N.I.A.T

Belum ada komentar 41 Views

Tentu kita masih ingat beberapa bulan yang lalu saat hampir semua kegiatan terhenti akibat pandemi COVID-19. Banyak sekali saran, terutama mengenai bagaimana kita meningkatkan daya tahan tubuh agar tidak mudah tertular virus korona, salah satunya dengan berjemur.

Tentang berjemur ini, banyak pendapat yang beredar— terutama di media sosial— khususnya mengenai jam berapa dan berapa lama paling efektif melakukannya. Ada yang mengatakan antara pukul 10.00 sampai 13.00, ada lagi yang mengatakan sebaiknya dilakukan sebelum pukul 10.00, ada juga pendapat bahwa berjemur sebaiknya dengan melihat UV index, dan masih banyak lagi pendapat lainnya.

Dengan beredarnya saran untuk berjemur ini, banyak sekali orang yang mendadak suka berjemur, sehingga sekitar pukul 10 pagi suasana di kompleks perumahan menjadi sangat ramai. Hampir semua orang keluar rumah untuk berjemur. Bukan hanya sekadar berjemur, melainkan banyak pula yang melakukannya sambil berolahraga, baik berjalan kaki, jogging sampai berlari. Acara berjemur ini juga menjadi ajang saling mengenal karena sering ketemu, dan menjadi acara olahraga bersama.

Namun, suasana ini ternyata tidak bertahan lama. Pada minggu kedua dan ketiga sudah mulai berkurang, dan pada bulan pertama kita sudah bisa melihat siapa-siapa saja yang dengan konsisten melakukan aktivitas berjemur dan berolahraga. Ya, orangnya itu-itu saja, dan hanya sebagian kecil, selebihnya mungkin sudah bosan dan merasa cukup, apalagi kegiatan lain sudah mulai berjalan.

Pada masa PSBB Transisi, Pemerintah DKI mengeluarkan peraturan denda sebesar 250 ribu rupiah bagi orang yang tidak menggunakan masker di tempat umum. Sampai dengan tanggal 4 Agustus yang lalu, uang denda yang terkumpul sudah lebih dari 2 miliar rupiah, artinya ada sekitar 8.000 orang yang tidak menggunakan masker di tempat-tempat umum.

Apakah ini berarti sebagian masyarakat sudah tidak mau lagi mengikuti protokol kesehatan, atau sudah bosan melakukan kebiasaan baru—dalam hal ini menggunakan masker—atau sudah tidak punya niat untuk secara konsisten melakukannya, atau karena alasan-alasan lainnya. Sebagian orang meyakini bahwa virus ini tidak terlalu membahayakan, terlihat dari kecilnya persentase orang yang meninggal, sehingga mereka beraktivitas seperti biasa, sebagaimana sebelum terjadinya pandemi ini.

Melihat kenyataan seperti ini, saya teringat pada Rule 21/90 atau rumus 21/90, untuk membangun kebiasaan, yaitu “it takes 21 days to build or brake a habit and takes 90 days to create a lifestyle”, butuh 21 hari untuk membangun atau menghilangkan sebuah kebiasaan dan butuh 90 hari lagi untuk menjadikannya sebagai gaya hidup.

Kebiasaan berjemur atau berolahraga akan terbentuk dalam 21 hari, tetapi kalau ingin menjadi gaya hidup, maka kita perlu melakukannya terus menerus selama 90 hari lagi secara konsisten. Untuk bisa melakukannya secara konsisten, maka perlu niat. Kalau tidak ada niat atau dorongan untuk melakukannya, pasti tidak akan terjadi. Jadi, tidak heran kalau hanya sedikit orang yang mempunyai gaya hidup berjemur sambil berolahraga atau berolahraga sambil berjemur.

Memasuki kehidupan di era New normal ini, kita tidak cukup hanya memiliki kebiasaan baru, tapi harus juga mempunyai gaya hidup baru. Apakah itu mudah? Bisa ya bisa tidak, tergantung dari niat kita. Ketika PSBB dilonggarkan, masyarakat yang sebelumnya sangat taat pada protokol kesehatan—seperti memakai masker, rajin mencuci tangan, dan menjaga jarak—ikut-ikutan melonggarkan diri dari protokol kesehatan. Masker jarang dipakai, jarang mencuci tangan, dan jarak pun tidak dijaga lagi, seolah-olah pandemi COVID-19 ini sudah selesai. Akibatnya, gaya hidup baru tidak diperoleh, kebiasaan lama kembali lagi, dan angka penularan makin banyak.

Hal ini juga sejalan dengan pertanyaan beberapa anggota jemaat mengenai kapan gereja melaksanakan kembali ibadah secara tatap muka. Mungkin ada beberapa orang yang beranggapan bahwa mengikuti ibadah online serasa tidak pergi ke gereja, apalagi di GKI Pondok Indah ibadah online ini sudah berjalan lebih dari 5 bulan. Ada yang sudah merasa bosan, ada yang sudah kangen beribadah di gedung gereja, bertemu dengan teman, sahabat dan sesama anggota jemaat lain.

Kalau kita kembali kepada Rule 21/90, kebiasaan baru belum sepenuhnya terjadi, apalagi gaya hidup baru. Hanya sebagian kecil yang sudah mempunyai gaya hidup baru sesuai dengan situasi kenormalan baru saat ini. Sama seperti mereka yang memiliki niat dan konsisten melakukan kegiatan berjemur dan/atau berolahraga, hanya sebagian kecil. Mengubah gaya hidup memang tidak mudah, butuh niat dan konsistensi yang terus menerus. Salam damai.•

| SINDHU SUMARGO

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Artikel Lepas
  • Kami Juga Ingin Belajar
    Di zaman ini, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat, manusia justru diperhadapkan dengan berbagai macam masalah...
  • KESAHAJAAN
    Dalam sebuah kesempatan perjumpaan saya dengan Pdt. Joas Adiprasetya di sebuah seminar beberapa tahun lalu, ia menyebutkan pernyataan menarik...
  • Tidak Pernah SELESAI
    Dalam kehidupan ini, banyak pekerjaan yang tidak pernah selesai, mulai dari pekerjaan yang sederhana sampai pekerjaan rumit seperti mengurus...
  • Mengenal Orang Farisi
    Bedah Sejarah Israel Di Masa Yesus
    Arti Kata Farisi Kata Farisi—yang sering diterjemahkan sebagai ‘memisahkan/terpisah’— menunjukkan sikap segolongan orang yang memisahkan diri dari pengajaran—bahkan pergaulan—...
  • Mengenal Sosok Herodes
    Bedah Sejarah Israel Di Masa Yesus
    Herodes dalam Injil Banyak orang tidak terlalu menaruh perhatian pada sosok Herodes dalam Injil. Kebanyakan mereka hanya tahu bahwa...