Bulan keluarga, adalah bulan untuk menghayati kehidupan berkeluarga. Dalam bulan keluarga kita sebagai keluarga diajak untuk kembali merenungkan peran kita sebagai keluarga dalam terang Alkitab. Mau tidak mau pikiran kita lalu diarahkan untuk sekali lagi melihat kisah-kisah keluarga yang disaksikan dalam Alkitab. Tentu kita berharap akan menjumpai kisah-kisah keluarga yang baik dan dapat menjadi teladan bagi kita dalam hidup berkeluarga. Tetapi sayangnya, sejak awal, dalam kisah penciptaan, Alkitab justru menyaksikan sebuah kisah keluarga yang jauh dari harapan kita.
Keluarga pertama, yaitu keluarga Adam adalah sebuah keluarga yang penuh dengan konflik. Adam yang tidak mau bertanggung jawab atas keputusannya dan melempar kesalahan kepada Hawa, bahkan kepada Allah sendiri (Kej. 3:12). Selanjutnya, relasi anak-anak mereka (Kain dan Habil) adalah sebuah relasi yang diwarnai dengan kecemburuan bahkan pembunuhan (Kej. 4:5,8). Begitu juga kisah-kisah keluarga selanjutnya, juga merupakan kisah keluarga yang ternyata penuh dengan berbagai kelemahan.
Di sinilah upaya kita untuk mencari teladan lalu bermuara pada kekecewaan. Sulit sekali menjumpai kisah keluarga ideal dalam Alkitab. Kisah keluarga yang dapat menjadi teladan buat kita semua dalam membina hidup berkeluarga. Lalu bagaimana caranya kita membaca kisah-kisah keluarga yang disaksikan dalam Alkitab, agar kisah-kisah tersebut dapat menginspirasi kita untuk semakin mewujudkan hidup berkeluarga yang baik?
- Jangan mengawali dengan pendekatan moralis, mencari hal-hal baik untuk kita teladani. Pendekatan semacam ini seringkali bermuara pada kekecewaan, karena kisah-kisah keluarga dalam Alkitab itu ternyata merupakan kisah keluarga yang penuh dengan berbagai kelemahan.
- Mulailah dengan pendekatan teologis, carilah dan hayatilah Allah yang dengan kasih dan anugerah-Nya berkarya melalui dan di dalam keluarga-keluarga yang penuh dengan kelemahan itu. Allah yang selalu mau berkarya melalui keterbatasan manusiawi bahkan keberdosaan kita, untuk menyatakan kasih dan anugerah-Nya (Errore hominum providentia divina). Kita memang seringkali tidak mendapatkan teladan dari kisah-kisah keluarga dalam Alkitab, namun dengan melihat kepada Allah yang penuh kasih karunia, kita akan mendapat kekuatan baru untuk terus memperjuangkan kebaikan keluarga kita masing-masing. Kekuatan yang berasal dari sebuah kesadaran, bahwa Allah selalu hadir melalui kelemahan-kelemahan kita. Allah memahami keterbatasan kita, namun sekaligus dalam kasih karunia-Nya selalu mau bekerjasama untuk mengatasi berbagai kelemahan manusiawi kita.
- Tentu, pendekatan moralis tetap dapat kita lakukan, namun setelah kita membaca dengan pendekatan teologis. Pendekatan moralis dalam terang kasih dan anugerah Allah, tidak akan membawa kita pada kekecewaan, namun sebaliknya justru menyemangati kita untuk mewujudkan ‘sisi baik’ yang gagal dilaksanakan oleh keluarga-keluarga yang kisahnya ada dalam Alkitab.
Kisah-kisah keluarga yang disaksikan dalam Alkitab sesungguhnya adalah kisah keluarga kita masing-masing. Kisah keluarga yang kadang diwarnai dengan berbagai kelemahan, keterbatasan bahkan kegagalan untuk mewujudkan sebuah keluarga yang baik. Namun kita tetap dapat bersyukur bukan karena kegagalan itu, tetapi karena kita melihat Allah yang hadir di tengah kegagalan kita dan senantiasa menyemangati kita untuk bangkit dan kembali mewujudkan sebuah keluarga yang baik.
Pdt. Rudianto Djajakartika“Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (Ibrani 4:16).
1 Comment
lucy
September 21, 2010 - 6:33 pmi’m totally agree… jesus is the best… this article is awesome!!!