Melayani dengan Hati

Melayani dengan Hati

1 Komentar 8707 Views

Gagasan tema tahun pelayanan GKI Pondok Indah periode 2010/11 tentunya berawal dari evaluasi yang tidak saja terhadap periode tahun pelayanan sebelumnya, tetapi juga evaluasi menyeluruh atas berakhirnya periode Visi Misi 2000-2010 yang telah kita jalani selama ini. Dalam kurun waktu sepuluh tahun ini, jemaat kita telah berusaha sekuat tenaga untuk mencapai visinya. Tahun ini adalah tahun terakhir, yang memberi kita kesempatan untuk melakukan evaluasi menyeluruh, sekaligus merancang kembali visi sepuluh tahun ke depan.

Secara umum, Majelis Jemaat beserta segenap Badan Pelayanan telah berusaha sedemikian rupa untuk menanamkan arti kata peduli agar menjadi salah satu nilai utama dalam kehidupan anggota jemaat. Terlebih dari itu, berbagai pelayanan gerejawi diarahkan kepada program-program peningkatan kepedulian jemaat kita akan pembaruan manusia dan lingkungan, sebagai pengejawantahan misi Kerajaan Allah. Namun demikian, apakah kepedulian sudah menjadi “DNA” anggota jemaat pada umumnya? Seberapa besar partisipasi anggota jemaat yang tidak saja mengikuti kegiatan gereja, tetapi juga memiliki komitmen untuk terlibat dalam pengelolaan kegiatan dan terjun di dalam pekerjaan pelayanan gereja?

Di tengah keprihatinan pada kenyataan dan kesulitan hidup yang selama ini ada di sekitar kita, kita tetap berharap akan semakin banyaknya anggota jemaat yang terlibat dalam pengelolaan kegiatan dan pekerjaan pelayanan. Untuk itulah tahun pelayanan 2010/11 sebagai periode transisi menjadi penting. Melalui tema “Berkarya dengan Hati” (2 Kor 8:7), paling tidak terdapat dua hal utama yang hendak kita capai yaitu:

  1. Kegiatan kepedulian yang terstruktur, tepat guna dan melibatkan sebanyak mungkin warga jemaat, dan
  2. Persekutuan yang menjadi perjumpaan antar warga jemaat yang hangat, memberdayakan dan membangun relasi dengan Tuhan dan sesama.

Hal itu berarti, kita akan terus mengupayakan agar secara kuantitas terjadi pertumbuhan partisipasi aktif jemaat melalui khotbah, pembinaan, pelatihan dan kegiatan yang semakin banyak melibatkan anggota jemaat. Untuk itulah di bawah ini redaksi Majalah Kasut mencoba merangkum khotbah Pdt. Cordelia Gunawan dari GKI Puri Indah dalam Ibadah Minggu 7 Februari 2010 dengan tema “Dedikasi: Ini aku, utuslah aku”. Sebuah khotbah yang mengajar kita untuk dapat berkarya atau melayani dengan hati.

Pada Mulanya Adalah Ungkapan Syukur

Kisah panggilan Allah kepada Yesaya di dalam pasal 6 berawal dari kesadaran Yesaya akan ketidaklayakan dirinya ketika menjumpai Tuhan. Ia begitu maklum betapa najis dirinya, demikian pula bangsanya. Tetapi, hatinya mengungkapkan bahwa sedemikian besarnya kasih Tuhan yang mau menampakkan diri kepadanya. Dengan demikian, ia merasa mendapat kehormatan yang luar biasa untuk berjumpa dengan Allah (ayat 5). Kisah berlanjut dengan pengampunan dosa melalui Serafim dan pengutusan. Ia segera menyahut: “Ini aku, utuslah aku!”

Melalui kisah tersebut di atas, kita belajar melalui Yesaya bahwa ketika dipanggil ia tidak kabur, mikir-mikir, tetapi langsung menjawab karena ia sadar bahwa ia diampuni, diberkati, dan untuk itu perlu mengucap syukur. Marilah kita merenungkan arti dedikasi. Tuhan telah mengampuni dan memberkati. Saat tawaran pelayanan datang, kita sering lupa bahwa hal tersebut merupakan kehormatan, bukan beban. Kita tidak akan pernah layak! Betapa sering kita menunda, merasa punya beban, dan tidak menyadari bahwa kita adalah utusan Tuhan.

Bila kita diberi kesempatan, jangan lari dari kehormatan yang telah Tuhan berikan tetapi terimalah dan jalanilah dengan sukacita. Sudahkah kita menyatakan bahwa kita, sebagai anak Tuhan, juga adalah utusan Tuhan yang telah diberkati-Nya? Dengan demikian melayani bukanlah beban, perhitungan untung-rugi, penundaan, dsb., melainkan ungkapan syukur. Siapapun kita, hidup kita seharusnya merupakan dedikasi untuk Tuhan sebagaimana Ia mendedikasikan diri-Nya bagi kita sampai mati di kayu salib.

Walaupun Kita Bukan Siapa-Siapa dan Hanya Melakukan Hal-Hal Sederhana

Paulus merupakan tokoh terkenal, namun memiliki masa lalu yang kelam. Ia bahkan gemar menganiaya. Ia hanyalah pendosa yang bukan siapa-siapa. Namun demikian ia dipakai oleh Tuhan dengan cara yang luar biasa tanpa menunggu untuk menjadi apa-apa. Dalam kesaksiannya, menurut surat 1 Korintus 15:1-11, ia tidak pernah menunggu, namun selalu memberi diri untuk dipakai dan menjadi berkat.

Bagaimana dengan kita? Tidak menunggu itu berarti bahwa dalam melayani kita tidak perlu menunggu sampai punya waktu, punya pendidikan tinggi, punya kekayaan materi, dan punya kedudukan atau kekuasaan. Memberi diri berarti bahwa siapapun status sosial kita, apapun yang kita perbuat, di mana pun kita ditempatkan, kita harus melakukan yang terbaik dengan tulus. Berikut ini adalah kisah seorang yang amat berarti dan menjadi berkat bagi Pdt. Cordelia, seperti yang disaksikan dalam khotbahnya.

“Keluarga kami memiliki seorang pembantu rumah tangga. Ia membantu Mami merawat saya sejak bayi. Cukup lama ia bekerja di rumah kami. Setelah saya tamat SMP, barulah ia berhenti bekerja. Sekalipun ia pulang kampung, ia tetap selalu bersedia dipanggil untuk membantu. Berbagai peristiwa penting dalam kehidupan saya tidak pernah luput dari kehadirannya. Saat lulus STT, menikah, ditahbiskan menjadi pendeta, melahirkan, bahkan sampai ikut membantu menjaga anak saya. Buat saya ia lebih dari sekadar seorang pembantu. Ia termasuk bagian dari hidup saya. Dengan segala kesederhanaan dan keterbatasannya, ia selalu mengingat peristiwa penting dalam hidup saya, memberi ucapan selamat ulang tahun, sekadar telepon sampai memberikan hadiah untuk saya.

Tiba-tiba ia sakit, tidak terobati karena kanker lever. Saat itu saya sedang di luar kota untuk studi lanjut, saya ikut merasa cemas. Akhirnya ia meninggal, dan saat itu saya tidak bisa menahan air mata saya.

Bisa menjadi berkat bagi orang lain ternyata tidak membutuhkan pendidikan tinggi dan harta yang banyak. Untuk bisa menjadi berkat bagi orang lain, hanya dibutuhkan ketulusan dan kemauan. Ia sudah menjadi berkat buat saya, buat keluarga saya. Bukan dengan hal luar biasa. Dengan kehadiran, perhatian dan ketulusan ia mengerjakan pekerjaannya, ia sudah menjadi berkat buat saya. Ia bukan orang yang luar biasa, bahkan tidak ada hubungan darah dengan saya, namun justru lewat hal yang biasa saja ia sudah menjadi berkat buat saya”.

Melakukan Dengan Hati yang Tulus dan Bersama-Sama Dengan Tuhan

Mari kita renungkan bersama kisah Simon Petrus dalam Lukas 5:1-11 yang sudah semalam-malaman menjala ikan namun tidak mendapatkan apa-apa. Tuhan Yesus datang dan meminta ia tetap melakukan hal yang sama, yaitu menjala ikan. Apa yang berbeda? Petrus mendapat ikan dengan jumlah yang luar biasa. Ternyata, ketika hal yang sama dan sederhana dilakukan bersama-sama dengan Tuhan, hasilnya berbeda. Demikian pula dalam hidup dan pelayanan kita. Manakala hal-hal yang biasa, kegiatan rutin dan sederhana, dilakukan dengan tulus dan bersama-sama dengan Tuhan, maka hasilnya amat luar biasa dan menjadi berkat bagi orang lain.

Kebaikan kecil yang amat biasa seperti Ibu Theresa, yang hanya memeluk dan memerhatikan orang lain, hasilnya bisa luar biasa. Hal itu tidak lain karena ia memeluk dengan cinta kasih dan ingin melakukannya bersama-sama dengan Tuhan. Hal istimewa bukanlah diukur dari seberapa besar sesuatu yang kita lakukan, tetapi bagaimana cara kita melakukan hal tersebut.

Saya ingin mengakhiri khotbah ini dengan kisah seorang gadis remaja di suatu jemaat kota kecil. Ia tidak mampu bernyanyi, menjadi MC ataupun bermain musik, namun ingin melayani. Akhirnya, ia hanya mengantar dan membagikan undangan acara-acara di gereja ke rumah-rumah anggota jemaat. Pada suatu saat, ketika ia hendak membagi-bagikan undangan, turun hujan deras. Godaan datang, namun ia berketetapan untuk pergi, terus melakukan tugasnya sampai akhirnya ia tiba di rumah seorang Oma. Godaan timbul lagi ketika ia berpikir bahwa seorang Oma pasti datang ke acara gereja walaupun tidak dikirimi undangan khusus. Namun ia berpikir lagi, “hanya ini yang dapat kulakukan, masa sih melakukan hal demikian saja aku tak bisa?” Lalu, ia mengetuk pagar rumah Oma tersebut. Berkali-kali namun tak ada tanggapan. Akhirnya, keluarlah Oma tersebut dari rumahnya dan gadis itu memberikan undangan sambil berkata, “Oma ingat ya, Tuhan Yesus sayang sama Oma!”

Esok harinya dalam kebersamaan setelah ibadah, dalam kesempatan untuk menyaksikan kasih Tuhan, sang Oma bercerita. Ternyata, di dalam tembok rumah yang dihampiri gadis tersebut, Oma itu sedang depresi dan berusaha untuk bunuh diri dengan minum obat. Oma itu ingin menyusul suaminya yang telah mendahuluinya, setelah dalam kehidupan sehari-hari tidak ada lagi perhatian dari anak-anaknya. Tiba-tiba terdengar ketukan pagar yang begitu merisaukan dan ia tidak dapat mengacuhkannya karena terus-menerus mendengar suaranya. Ia melihat malaikat, seorang malaikat di depan rumah sambil berkata, “Oma ingat ya, Tuhan Yesus sayang sama Oma!” Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri karena pesan tersebut!

Kita tidak perlu melakukan hal luar biasa untuk menolong orang lain. Menjadi utusan Tuhan dimulai dari tidak menunda ketika Tuhan mengutus kita. Menghormati kesempatan yang diberikan, walaupun kita bukan siapa-siapa. Sekalipun tugas yang dipercayakan amat sederhana, namun bila dilakukan dengan mengikutsertakan Tuhan, tulus dan dengan hati yang penuh ucapan syukur, percayalah bahwa hasilnya akan sangat luar biasa. Kiranya Tuhan senantiasa memberi hati untuk melayani.

(Redaksi Majalah Kasut)

1 Comment

  1. gatha

    benar2 menbuat sy menyadri diri di hadapan Tuhan…

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Artikel Lepas
  • Kami Juga Ingin Belajar
    Di zaman ini, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat, manusia justru diperhadapkan dengan berbagai macam masalah...
  • KESAHAJAAN
    Dalam sebuah kesempatan perjumpaan saya dengan Pdt. Joas Adiprasetya di sebuah seminar beberapa tahun lalu, ia menyebutkan pernyataan menarik...
  • Tidak Pernah SELESAI
    Dalam kehidupan ini, banyak pekerjaan yang tidak pernah selesai, mulai dari pekerjaan yang sederhana sampai pekerjaan rumit seperti mengurus...
  • Mengenal Orang Farisi
    Bedah Sejarah Israel Di Masa Yesus
    Arti Kata Farisi Kata Farisi—yang sering diterjemahkan sebagai ‘memisahkan/terpisah’— menunjukkan sikap segolongan orang yang memisahkan diri dari pengajaran—bahkan pergaulan—...
  • Mengenal Sosok Herodes
    Bedah Sejarah Israel Di Masa Yesus
    Herodes dalam Injil Banyak orang tidak terlalu menaruh perhatian pada sosok Herodes dalam Injil. Kebanyakan mereka hanya tahu bahwa...