan hidupmu!” (Mat. 6:25). Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur (Filipi 4:6). Singkat kata, janganlah khawatir, tetapi berdoalah!

DI KALA HATIMU SEDIH BERAT
Di kala hidupmu terasa begitu berat dan Anda tidak sanggup berdoa, ingatlah perkataan Henry Blackaby, “God loves you. He knows you intimately. He knows how to pick you up when you fall. He wants to comfort you when you grieve. Even your best friends may not know what to say in times of deep heartache, but the Holy Spirit can reach the deepest recesses of your soul and bring comfort as no one else can.” (Tuhan mengasihimu. Dia mengenalmu dengan akrab. Dia tahu bagaimana mengangkatmu saat kamu jatuh. Dia ingin menghiburmu saat kamu berduka. Bahkan sahabatmu mungkin tidak tahu harus berkata apa ketika kamu sangat berduka, tetapi Roh Kudus dapat mencapai relung terdalam jiwamu dan membawa penghiburan seperti yang tidak bisa dilakukan orang lain).

Undanglah sahabat-sahabat Kristus untuk mendoakanmu. Dan yang terpenting lagi adalah memohon Roh Kudus mendoakanmu (Roma 8:26). Satu kisah menarik adalah ketika Iblis berniat jahat terhadap Simon Petrus, Yesus berdoa untuknya (Luk. 22:32). Bukankah lebih mudah bagi Yesus untuk mengalahkan roh jahat tersebut ketimbang berdoa buat Petrus? Namun penting bagi Petrus untuk bertumbuh, jadi Yesus harus membiarkan Petrus berproses. Jika demikian, sebenarnya Anda dapat berdoa memohon Roh Yesus Kristus mendoakanmu.

Doa tidak selalu mudah. Dalam dunia yang terbiasa dengan kesibukan, kita sulit berkonsentrasi untuk berdoa. Sebab kita mempunyai to do list yang sangat panjang. Pikiran kita selalu dipenuhi dengan “the next thing” sehingga kita sulit berkonsentrasi. Kita bagaikan anak kecil yang berlari untuk memeluk Tuhan, tetapi tangan kita penuh dengan barang-barang seperti koin, alat tulis, mainan, boneka beruang, mobil-mobilan sehingga kita tidak dapat melakukannya.

BAGAIMANA SAYA BERDOA?
Saya adalah orang yang tidak suka berdoa. Saya merasa doa hanyalah tugas orang-orang super rohani. Saya merasa doa adalah sesuatu yang sangat sulit dan sangat membosankan. Sama seperti yang pernah dirasakan oleh Sarah Byuti Cendana, saya sering harus memeras otak untuk memikirkan kata-kata doa. Saya sering kehabisan kata-kata di dalam doa. Sampai saya menyadari bahwa saya telah salah berdoa karena doa saya menjadi sangat egosentris. Sarah akhirnya belajar bahwa berdoa yang sesungguhnya bukan tentang dirinya, melainkan tentang Tuhan.

Selama ini, saya telah menjadikan doa sebagai sebuah aktivitas agama. Saya berdoa sebagai seorang Kristen dan bukan sebagai seorang anak Allah (kekristenan yang sesungguhnya). Saya bagaikan orang yang berseru, “Tuhan, Tuhan…” tetapi Dia menjawab, “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari hadapan-Ku” (Mat. 7:23). Saya merasa sudah berdoa, tetapi sebenarnya saya hanya mengucapkan kata-kata. Saya belum benar-benar berdoa karena saya tidak berelasi dengan-Nya. Saya adalah orang yang Tuhan katakan, “Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?” (Luk. 6:46). Saya berseru, “Tuhan, Tuhan!” tetapi saya tidak sungguh-sungguh berdoa.

Lalu saya mulai haus terhadap doa. Saya belajar bagaimana berdoa dari orang-orang yang mengkhususkan waktu berjam-jam setiap hari di dalam doa. Saya menyadari bahwa berdoa dimulai dari sebuah kerinduan yang mendalam. Sebuah kerinduan untuk berada di dalam hadirat-Nya. Karena itu saya berdoa, memohon Roh Kudus mengajar saya berdoa.

Saya mencoba mengkhususkan waktu untuk berdoa. Sebelum berdoa, saya menempatkan sebuah Alkitab (buku), sebuah buku tulis (jurnal rohani), sebuah pena dan sebotol minuman di meja. Saya mengambil posisi duduk yang nyaman dan berdiam diri serta mengatur pernapasan.

Saya mulai dengan memohon Roh Kudus mempersiapkan hati saya. “Tuhan, ini aku datang menghadap Mu, mohon Engkau mempersiapkan diriku untuk berdoa. Tuhan, ajarilah aku berdoa. Tuhan, tunjukkanlah kepadaku dosa dalam diriku yang tidak berkenan kepada-Mu.” Kemudian saya mengaku dosa dan memohon pengampunan berdasarkan dosa yang Tuhan tunjukkan kepada saya.

Saya tidak banyak berkata-kata, kecuali Tuhan sudah menempatkan kata-kata tersebut di dalam hati saya. Ketika saya mulai kehilangan konsentrasi, saya kembali memohon kepada-Nya untuk mengarahkan hati dan pikiran saya kepada-Nya. Terkadang saya menggunakan alat bantu berupa kayu salib yang biasa saya kenakan. Ketika saya mengarahkan perhatian kepada-Nya, saya seolah-olah melihat diri saya (dalam pikiran saya), tetapi bukan saya sekarang, melainkan saya dalam usia kanak-kanak sedang bersujud di hadapan-Nya. Momen tersebut bisa berhenti cukup lama dalam pikiran saya.

Ketika muncul dalam pikiran saya, hal-hal tertentu yang saya rasa Tuhan ingin saya doakan, saya mendoakannya. Ketika muncul dalam pikiran saya bagian Firman Tuhan tertentu, saya akan mencarinya dan membacanya. Ketika yang muncul berupa kata tertentu dalam Alkitab dan saya tidak ingat ada di bagian mana, maka saya akan menggunakan ponsel saya untuk mencarinya, membacanya dan merenungkannya. Terakhir baru saya menuliskannya di dalam jurnal rohani saya.

Proses dari mempersiapkan diri hingga berdoa dan menulis biasanya berdurasi 60-90 menit. Ketika saya pertama memulainya, saya hanya mencoba 5-10 menit setiap kalinya. Namun lama-kelamaan saya merasa waktu tersebut terlalu singkat, sehingga waktunya bertambah dengan sendirinya dari 15 menit, 20 menit, 30 menit dan seterusnya. Saya tidak memeriksa durasi ketika saya sedang berdoa. Saya pernah mengatur alarm 10-20 menit, tapi akhirnya saya berhenti mengaturnya karena saya malah kaget dan terganggu. Doa saya belum selesai ketika alarm sudah berbunyi.

Saya menemukan bahwa bagian yang paling indah dalam doa adalah menikmati kehadiran-Nya. Saya tidak perlu mengkhawatirkan dan memeras otak memikirkan apa yang harus saya katakan. Saya cukup berdiam diri menikmati kehadiran-Nya. Saya hanya berkata-kata seperlunya saja sehingga saya menyebut doa ini wordless prayer atau less words prayer (tanpa kata kata atau sedikit kata-kata).

1 April 2020 | PASTOR LAN YONG XING

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Teologia
  • Puasa: Laku Spiritual di Masa Prapaska
    Dalam perjalanan hidup sebagai seorang Kristen, pernahkah kita berpuasa? Meskipun puasa sudah tidak asing dipraktikkan oleh umat Allah pada...
  • Kasih Terbesar
    Hakikat Penderitaan Yesus Paska, dalam kebiasaan orang Kristen, kurang mendapatkan posisi yang kuat ketimbang Natal dengan segala gemerlap dan...
  • Yesus: Milik Muslim Atau Kristen?
    sebuah dialog untuk menemukan ujung pemahaman bersama dalam perbedaan
    Dialog Antar Iman Hidup bersama dalam perbedaan sebenarnya wajar. Masalah baru timbul manakala perbedaan itu dijadikan alasan untuk tidak...
  • Merengkuh Terang
    Allah Pencipta Terang … dan Gelap Sebagai hal yang diciptakan pada hari pertama (Kej. 1:3), terang memiliki peran yang...
  • Laborare Est Orare
    menyikapi dikotomi ‘berdoa’ atau ‘bekerja’
    ‘Ora et Labora’ Kita mengenal akrab dan sangat memahami idiom yang artinya ‘Berdoa dan Bekerja’ ini. Sebuah prinsip yang...