Anak tetangga saya terserang diare suatu malam. Ia dilarikan ke rumah sakit karena cemas melihat diarenya tidak mau berhenti. Umurnya sudah 35 tahun, dan katanya baru saja jajan entah apa bersama teman begadangnya. Untuk dua hari saja di RS, dia menghabiskan tak kurang dari Rp 16 juta. Pelajaran mahal, karena mestinya kasus diare tidak harus keluar banyak ongkos, malah tidak perlu masuk rumah sakit.
Kesalahan kasus diare masuk rumah sakit, umumnya karena pasien panik. Memang betul, kasus diare tidak boleh dipandang enteng, khususnys bagi balita dan mereka yang sudah usia lanjut. Tergantung penyebab diarenya, dan bagaimana kondisi pasiennya. Diare berat bisa berisiko syok bila terlambat ditangani. Syok dehidrasi yang berat umumnya tidak terpulihkan.
Kasus anak tetangga di atas, melihat hanya dirawat 2 hari dan langsung menyembuh, adalah bukti bahwa kasus diarenya bukan tergolong berat, dan mestinya tidak perlu mengeluarkan ongkos sebesar itu. Ini hanya sebuah kekeliruan dalam berobat.
Kapan Kasus Diare Harus Masuk RS?
Kebanyakan kasus diare bukan tergolong berindikasi masuk rumah sakit. Hanya apabila diarenya mengancam sehingga sudah ada tanda syok, kasus kolera atau menyerupai kolera, baru berindikasi memang perlu dirawat untuk diberi infus. Pertolongan pertama untuk diare hanya infus untuk mengembalikan kehilangan cairan yang cepat. Bila hanya minum, tidak bisa mengejar kekurangan, atau sudah terlambat karena tubuh sudah masuk dalam status dehidrasi.
Untuk mengetahui tanda-tanda pasien mulai kekurangan cairan, yakni mulai tidak berkeringat, sudah lama tidak berkemih, kulit, bibir, dan lidah kering, awalnya warna urine lebih kuning dan kental. Bila kulit punggung tangan dicubit, lamban normal kembalinya. Untuk itu perlu segera memberi minum sebanyak-banyaknya selama kondisi dehidrasi masih awal. Itu satu cara mengatasi dehidrasi, sekaligus mencegah syok terjadi. Tentu setelah banyak minum, perlu dibawa ke dokter untuk dipastikan apakah perlu masuk rumah sakit.
Pemberian minum hendaknya memilih cairan elektrolit, atau oralit, sebungkus kecil dicampur segelas air teh. Sekarang ada oralit kemasan botol yang lebih bagus. Sebagai pertolongan pertama bisa membuat sendiri: seujung sendok teh garam dapur ditambah sesendok gula pasir dicampur dalam segelas teh. Setiap kali diare, sekurangnya diganti segelas larutan oralit.
Mengapa setelah diberikan pertolongan pertama harus dibawa ke dokter? Untuk melacak penyebabnya, apakah perlu diberikan obat untuk menghentikan diare berulang. Karena pemberian oralit semata bukan obat penyembuhnya. Bila penyebab diarenya belum diatasi, diare akan datang berulang.
Apa Penyebab Diare?
Penyebab diare lebih dari satu. Seringnya sebab infeksi kalau bukan hanya gangguan fungsi. Infeksi sendiri bisa virus, bisa juga kuman. Oleh karena sumber penularan diare infeksi dari makanan-minuman tercemar atau food borne, maka penular itu yang perlu dilacak. Beberapa jam sebelum diare datang, baru mengonsumsi makanan-minuman apa.
Diare sendiri sebetulnya reaksi pertahanan tubuh untuk membuang bibit penyakit yang mengganggu di pencernaan. Logika medisnya, harusnya diare dibiarkan, supaya kuman dan/atau racun atau zat yang tidak cocok dalam makanan-minuman yang dikonsumsi terbuang keluar lewat tinja. Namun tidak demikian bila diare sangat berlebihan, mengucur seperti air leding, tentu harus segera dibendung dengan obat supaya tidak cepat masuk ke dalam kondisi syok. Syok dihidrasi bisa tidak terpulihkan.
Diare, sebab infeksi, biasanya ada demam dan mulas, selain tinjanya berbau busuk atau bau bacin. Bisa juga terjadi nyeri sekitar dubur bila disebabkan disenteri. Kita tahu diare infeksi bisa dari bibit penyakit apa saja yang memilih memasuki usus. Paling sering bibit penyakit golongan coli. Diare disenteri, rasa mulas disertai sukarnya tinja keluar dan nyeri dubur. Tinja disenteri berlendir, dan bisa bercampur darah, bau bacin, keluar sedikit-sedikit tapi sering. Disenteri bisa kuman, bisa amoeba. Hanya bila obatnya tepat membasmi kuman dan amoeba, diarenya menyembuh.
Semua kuman usus apa saja dengan mudah bisa dibunuh oleh antibiotika yang sederhana. Tak cukup obat antidiare yang dijual di warung, perlu antibiotika bila penyebabnya kuman. Minum oralit dan obat antidiare hanya untuk pertolongan pertama.
Selain kuman, diare juga bisa disebabkan oleh virus. Beberapa jenis virus bisa bikin diare, termasuk virus hepatitis A yang sering berjangkit lewat jajan mentahan, dan tidak jarang bikin wabah. Bila di sekolah dalam waktu yang sama lebih dari satu murid terserang diare, perlu diperhatikan kantin sekolahnya. Demikian pula bila muncul wabah diare di kalangan mahasiswa, penghuni asrama, atau institusi apa saja, amati sumber makan-minumnya.
Diare juga bisa disebabkan gangguan fungsi pencernaan. Bila makan tidak cocok, terlampau pedas, masam, atau alergi, bisa diare juga. Bedanya, tinja tidak berbau busuk atau bau bacin, jarang mulas, dan diarenya terbilang ringan. Demikian pula bila ada radang lambung (mag), atau flu hongkong, selain bila ada cacing perut, diare sama bisa muncul juga.
Bila diare berlangsung menahun, berbulan-bulan, pastikan ini bukan gejala kanker pencernaan. Perlu pemeriksaan endoskopik untuk meneropong ada apa di dalam usus. Beberapa penyakit pencernaan lain, Crohn, penyakit otoimun, ada kista usus, manifestasinya diare juga.
Acute Abdomen
Kasus diare terbilang berat bila disertai serangan kolik, mulas melilit, termasuk berindikasi masuk rumah sakit untuk segera dilacak ada apa dalam pencernaan. Usus melilit sehingga kematian jaringan usus, dan sebagian usus yang terlilit mati, atau sebab stroke usus, aliran darah usus tersumbat, atau kelumpuhan saraf usus (ileus), atau telah terjadi jebolnya usus akibat dari sejumlah penyakit yang mendahuluinya, termasuk radang usus buntu yang sudah pecah.
Riwayat diare yang tahunan dan kemudian mengalami serangan kolik hebat, harus dipkirkan kemungkinan penyakit usus yang sudah lama. Diverticulitis—balon-balon kecil yang terbentuk pada dinding usus—bisa pecah. Sama halnya kanker usus besar, yang sekarang semakin banyak. Waspada bila pola buang air besar tidak lagi teratur, kadang diare, kadang sembelit dan sifat tinja berubah selain ada darah. Ini semua memerlukan pemeriksaan lebih lanjut dan terarah, untuk memastikan penyebabnya.
Diare ringan selagi wisata biasanya bukan hal yang mengkhawatirkan, melainkan lazim sebagai traveller’s diarhoea. Mungkin kurang cocok dengan menu setempat. Namun diare wisata ke negara yang sanitasinya masih jelek seperti di kita, lebih disebabkan infeksi, karena itu jangan memilih jajanan mentahan, dingin, dan tidak diolah higienis. Rujak, asinan, gado-gado, salad, bahan bakunya sendiri bisa tidak higienis, selain terpapar kimiawi insektisida, dan bibit penyakit dari penjajanya (food handler).
Orang yang ususnya sangat steril karena makan minumnya resik, rentan terifeksi bila makan minumnya sedikit saja tidak higienis. Makan duren dipegang tangan, atau buka rambutan dengan menggigit, rentan memunculkan diare pada orang yang terbiasa resik makan-minumnya. Tidak demikian buat yang sedikit jorok.
Jadi sekali lagi tidak semua kasus diare perlu masuk RS apalagi sampai harus membayar ongkos puluhan juta. Pertama, bila kita mengalaminya, segera minum sebanyak kita bisa, pilih oralit, atau bikin larutan gula garam sendiri. Segera konsultasi ke dokter untuk memastikan diarenya bisa diatasi tanpa harus masuk RS. Bila diare disertai demam, kemungkinan ada infeksi, terlebih tinja berbau, maka perlu bantuan dokter, namun belum tentu perlu masuk RS.
Diare sebab mag, atasi mag-nya. Diare masuk angin flu, atasi flunya. Selama masih kurang dari lima kali diare dalam sehari, masih tergolong yang bisa diatasi sendiri (swamedikasi). Baru bila diare berlanjut, dan frekuensinya berpuluh kali, pertolongan infus RS diperlukan. Itupun belum tentu perlu dirawat RS bila penyebabnya sudah ditemukan di UGD. Sebaliknya harus rela dirawat bila tergolong acute abdomen, dan penyebabnya belum ditemukan.•
| dr. Handrawan Nadesul
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.