media sosial

Pengorbanan

Sebuah refleksi memahami Yohanes 3:16

Belum ada komentar 107 Views

Kisah Pak Juari dan Samsul

Pak Juari adalah seorang penjaga pintu perlintasan kereta api. Pintu perlintasan yang dijaganya adalah pintu perlintasan besar, yang menggunakan mesin-mesin penggerak yang dioperasikan secara manual. Telah lebih dari 20 tahun Pak Juari menjalankan tugasnya dengan baik, menjaga keselamatan umum dengan mengoperasikan palang pintu perlintasan untuk menghindarkan kecelakaan yang tidak diharapkan antara kereta api dan kendaraan lain yang jalannya saling menyilang di perlintasan.

Suatu hari Samsul, anak Pak Juari, yang sedang bermain di sungai dekat perlintasan melihat bahwa kereta api dari stasiun berjalan lebih cepat karena lampu tanda perlintasan masih menunjukkan warna hijau. Samsul segera berteriak mengingatkan ayahnya bahwa kereta berjalan lebih cepat. Karena kebisingan dan ramainya kendaraan di sekitar posnya, ayahnya tidak mendengar teriakan Samsul. Samsul segera berlari memanjat tebing sungai menuju pos ayahnya sambil terus berteriak-teriak, tapi ayahnya tetap tidak mendengarnya.

Sesampai Samsul di dekat mesin penggerak palang, barulah ayahnya mendengar teriakannya dan segera bersiap untuk bertindak. Samsul berhenti berdiri di sana agar tetap bisa melihat datangnya kereta api. Kereta yang semakin mendekat membuat Samsul panik dan tetap berteriak mengingatkan supaya ayahnya lebih cepat lagi. Tak ada yang menyangka sebelumnya, Samsul terpeleset masuk ke ruang mesin penggerak palang yang terdiri atas roda-roda gigi yang bergerak memutar berlawanan. Pak Juari sangat terkejut melihat hal itu, namun pada saat yang bersamaan ia melihat kereta yang mendekat secara cepat.

Benaknya berputar cepat untuk memutuskan tindakan. Menyelamatkan anaknya yang terperosok dan terancam terjepit bahkan tergilas mesin atau menyelamatkan ratusan nyawa lain di kereta api dan kendaraan-kendaraan yang melintas? Samsul adalah anak laki-laki satu-satunya, kelahirannya ditunggu lama, ia baik, cerdas dan menjadi kebanggaannya. Samsul adalah permata hati dan tujuan hidupnya. Kalau tidak diselamatkan lebih dulu, maka ia akan kehilangannya selamanya. Sementara ratusan nyawa di kereta api dan kendaraan yang lain barangkali dimiliki oleh orang-orang yang tidak berhubungan sama sekali dengan kehidupannya. Bisa jadi mereka adalah para koruptor, pengguna narkoba, orang-orang yang tidak memedulikan orang lain, bahkan sangat mungkin mereka adalah orang-orang jahat yang merugikan orang lain. Sangat tidak sebanding dengan Samsul, anak semata wayangnya yang begitu berharga baginya dan yang sekarang berada beberapa langkah di depannya, didekap bahaya dan menunggu pertolongannya.

Pak Juari memang tidak punya cukup waktu untuk menunda tindakan. Ia harus menjalankan prioritasnya. Tugasnya sebagai penjaga keselamatan umum memanggilnya untuk segera bertindak menunaikan tugasnya. Di bawah tatapan dingin dan meremehkan dari seorang anak jutawan yang manja, asosial dan pecandu narkoba di dalam kereta, dengan berurai air mata yang membanjir, pak Juari menggerakkan tuas menutup palang perlintasan. Seiring dengan roda-roda gigi mesin yang bergerak menjepit dan menggilas Samsul, palang lintasan kereta itu turun menutup lintasan. Kereta api melintas dengan selamat dan terhindar dari kecelakaan melawan kendaraan-kendaraan yang sekarang berhenti di belakang palang, meninggalkan Samsul yang tewas tergilas di antara roda-roda mesin itu serta Pak Juari yang meratapinya dengan pilu.

Refleksi

Bila berada dalam posisi Pak Juari, apa yang kira-kira akan Anda lakukan? Keputusan seperti apa yang akan Anda ambil? Mencoba memahami dilema Pak Juari: bayangkan bahwa pada suatu kesempatan anak Anda yang terkasih berada dalam kondisi butuh pertolongan dan diselamatkan, tetapi karena alasan moral, tugas atau kepentingan umum, maka masih harus dipertimbangkan mana yang harus diprioritaskan. Menolong anak Anda dan mengorbankan kepentingan umum ataukah mendahulukan keamanan dan keselamatan orang banyak sehingga mengorbankan anak Anda? Masuk akalkah berkorban bagi orang-orang yang belum tentu lebih baik dan lebih bernilai dari anak Anda, tidak Anda kenal, bisa jadi jahat dan merugikan bagi orang lain, bahkan mungkin orang-orang yang membenci, merugikan bahkan hendak membunuh Anda. Bahkan sekalipun seandainya keselamatan orang-orang itu sangat tergantung dari keputusan dan tindakan Anda dalam menyikapi keberadaan anak Anda. Artinya keselamatan mereka sangat tergantung pada kesediaan Anda menukar dengan keselamatan anak Anda. Bersediakah Anda?

Itu pasti menjadi dilema yang sangat berat bagi Anda yang memahami arti tugas, moral, kasih sayang, pengorbanan, dan kemanusiaan. Tetapi menjadi sangat mudah bagi Anda yang egois, tidak peduli dan mementingkan kepentingan sendiri dalam hidup. Dengan mudah Anda akan menjawab: “Hanya orang gila yang mau mengorbankan anaknya demi orang lain”. Itu sangat bisa dipahami dan manusiawi sekali. Bahkan kalau boleh memilih, itulah yang akan kita pilih dan lakukan. Buat apa mengorbankan anak kita yang sangat berharga bagi keselamatan orang-orang yang tidak kita kenal bahkan tidak memedulikan kita?

Memahami Yohanes 3:16

Kecintaan dan kerinduan Allah akan kembalinya manusia ke dalam pelukan dan haribaan-Nya membuat-Nya menunggu (mungkin dengan perasaan jenuh) sepanjang sejarah umat manusia. Allah begitu bersabar memberi kesempatan kepada manusia untuk berupaya menemukan jalannya sendiri datang kepada-Nya. Bahkan dalam penggal sejarah tertentu, Allah benar-benar melibatkan Diri dan karya-Nya di antara manusia, sehingga Ia benar-benar menjadi Allah yang Menyejarah. Hal itu dilakukan untuk menyatakan kehendak dan kerinduan-Nya secara langsung dan nyata agar manusia bisa hidup berpadanan dengan tatanan yang Allah berikan, sehingga manusia bisa hidup layak di hadapan-Nya. Berbagai peristiwa digunakan dan diperkenan Allah untuk terjadi demi mengajar dan mengingatkan manusia akan keberadaan-Nya, sehingga manusia benar-benar memperhitungkan-Nya dalam setiap keputusan dan tindakan hidupnya. Peristiwa jatuh-bangunnya manusia dalam pemberontakan serta pertobatannya dilihat, diperhatikan, disertai dan dimaklumi Allah dengan kesabaran yang tidak terukur. Meskipun demikian, manusia tidak juga berhasil meretas jalan untuk datang, bahkan sekadar mendekat pada ujung jalan penantian Allah yang sudah dipersiapkan-Nya dengan penuh kasih, kerinduan, dan kesabaran.

Ketika sejarah manusia tidak menunjukkan hasil atau upaya manusia untuk datang lebih mendekat kepada Allah, maka terbayanglah akhir perjalanan kemanusiaan yang diciptakan Allah dengan penuh kemuliaan ini, yakni kehancuran dan kematian abadi. Semakin maju kebudayaan dan kemampuan kemanusiaannya ternyata bukannya membuat manusia mendekat ke kerinduan dan Jalan Allah, melainkan malah membawanya makin jauh meninggalkan cita-cita Allah untuk membawanya datang kembali kepada-Nya. Manusia makin merasa tidak membutuhkan Allah. Manusia makin jauh terperosok kepada jalan kematian karena dosa-dosanya. Manusia makin tersesat jauh sehingga tidak mampu lagi menemukan jalan untuk kembali kepada Allah.

Allah melihat dengan penuh keprihatinan akan hal itu. Di tengah ketidaksadaran manusia akan ujung perjalanan sejarahnya, Allah berupaya keras mencarikan jalan supaya manusia bisa diselamatkan dari kehancuran dan kematiannya. Menyelamatkan dan membawa manusia kembali kepelukan-Nya adalah ‘harga mati’ bagi Allah. Meskipun dari sejarah dan pengalamannya manusia tidak cukup punya bekal untuk setia, taat serta berbakti kepada Allah, tetapi Allah tetap mengasihi mereka dengan cinta yang tidak berubah sejak dahulu, cinta Agape. Cinta tak bersyarat yang hanya mampu dimiliki oleh Allah sendiri. Cinta yang tidak membutuhkan balasan, bahkan cinta yang tetap pada hakikatnya meskipun dibalas dengan pengkhianatan dan penyangkalan.

Pada akhirnya Allah menyimpulkan bahwa karya keselamatan tidak akan pernah bisa dan mampu datang dari inisiatif manusia. Oleh karenanya Allah berprakarsa merancang karya keselamatan itu sebagai upaya mengatasi ketidakmampuan manusia. Manusia harus ditebus, karena tidak mampu membebaskan dirinya sendiri. Manusia harus dimenangkan karena tidak mampu bangkit sendiri. Karena oleh satu orang manusia telah jatuh ke dalam dosa, maka oleh satu orang pula manusia harus ditebus dari dosa itu. Tetapi siapakah manusia yang cukup layak, seimbang, sebanding dan mampu menjadi korban tebusan bagi manusia? Dosa manusia tidak mungkin ditebus oleh manusia yang berdosa juga. Kematian yang sudah menjadi bagian manusia tidak mungkin dimenangkan oleh manusia lain yang juga berada di bawah kuasa kematian. Oleh karenanya ‘manusia’ penebus dosa dan kematian umat manusia itu haruslah tidak berdosa dan tidak di bawah kuasa kematian. Yang menjadi korban penebusan haruslah dia yang paham benar akan arti cinta Allah kepada manusia dan yang sekaligus menghayati bahwa penebusan itu berharga sangat mahal yang bahkan dengan sadar dan rela harus dilakukan melalui pengorbanan nyawanya sendiri. Lalu, siapa dia?

Melihat kriterianya maka tidak akan pernah ada manusia sesuci, semulia, dan sehebat apapun yang sanggup, bahkan seandainya itu malaikat sekalipun. Dia haruslah datang dari Allah, Dia haruslah bagian dari Allah, dan Dia haruslah Allah sendiri. Oleh karenanya prakarsa keselamatan itu dilaksanakan oleh Allah sendiri dengan berinkarnasi menjadi manusia, karena ‘sebab’ penebusan harus oleh manusia, yang turun ke dunia dan hidup dan berkarya di antara manusia serta rela berkorban mati menjadi tebusan bagi keselamatan manusia yang percaya kepada-Nya. Yesus pribadi mulia yang meninggalkan surga, memasuki kehinaan kehidupan manusia yang diperjuangkan kehidupan dan keselamatannya, dan rela mati disalib menjadi korban bagi keselamatan manusia yang berdosa, tidak taat, tidak berbakti, menghina, menolak, bahkan membunuh-Nya. Keselamatan itu diberikan sekali untuk selamanya. Ditawarkan secara universal kepada manusia siapapun. Namun hanya mereka yang percaya saja yang akan mendapatkan anugerah keselamatan serta kehidupan kekal itu.

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16).

• Sujarwo

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Edukasi
  • THE ART OF LISTENING
    Menjadi pendengar yang baik? Ah, semua juga bisa! Tapi apakah sekadar mendengar bisa disamakan dengan menjadi pendengar yang baik?...
  • To infinity and beyond!
    Saya salah satu penggemar petualangan seru dan epik dari Buzz Lightyear dan Woody, sahabatnya (Film: Toy Story 1995). Buzz...
  • Antara Si Badu & Akhir Tahun
    Antara Si Badu & Akhir Tahun
    Selamat pagi, siang, sore, dan malam. Menjalani setiap hari dengan rutinitas yang sama, sampai tiba saatnya Natal dan Tahun...
  • WOMEN ON FIRE
    Perempuan Warga Kelas Dua Sepertinya dari dulu perempuan cenderung ditempatkan sebagai warga kelas dua dalam status sosial. Hal ini...
  • Doketisme
    Doketisme
    doktrin keilahian yang kebablasan
    Fanatisme Spiritualitas Fanatisme sebuah spiritualitas yang secara berlebihan menekankan hal-hal tertentu dan kurang menganggap penting hal-hal lain, sering kali...