Setiap minggu-minggu Adven dan Natal kita sering menyanyikan lagu-lagu yang berkaitan dengan kemuliaan Allah. Terlebih lagi pada malam atau hari Natal, liturgi kita sering memuat lagu “Muliakanlah”. Sebenarnya ketika mendengar atau mengucapkan kata “kemuliaan” itu apa yang terlintas di benak kita? Apakah kita membayangkan kilaunya singgasana emas dengan permata yaspis, berlian atau semacamnya? Atau mungkin juga jabatan tinggi, gelar yang indah-indah dan sebagainya? Bayangan itu sah-sah saja karena Kata “mulia” di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai tiga arti, yakni:
- Tinggi yang dikaitkan dengan kedudukan, pangkat, martabat;
- Luhur yang dikaitkan dengan budi dan
- Bermutu tinggi, berharga yang dihubungkan dengan logam.
Namun “kemuliaan” juga mengandung arti keadaan mulia; keluhuran; keagungan; kehormatan dan diasosiasikan dengan memuji Tuhan. Di dalam bahasa Inggris, kata “kemuliaan” mempunyai banyak persamaan seperti magnificence, spendor, grandeur dan sebagainya, di antaranya yang sering digunakan untuk menggambarkan kemuliaan Tuhan adalah kata glory dan majesty.
Tidak perlu disangkal bahwa pada umumnya pemahaman akan kata kemuliaan terlalu sering digambarkan sebagai status sosial ekonomi yang tinggi yang diperoleh dari keberhasilan di dalam hidup seseorang. Pengertian kemuliaan seperti ini memberi nuansa kebendaan, mengangkat ego manusia.
Di dalam kitab Perjanjian Lama, Allah yang Maha Mulia menyatakan kemuliaan-Nya melalui kehadiran-Nya di sepanjang perjalanan kehidupan bangsa Israel. Umat Israel menyaksikan kemuliaan-Nya melalui tuntunan sejak mereka keluar dari Mesir. Bahkan sebelum itu, Abraham, bapak orang percaya telah mengalami tuntunan ini. Sejak kabod menurun menjadi kabed yang artinya ‘menjadi berat’, berpindahlah pokok pikiran bahwa seseorang yang memiliki kemuliaan dipenuhi dengan kekayaan (Kej. 1:1), kekuasaan (Yes. 8:7), kedudukan (Kej. 45:13) dan lain-lain.
Kemuliaan Allah dapat nampak di dalam karya-Nya, mulai dari ciptaan yang dilakukan-Nya pada awal terciptanya dunia dan segala isinya, sampai kini nampak dari pemeliharaan-Nya sampai selamanya. Tertulis di dalam Mazmur 19 ayat 2-3: “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam.” Bahkan ciptaan Allah sendiri memuliakan-Nya, memuji karya-Nya secara terus-menerus. Berita yang didengungkan dari waktu ke waktu membuat para raja bernyanyi karena mereka mengalami kemuliaan Allah (Mzm. 138:5 “mereka akan menyanyi tentang jalan-jalan TUHAN, sebab besar kemuliaan TUHAN”). Ini juga yang dipuja-puji oleh penulis Kejadian “Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya TUHAN; siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusan-Mu, menakutkan karena perbuatan-Mu yang masyhur, Engkau pembuat keajaiban” (Kej.15:11).
Kedatangan Yesus ke dunia ini adalah untuk membawa kemuliaan Allah. Setelah kelahiran Yesus, para malaikat menyerukan kemuliaan Allah: “Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara surga yang memuji Allah, katanya: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” (Luk. 2:13-14). Peran Yesus memuliakan Allah Bapa-Nya di bumi juga dapat diketahui dari jawabannya kepada orang Yahudi yang menuduh Yesus kerasukan setan: “Jikalau Aku memuliakan diri-Ku sendiri, maka kemuliaan-Ku itu sedikit pun tidak ada artinya. Bapa-Kulah yang memuliakan Aku” (Yoh 8:54a).
Konsep kemuliaan yang kita peroleh dari Injil Yohanes berbeda sama sekali dengan konsep kemuliaan yang dipahami manusia pada umumnya. Yohanes menyatakan kepada pembacanya bahwa Yesus menyatakan kemuliaan Allah melalui pekerjaan-pekerjaan yang dilakukannya, baik yang berupa tanda-tanda atau mukjizat, juga berupa ajaran yang disampaikannya. Namun kemuliaan Allah yang maha tinggi adalah kemuliaan yang dinyatakanNya melalui penderitaan di salib. Yesus benar-benar menderita sebagai manusia 100%. Bagi dunia penyaliban Yesus sebagai kemuliaan Allah dinilai aneh. Namun pesan Injil Yohanes pada masa kini menjadi kekuatan inspiratif bagi komunitas orang percaya masa kini dalam kehidupan iman Kristen, yakni bagaimana menilai dunia dan lingkungannya untuk kehidupan yang memuliakan Allah.
Yesus yang mengalami klimaks penderitaan-Nya di kayu salib, mati lalu dibangkitkan dan kemudian naik ke Surga mempunyai rencana penyelamatan Allah yang harus terwujud di dalam dunia. Karena itu sejak awal pelayanan-Nya, Ia memanggil dan mempersiapkan orang-orang yang secara khusus diberi tanggung jawab melanjutkan karya-Nya. Kenaikan-Nya ke Surga menyatu di dalam kemuliaan Allah Bapa tidak berarti Ia meninggalkan murid-murid-Nya melaksanakan rencana-Nya sendirian sepeti yatim piatu namun akan kembali dan tetap hadir di tengah-tengah mereka (Yoh. 14:18).
Inilah arti kemuliaan Allah bagi hidup manusia pada masa kini di sini. Kemuliaan Allah harus nampak di dalam karya manusia, ketika karya itu memperlihatkan kuasa Allah yang sarat akan kasih terhadap umat manusia. Panggilan ini tidak berhenti sampai di situ saja, karena setiap orang percaya yang telah menerima kasih karunia Allah juga dipanggil untuk memuliakan Allah. Rasul Paulus menekankannya di hadapan jemaat di Korintus: “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.” (1 Kor. 10:31). Ini tidak berati bahwa apa yang kita lakukan dan katakan menambah kemuliaan yang sudah dimiliki Allah, namun berarti bahwa manusia menyatakan kemuliaan Allah melalui kata-kata, gaya hidup dan perilaku. Hal ini juga berati bahwa orang percaya memuji Allah dan mengagumi-Nya.
Setiap orang percaya dapat membawa kemuliaan bagi Allah dalam setiap hal juga kerelaan untuk menderita bagi Tuhan, seperti tertulis di dalam Yohanes 21 ayat 19: Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: “Ikutlah Aku.”. Kita harus bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan (Fil. 4:11) dan tidak khawatir karena yakin akan pemeliharaan Tuhan (Fil. 4:19 Kita menolong orang lain untuk juga memuliakan Allah melalui pujian bagi Allah yang keluar dari bibir kita. Dengan demikian orang dapat melihat bahwa kita tidak mencari kepentingan diri sendiri dan rendah hati (Fil. 2:3-4), menyatakan kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, menguasai diri (Gal. 5:22-23).
Tidak ada satu pun dari hal-hal tersebut di atas mudah untuk dilakukan, terutama jika telah menyinggung perasaan atau ego kita. Namun melalui percaya di dalam Yesus Kristus, transformasi di dalam hidup kita dimungkinkan. Dengan transformasi penyangkalan diri menjadi mungkin dilakukan karena orientasi kita bukan lagi diri kita pribadi, namun kepada Tuhan yang Maha Mulia itu. Dengan melakukan kehendak-Nya, kita membawa kemuliaan bagi Allah. Di dalam 2 Korintus 3 ayat 18 dikatakan: “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar”.
Apakah yang dipikirkan oleh orang lain ketika mereka melihat kehidupan kita? Apakah mereka melihat kehidupan kita yang mempermuliakan Allah? Inilah yang perlu diingat oleh setiap orang percaya untuk menjalankan panggilan Tuhan di dalam hidupnya, karena hidupnya adalah bagaikan kitab yang terbuka yang menyatakan apakah kita memuliakan Allah atau tidak.
Riani T. Soerjodibroto
DAFTAR PUSTAKA
Breemen, Peter G. SJ. Biarlah Kemuliaan Allah Terpancar. Cet. ke-5. Jakarta: Kanisius. 2000
Brown, Raymond E. Kristus yang Tersalib dalam Pekan Suci. Terj. Herman H. dan Martin H. Yogyakarta: Kanisius. 1992
Darmawijaya St. Pesan Injil Yohanes. Jakarta: Kanisius. 1988.
Groenen, C. OFM. Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru. Cet. ke-18. Jakarta: Kanisius. 1984
Hakh, Samuel B. Melihat Kemuliaan Tuhan. Jakarta: UPI STT Jakarta. 2003
Jacob, Edmon. Theology of the Old Testament. New York and Evanston: Harper & Row Publisher. 1959.
Kasemann, Ernest. The Testament of Jesus. London: SCM Press, Ltd. 1968
Kee, Howard Clark. Miracles in the Early Christian World. New Haven, London: Yale University Press. 1983.
Ramsey, Arthur Michael. The Glory of God and the Transfiguration of Christ. London, New York: Toronto, Longmans Green & Co. 1949.
Websites:
http://mb-soft.com/believe/txs/glory.htm
diakses pada tanggal 18 Oktober 2006
1 Comment
R. SIDARTA
Oktober 16, 2018 - 7:06 amSaya sebagai pembaca dan jemaat GKI, ingin mengomentari atas tulisan-tulisan tsb diatas sudah baik sekali dan alangkah lebih baik lagi agar diperbanyak contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari yang seperti apa kami dapat menerapkan / melakukan untuk memuliakan Tuhan Allah.