Anak Anjing

Kisah Seekor Anak Anjing

Belum ada komentar 16 Views

Suatu hari saya berjalan-jalan di deretan toko binatang dan tertawa-tawa melihat anak-anak anjing yang sangat lucu di etalase mereka. Lalu, mata saya terhenti pada seekor di antaranya. Saya jatuh cinta. Padahal ia tidak melakukan apa-apa, hanya bersikap seperti biasa, seperti seharusnya seekor anak anjing. Tapi saya jatuh cinta. Saya tidak bisa membiarkannya berada di dalam kandang kecil yang menyengsarakan itu, saya ingin membelainya, memberinya tempat yang layak, memanggilnya dengan namanya, menyebutnya kepunyaan saya. Dan saya pun membawa anak anjing itu pulang (dengan pengorbanan sejumlah uang, tentunya).

Pada awal-awal kehidupannya bersama saya, anak anjing kecil itu -kita sebut saja namanya P- mengikuti saya ke mana-mana. Setiap saya memanggilnya, ia akan datang dengan mengibaskan ekornya. Lalu, suatu kali, ia berbuat nakal, dan saya pun memarahinya. Ia kabur, sembunyi, tidak mau dipanggil. Ia marah pada saya karena memukulnya. Padahal pukulan itu pelan saja, dan memang seharusnya diterimanya agar ia belajar bersikap baik. Lagi pula, seandainya perilakunya itu diulang di depan kakak atau mama saya, pukulan yang akan diterimanya tentu lebih keras lagi. Justru saya mengajarnya agar jangan sampai bersikap demikian di depan mereka. Tapi P tidak tahu tujuan saya. Ia hanya tahu, saya memukulnya, dan ia kesal kepada saya karena memukulnya.

Di saat lain, ketika ia sedang asyik bermain, ia tidak mau datang ketika saya panggil. Ia asyik dengan kulit kering yang digigitinya, dan tidak peduli betapa inginnya saya bermain dengannya. Ia duduk tenang dan hanya sepintas saja melirik saya. Terkadang, ia kabur begitu pintu depan rumah dibuka. Ia tidak peduli bahaya yang menantinya, misalnya mobil yang lewat, atau anjing tetangga yang galak. Yang ia tahu, ia senang berlari-lari ke sana ke mari. Mungkin juga ia tahu, saya pasti mengejarnya, menggendongnya, dan menjauhkannya dari bahaya.

Ketika saya membuka kotak berisi makanannya, di mana pun ia tadinya berada, secepat kilat ia muncul di samping saya, meminta-minta. Kalau tidak saya beri, ia menatap saya dengan memelas, berharap saya iba. Kalau belum diberi juga, ia mulai mengonggong dan melompat-lompat menubruk saya, memaksa. Terkadang, saya berhasil memintanya untuk mengikuti perintah saya terlebih dahulu sebelum saya berikan makanannya, tapi lebih sering saya kasihan, dan saya memberikan apa yang ia minta. Lalu, ia malah kabur meninggalkan saya.

P takut pada hujan. Ketika hujan turun dengan petir menggelora, ia akan segera lari mendekati saya, lalu tidur di kaki saya. Kalau saya mengangkatnya, ia akan menempel ke tubuh saya, meringkuk manja, dan tidak mau turun lagi. Tetapi begitu hujan reda, ia segera melompat turun dan berbuat berbagai kenakalan.

Perilaku P ini membuat saya teringat akan hubungan kita dengan Tuhan. Hah? Bagaimana bisa demikian? Begini…

Seperti P yang dibeli hanya karena saya jatuh cinta kepadanya meskipun P tidak melakukan apa-apa, manusia pun dicintai oleh Allah bukan karena sesuatu yang dilakukan oleh manusia itu, melainkan karena Allah mau mencintai manusia. Bahkan, Allah mengorbankan Anak-Nya untuk dapat menebus dosa manusia (mungkin mirip seperti saya yang harus membayar sejumlah uang untuk ‘menyelamatkan’ P dari toko hewan peliharaan).

Seperti P yang awalnya mengikuti saya ke mana-mana, manusia yang mengalami keselamatan dari Allah pun mengikuti kehendak Allah. Akan tetapi, ketika P hendak diajar bagaimana bersikap, P marah kepada saya. Demikian juga manusia ketika mengalami cobaan, sering kali marah kepada Allah, meskipun ada pelajaran yang diberikan oleh Allah melalui cobaan tersebut.

Seperti P yang bersikap seenaknya sendiri, manusia pun terkadang melupakan Allah dan melakukan apa yang menjadi keinginannya sendiri. Hal tersebut dapat membahayakan manusia itu karena tenggelam ke dalam dosa. Akan tetapi Allah selalu menjaga manusia dan berusaha menyelamatkannya.

Seperti P yang hanya datang ketika hendak diberi makan, sering kali manusia hanya mencari Allah ketika memiliki suatu kebutuhan yang harus dipenuhi, dan setelah itu kembali berpaling dari Allah. Seperti P yang menempel di kaki penulis ketika hujan turun, ketika menghadapi masalah, barulah manusia berpaling kepada Tuhan, mendekatkan diri kepada-Nya.

Seperti P dalam perumpamaan di atas, sering kali dalam kehidupan kita, kita bersikap sesuka hati kita. Yang penting kita bahagia. Kita tidak memedulikan orang lain di sekitar kita, dan kita tidak ingat kepada Tuhan yang begitu rindu menjalin relasi dengan kita. Di saat kita bahagia, kita seakan-akan tidak memerlukan Tuhan. Kita lupa bahwa kebahagiaan yang kita miliki tidak mungkin kita dapatkan jika bukan dari Tuhan, karena segala sesuatu adalah milik Tuhan semata.

Begitu egoisnya kita sehingga kita bukannya melupakan Tuhan, melainkan tidak memedulikan-Nya. Buktinya, begitu keadaan tidak berjalan sesuai rencana, ketika kita membutuhkan bantuan tertentu, ketika kita sedih dan putus asa, tiba-tiba kita mengingat Tuhan, dan kemudian merengek-rengek meminta belas kasihan-Nya, terkadang memaksa-Nya agar memberikan apa yang kita mau.

Memperhatikan anak anjing saya membuat saya menyadari juga suatu hal lain, yaitu betapa kecewanya saya ketika anjing saya itu tidak datang saat saya memanggilnya. Apakah mungkin Tuhan pun merasa begitu sedih dan kecewa melihat kelakuan kita? Meskipun demikian, saya sangat menyayangi anjing saya itu. Saya selalu memastikan ia baik-baik saja, mendapatkan makanan yang cukup, aman, nyaman, dan bahagia. Saya merindukannya dan ingin selalu mengetahui keberadaannya. Kalau saya saja bisa merasa seperti itu terhadap anjing saya yang baru saya kenal beberapa bulan dan pengorbanan yang saya berikan untuknya hanyalah sejumlah uang, bagaimana dengan Tuhan yang telah mengenal kita sejak di dalam kandungan dan mengorbankan Putra-Nya yang tunggal?

Tuhan begitu mengasihi kita, memperhatikan kita, dan menjaga setiap langkah kita. Ia menunggu kita berpaling kepada-Nya, menyapa-Nya, dan hidup bersekutu dengan-Nya.

(Aiko W.)

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Artikel Lepas
  • Kami Juga Ingin Belajar
    Di zaman ini, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat, manusia justru diperhadapkan dengan berbagai macam masalah...
  • KESAHAJAAN
    Dalam sebuah kesempatan perjumpaan saya dengan Pdt. Joas Adiprasetya di sebuah seminar beberapa tahun lalu, ia menyebutkan pernyataan menarik...
  • Tidak Pernah SELESAI
    Dalam kehidupan ini, banyak pekerjaan yang tidak pernah selesai, mulai dari pekerjaan yang sederhana sampai pekerjaan rumit seperti mengurus...
  • Mengenal Orang Farisi
    Bedah Sejarah Israel Di Masa Yesus
    Arti Kata Farisi Kata Farisi—yang sering diterjemahkan sebagai ‘memisahkan/terpisah’— menunjukkan sikap segolongan orang yang memisahkan diri dari pengajaran—bahkan pergaulan—...
  • Mengenal Sosok Herodes
    Bedah Sejarah Israel Di Masa Yesus
    Herodes dalam Injil Banyak orang tidak terlalu menaruh perhatian pada sosok Herodes dalam Injil. Kebanyakan mereka hanya tahu bahwa...