Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulangulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. (Ulangan 6: 6-7)
Kalau kita mendengar atau membaca apa yang ada di benak kita? Pelayanan seperti apa yang kita family ministry, bayangkan dan apa yang dapat kita harapkan dari pelayanan ini? Sebagian dari kita mungkin membayangkan adanya pelayanan dan/atau kegiatan bagi keluarga yang dapat memperkuat relasi antara suami dan istri, antara anak dan orangtua, dan antara adik dan kakak. Namun sebagian dari kita mungkin juga akan berpendapat berbeda dan membayangkan keterlibatan keluarga di dalam suatu pelayanan, baik secara bersama maupun sendiri-sendiri.
Di Amerika Serikat ada suatu lembaga keagamaan yang fokus pada pelayanan bagi keluarga, namanya “Focus on the Family”. Lembaga ini memiliki cabang dan/atau afiliasi di banyak negara, termasuk di Indonesia. Di negara kita, lembaga ini bernama “Fokus pada Keluarga”. Menurut situs webnya, Focus on the Family memiliki pelayanan untuk memberdayakan dan mengembangkan keluarga—dengan mengandalkan Roh Kudus—agar setiap anggota keluarga dapat mengabarkan Kabar Baik Tuhan Yesus Kristus kepada sebanyak-banyaknya orang.
Konsepnya kurang lebih adalah dengan memperkuat iman dan relasi di dalam keluarga, sehingga diharapkan keluarga tersebut dapat juga merepresentasikan Kristus di dalam kehidupannya sehari-hari. Di tengah perkembangan zaman saat ini, hal tersebut bukanlah tugas yang mudah. Focus on the Family juga mendapatkan banyak kecaman dari pihak-pihak yang melihat lembaga ini sebagai lembaga fundamentalis Kristen yang terlalu fokus pada agenda agama dan politiknya.
Dunia saat ini sudah demikian berkembangnya sehingga telah terjadi banyak sekali pergeseran nilai di dalam masyarakat. Termasuk di dalamnya juga pergeseran nilai di dalam keluarga, atau tentang keluarga. Tuntutan zaman saat ini yang berubah sering kali juga membuat perbedaan yang besar dalam peran anggota keluarga. Seorang ayah (atau ibu) yang dituntut untuk bekerja dan berkarier akan makin sulit melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai primary educator dari anak-anaknya. Peran itu diambil oleh kakek/nenek, baby sitter ataupun pengasuh anak-anak tersebut.
Akibatnya, perintah Tuhan dalam Ulangan 6: 6-7: Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun menjadi sangat tidak mudah dilakukan, baik oleh orangtua terhadap anak-anaknya, ataupun di antara suami dan istri. Pertumbuhan spiritual anak lebih banyak diserahkan kepada sekolah (kalau anak bersekolah di Sekolah Kristen) dan gereja.
Konsep “ideal” di mana keluarga merupakan tempat pertumbuhan spiritual bagi setiap anggota keluarga menjadi lebih sukar terwujud. Di tengah situasi seperti ini, gereja memiliki tanggung jawab membantu keluarga Kristen untuk dapat berfungsi kembali sebagai kelompok terkecil dalam persekutuan Kristen, di mana para anggotanya dapat saling menerima, mendukung, merangkul dan memberi ruang gerak bagi kreativitas kehidupan. Keluarga menjadi tempat pertama kita belajar mengalami kehadiran Allah dalam kehidupan dan memaknai kehidupan ini dalam kerangka karya dan kasih Allah bagi dunia ini.
Mulai tahun ini, GKIPI memiliki Komisi Keluarga yang BPH-nya baru diteguhkan pada bulan September kemarin. Komisi baru ini merangkul beberapa kelompok pelayanan yang sudah ada sebelumnya, yaitu Early Marriage, Middle Marriage dan Advance Marriage atau Pasutri. Secara fungsi, Komisi Keluarga berperan untuk menjahit agenda kegiatan kelompok-kelompok pelayanan tersebut yang rencananya akan berbentuk kegiatan parenting, baik untuk anak-anak maupun remaja, retret keluarga, pembinaan tentang komunikasi, weekend pasutri dan Life Group (LG).
Dengan program-program tersebut, diharapkan GKIPI dapat membantu keluarga-keluarga memiliki relasi yang baik antara anggotanya satu dengan yang lain, dan selanjutnya setiap anggota keluarga dapat memiliki pertumbuhan iman spiritual sesuai dengan tahapannya masing masing. Sesuai dengan visi misi GKIPI yang bermuara pada kepedulian, perkembangan iman spiritual yang sehat itu dapat menjadi dasar seluruh gerak pelayanan jemaat bagi sesama dan lingkungan.
Tanpa pertumbuhan iman spiritual yang baik, maka segenap gerak pelayanan kita tidak akan efektif dan pada akhirnya dapat membawa kita kepada keletihan. Tuhan Yesus berkata: Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barang siapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15: 4-5)
Dengan berpegang pada Kristus, orangtua dapat melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai ayah dan/atau ibu di dalam membimbing pertumbuhan anak-anaknya. Dengan demikian keluarga tersebut dapat menjadi keluarga yang mencerminkan kasih Kristus dan menghadirkan Kerajaan Allah di dalam kehidupannya sehari-hari.
Orangtua dapat membawa hal tersebut di dalam market place-nya, sang anak membawanya ke sekolah dan ke dalam pergaulannya. Ketika melakukan pelayanan di gereja, mereka dapat melakukannya sebagai panggilan spiritual dan bukan sekadar tindakan kemanusiaan semata.•
»CHANDRA SURIA
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.