Menyikapi Kematian

Belum ada komentar 866 Views

Bapak Pendeta yang baik,
Bagaimana sebaiknya merespons dan menyikapi kematian? Saya berasal dari kepercayaan lain dan belum lama menjadi Kristen:

  1. Apakah jenazah orang Kristen yang telah meninggal boleh dikremasi? Untuk jawaban ‘YA’ atau ‘TIDAK’, apa alasan masing masing?
  2. Kalau harus berduka dan meratap, sampai kapan hal itu kelazimannya?
  3. Dalam penghayatan iman Kristen, apakah kematian merupakan ‘kekalahan’ atau ‘kemenangan’?
  4. Apakah kita seharusnya mengucapkan turut ‘berdukacita’ ataukah turut ‘berbelasungkawa’, dan apa arti serta implikasi dari masing-masing ungkapan itu?
  5. Jika melakukan ziarah ke kubur, bagaimana dan untuk siapa kita berdoa?
  6. Jika mengadakan acara peringatan kematian seseorang, kira-kira apa tujuannya? Apa isi acaranya? Mengunggah makna apa? Atau sebenarnya tidak perlu/tidak boleh.

Demikian pertanyaan-pertanyaan saya, maaf jika terkesan bawel. Saya hanya berusaha mendapatkan pengertian yang benar dan jangan salah bertindak. Terima kasih atas kesediaan Bapak menjawabnya.

Hormat saya, Baliyan Sugita

Jawab: Bapak Sugita yang saya kasihi, Selamat datang dalam komunitas kristiani….

Kekuatan ajaran Kristen, selain tentang kasih dan kerajaan Allah, juga tentang kepastian keselamatan di balik kematian. Baiklah, saya akan menjawab pertanyaan Pak Sugita:

1. Apakah orang Kristen bisa dikremasi?
Orang Kristen yang meninggal bisa dikremasi selain dimakamkan. Tentu ada orang Kristen yang tidak mau dikremasi, biasanya mereka mengacu pada Kej. 3:19 “…. sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil, sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.” Bukankah di situ tertulis bahwa manusia akan kembali lagi menjadi tanah? Bagaimana kalau dikremasi? Yang menarik, ayat tersebut tidak berhenti pada pernyataan ‘kembali menjadi tanah’ tetapi dilanjutkan dengan pernyataan ‘sebab engkau debu dan akan kembali menjadi debu’. Nah, ayat lanjutan inilah yang dipakai oleh mereka yang setuju dengan kremasi. Orang Kristen yang tidak setuju kremasi biasanya juga mempertanyakan tentang ‘kebangkitan orang mati’. Dalam hal ini, Paulus menegaskan bahwa ‘kebangkitan orang mati’ tidak ada hubungannya dengan dimakamkan atau dikremasi, karena yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah (1 Kor. 15:44, “Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah….”). Bahkan kata ‘ditaburkan’ patut diduga justru mengacu pada kegiatan kremasi. Apapun itu, kita sebagai orang Kristen bebas memilih. Silakan mana yang paling sesuai dengan keyakinan kita. Selain itu, jika mengacu pada kebiasaan yang tertulis dalam Alkitab, maka orang yang meninggal itu dimakamkan. Yang dibakar (dikremasi) hanya orang yang melakukan dosa tertentu (misalnya: zinah). Nah, orang yang keberatan dengan kremasi memakai juga alasan ini. Mereka mengikuti kebiasaan yang tertulis dalam Alkitab. Namun harus diingat, dalam Alkitab tidak ada larangan spesifik, bahwa orang Kristen itu tidak boleh dikremasi. Jadi ya terserah keyakinan masing masing saja.

2. Kita berduka sampai kapan? Apakah kematian itu ‘kekalahan’ atau ‘kemenangan’?
Dalam budaya kita memang ada kedukaan sampai 3 hari, 40 hari, 1000 hari. Namun secara iman, kita menghayati bahwa hal itu bukan sebagai kedukaan, melainkan upaya pendampingan pastoral. Kita tahu, bahwa suasana kehilangan itu baru terasa bukan pada saat kekasih kita meninggal dunia, melainkan setelah itu. Ketika para sanak saudara sudah kembali ke tempat masing-masing, maka baru terasa kekosongan dan kehilangan itu begitu nyata. Dalam situasi itulah gereja bisa mengadakan semacam ibadah yang tujuannya lebih kepada pendampingan pastoral kepada yang berduka. Sedangkan prinsip iman sudah jelas, bahwa kematian bukanlah kekalahan bagi orang beriman, sebab di dalam Kristus, kematian adalah jembatan untuk masuk ke dalam kemuliaan. Rasul Paulus dalam 1 Kor. 15:55, menegaskan, bahwa di dalam Kristus, maut sudah dikalahkan sehingga kematian menjadi cara Allah membawa orang Kristen yang meninggal masuk ke dalam kemuliaan surgawi. (“Hai maut, di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?”)

3. Apakah dalam kedukaan kita sebaiknya mengucapkan ikut berdukacita atau berbelasungkawa?
Sama saja, karena keduanya itu artinya sama. Jadi ya silakan dipilih mana yang lebih nyaman. Ucapan itu tidak melanggar keimanan kita. Memang secara iman, kematian adalah saat kemenangan, tetapi secara manusiawi, tetaplah ada kesedihan dalam diri keluarga atau orang yang ditinggalkan kekasih yang meninggal dunia.

4. Bagaimana dengan ziarah kubur dan peringatan kematian seseorang?
Ziarah kubur adalah mengenang mereka yang telah meninggal. Tidak perlu ada doa karena hanya mengenang. Kalaupun mau ada doa lebih pada komitmen atau janji kepada Tuhan untuk mengikuti kebaikan mereka yang telah meninggal. Dalam agama Kristen tidak dikenal peringatan kematian seseorang. Hal itu adalah budaya yang ada di sekitar kita. Gereja bisa mengikuti budaya tersebut, tetapi memberi arti baru, bukan memperingati mereka yang meninggal, tetapi lebih kepada ucapan syukur atas penyertaan Tuhan dalam hidup yang sudah dijalani meski tanpa kehadiran almarhum/almarhumah.

Saya kira, itu yang bisa saya jawab, semoga membantu Pak Sugita untuk makin memahami pandangan agama Kristen tentang kematian. Kalau masih ada yang mau ditanyakan, silakan bertanya lagi ya? Tuhan memberkati kita semua!•

|PDT. EM. RUDIANTO DJAJAKARTIKA

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Pastoralia
  • KAMI BERTANYA
    KAKAK PENDETA MENJAWAB
    Kak, kenapa kalau saya disuruh ikut doa sama papa mama kok ngantuk terus nggak konsentrasi, apalagi kalau doanya lama?...
  • Yesus yang Sulung
    Bapak Pendeta yang baik, Mohon pencerahan dari Bapak perihal kebangkitan orang mati. Dalam Kolose 1:18 dikatakan bahwa: Ialah kepala...
  • Kerajaan Surga vs Kerajaan Allah?
    Bapak Pendeta yang baik, 1. Apakah sebenarnya yang disebut dengan Kerajaan Allah itu? Samakah ia dengan Kerajaan Surga? Saya...
  • Tentang Hari Sabat
    Bapak Pendeta yang baik, Mohon pencerahan dari Bapak Pendeta atas kebingungan serta ketidakmengertian saya supaya iman dan ibadah saya...