Kasih Terbesar

Belum ada komentar 142 Views

Hakikat Penderitaan Yesus

Paska, dalam kebiasaan orang Kristen, kurang mendapatkan posisi yang kuat ketimbang Natal dengan segala gemerlap dan hadiahnya. Padahal Paska adalah masa raya yang panjang dan penuh makna. Masa raya ini dimulai dari Rabu Abu sampai dengan Pentakosta.

Bukan hanya itu. Tiga hari suci (triduum), sering kali dimaknai dengan sangat kelam. Mulai malam Kamis Putih, Jumat Agung, dan Minggu Subuh Paska, acap kali dihayati dengan begitu gelap. Tak jarang, eksploitasi kekerasan penyaliban, tontonan yang begitu merendahkan, serta perkabungan dalam kepedihan yang mendalam, amat dimainkan dan didramatisasi.

Apa toh sebenarnya hakikat kematian dan kebangkitan Yesus? Apakah kesengsaraan-Nya menjadi fokus terdalam, apakah darah dan bilur bilur-Nya menjadi sesuatu yang begitu rupa perlu dipertontonkan? Bukankah malah melahirkan rasa ‘kasihan’ yang jauh dari intisari utama persahabatan Kristus dan upaya penyelamatan-Nya bagi dunia?

Karena begitu besar kasih Allah pada dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan anak-Nya yang tunggal. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang Sahabat yang mengorbankan nyawa-Nya. Inti terdalam dari kisah tiga hari suci adalah ‘kasih’ dan ‘persahabatan’. Memang benar, cara yang ditempuh Yesus adalah melalui darah dan kematian-Nya sendiri. Namun maksud dari segala penderitaan-Nya itu adalah kasih dan persabahatan sejati-Nya, bukan? Keteladanan-Nya berawal dari ‘pengosongan’ diri yang melahirkan kesiapan memberikan ‘pemenuhan’ bagi pihak lain, yaitu dunia. Inilah keagungan dan kasih terbesar dari penderitaan dan kebangkitan Yesus.

Perjuangan Kebajikan GKIPI

Tahun 2022 adalah tahun sosialisasi langkah lanjutan dari visi misi HTPP (Hidup Terbuka Partisipatif dan Peduli) yang kita jalani lebih kurang 10 tahun. Saat ini, di tengah situasi yang tak pasti, GKIPI diajak menuju dan mewujudkan Kerajaan Allah di dunia ini. Dalam termin pertama Masa Raya Paska 2022, GKIPI mengupas sisi kerapuhan manusia. Kerapuhan ini adalah sebuah keniscayaan dan makin kita sadari dengan adanya pandemi yang melanda. Tim Pendeta merancangkan tema-tema kerapuhan dan berfokus pada kerapuhan patogenis yang perlu diperangi oleh kita semua.

Pada termin kedua, mulai dari Kamis Putih sampai dengan Pentakosta, GKIPI akan membicarakan tentang persahabatan. Satu kebajikan yang berangkat dari teladan Kristus sendiri, yaitu bagaimana kehadiran Nya merengkuh kerapuhan manusia dan dunia, menguatkan dan menyelamatkan kita semua dari maut.

Memang benar, dalam perjalanan kehidupan, lawan dan kawan itu seperti terpisah oleh garis yang begitu tipis. Tak jarang karena kerapuhan manusia, lawan dengan mudah menjadi kawan, dan sebaliknya. Namun dengan mengacu pada kasih terbesar dari Yesus, kita akan belajar merangkul dan memeluk (embrace) sesama dan seluruh ciptaan untuk menciptakan keutuhan ciptaan di muka bumi ini, bersamaan dengan keadilan dan perdamaian.

Alur Memahami Persahabatan

Selama Kamis Putih sampai dengan Pentakosta, kita akan menggumulkan bersama kehidupan pribadi dan komunal dalam tema-tema yang spesifik tentang persahabatan. Beberapa ‘bocoran’ agar kita dapat mempersiapkan diri dan menggumulkannya bersama tertuang dalam esensi persahabatan berikut ini.

Right or wrong is my best friend?

Apakah kita harus membela sahabat kita? Tentu! Namun pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana membelanya dan untuk apa. Persabahatan memang dipenuhi oleh kuatnya ikatan satu dengan yang lain. Namun, pembasuhan merupakan panggilan persahabatan. Seorang sahabat harus bersedia mengapresiasi dan membela ketika sahabatnya bertindak baik dan benar. Namun ketika ia salah, sahabat yang baik tidak akan membelanya dengan membabi buta, tetapi bersedia terlibat dalam ruang pemulihan.

Perang kepentingan

Persahabatan kadang-kadang rusak karena adanya perang kepentingan. Kekacauan terjadi saat satu dengan yang lain saling mengeksploitasi untuk kebahagiaan salah satu pihak. Seorang sahabat sejati tidak akan melakukannya. Satu dengan yang lain akan saling menopang dan memberi diri demi kebaikan sahabatnya.

Bangun Geng?

Di masa muda, sering kali persahabatan itu melahirkan keeksklusifan. Geng dan kelompok khusus dengan identitas khusus sering kali tampak di sana sini. Tak jarang, satu geng dengan yang lain berantem, bahkan sampai berjatuhan korban jiwa yang sia-sia demi mempertahankan keeksklusifan kelompoknya. Persahabatan yang sejati bukan menguasai, melainkan memperluas cinta kasih. Persahabatan sejati selalu membuka diri untuk menjadi kelompok yang siap menerima orang baru dengan beragam keunikan dan kerapuhan. Bagaimana dengan gereja? Apakah gereja merupakan tempat yang eksklusif? Seharusnya tidak! Yesus berbicara dengan banyak orang yang dianggap kafir dan najis, bukan? Ia menerima semua orang. Sekali lagi, semua orang tanpa terkecuali. Bagaimana dengan gereja masa kini?

Musa Sahabat Allah

Kisah Musa dikenal oleh agama Samawi. Kisahnya menjadikan namanya begitu besar di kalangan agama yang lahir di Timur Tengah. From Zero to Hero. Dari anak buangan menjadi anak raja. Dari pesakitan menjadi utusan Allah. Itulah buah persahabatannya dengan Allah. Kelemahan Musa diterima Allah dan Allah memperlengkapi serta memberinya kemampuan untuk berkarya bagi pembebasan bangsanya.

Lazarus, sahabat yang bisu.

Lukisan gereja lama tentang Lazarus adalah sosok yang berdiri di pinggir, tersembunyi, dan tak ada catatan percakapannya dengan Yesus dalam Alkitab. Namun Yesus menangisi kematiannya. Yesus begitu kehilangan. Begitu dekatkah Yesus dengan Lazarus padahal ia tak banyak bicara? Persahabatan bukan dibangun dengan hanya kata, tetapi dengan karya, bukan?

Ekskomunikasi

Dahulu gereja mengenal istilah siasat gerejawi atau penggembalaan khusus untuk membuang seseorang dari komunitas orang percaya. Tujuan dasariahnya baik, yaitu memberi kesempatan bertobat. Namun di masa lampau banyak alasan suka tidak suka yang kemudian dikemas dalam bahasa surga, tetapi justru menjauhkan seseorang dari kasih Bapa dengan ekskomunikasi. Persahabatan selalu berusaha merengkuh, bukan membuang. Seorang sahabat tidak pernah memiliki gaya bertinju yang defensif sekaligus ofensif. Sahabat selalu berusaha menjaga yang dekat dan mendekatkan yang jauh. Membuat seseorang tetap terasing adalah sebuah dosa yang sangat jahat, apalagi saat ia berada di sekitar kita tetapi seperti tidak tampak dalam pandangan.

Penasaran kelanjutannya? Mengutip presenter televisi, saya ingin berkata, “Jangan ke mana-mana! Teruslah bersama GKIPI dalam ibadah Minggu dan acara-acara Masa Raya Paska untuk memahami lebih dalam makna persahabatan dan menghidupinya sebagai kebajikan kehidupan iman bersama dengan Sang Kristus!

|PDT. BONNIE ANDREAS

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Teologia
  • Puasa: Laku Spiritual di Masa Prapaska
    Dalam perjalanan hidup sebagai seorang Kristen, pernahkah kita berpuasa? Meskipun puasa sudah tidak asing dipraktikkan oleh umat Allah pada...
  • Yesus: Milik Muslim Atau Kristen?
    sebuah dialog untuk menemukan ujung pemahaman bersama dalam perbedaan
    Dialog Antar Iman Hidup bersama dalam perbedaan sebenarnya wajar. Masalah baru timbul manakala perbedaan itu dijadikan alasan untuk tidak...
  • Merengkuh Terang
    Allah Pencipta Terang … dan Gelap Sebagai hal yang diciptakan pada hari pertama (Kej. 1:3), terang memiliki peran yang...
  • Laborare Est Orare
    menyikapi dikotomi ‘berdoa’ atau ‘bekerja’
    ‘Ora et Labora’ Kita mengenal akrab dan sangat memahami idiom yang artinya ‘Berdoa dan Bekerja’ ini. Sebuah prinsip yang...
  • Mengasihi Sesamaku
    Mengasihi Sesamaku
    Siapakah yang pernah membayangkan bahwa kehadiran pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) ternyata telah mengubah tatanan dunia dalam waktu singkat?...