Perjalanan ke Emaus
Perjalanan bergereja di masa pandemi diibaratkan sekisah perjalanan 2 murid Yesus yang pulang ke Emaus. Diliputi kerapuhan karena merasa kalah bahwa pemimpin mereka telah mati dan perjuangan Nya pun berhenti. Murid-murid itu bagaikan kawanan domba tanpa gembala. Demikian juga kerapuhan yang dirasakan dalam situasi pandemi ini, seperti tidak ada kejelasan kapan akan berakhir. Semua merasa lumpuh tak berdaya, hingga motivasi dan harapan hidup memudar. Penghasilan menghilang, kebutuhan meningkat, daya beli menurun, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup—apalagi dengan banyak tambahan keharusan— sampai pada titik terendahnya, seolah olah segenap perjuangan sepanjang masa aktif kehidupan kembali ke titik nol. Tidak bisa berencana, apalagi rencana jangka panjang. Seolah-olah mampu menjalani kehidupan hari ini saja sudah harus bersyukur. Tidak ada gambaran cerah ke depan. Semua seolah-olah tertutup oleh selaput keraguan, kebingungan, ketakutan, bahkan kengerian. Demikianlah selaput yang menutupi pandangan 2 orang murid yang berjalan pulang ke Emaus.
Kesedihan Kleopas dan temannya itu demikian menguasai mereka sehingga mereka tidak menyadari—bahkan sekadar menganggap—kehadiran Yesus di tengah mereka. Kesedihan dan kepanikan yang menghasilkan kerapuhan sering membuat orang melupakan kehadiran Tuhan, yang justru menjadikan kerapuhan itu makin rapuh. Teguran Yesus tidak dirasakan sebagai pemicu untuk membuka mata dan hati akan berita kemenangan yang seharusnya bisa dirasakan jikalau mereka memahami dan mengerti perkataan Yesus sebelum Ia disalibkan, padahal hati mereka berdebar-debar saat mendengarkan-Nya berbicara. Namun sekali lagi, kesedihan tak mampu menyingkap selubung pada hati mereka untuk mendengarkan Firman Tuhan. Seperti halnya saat kerapuhan melanda, banyak orang melupakan alternatif peran dan kebesaran kuasa Tuhan dalam permasalahan mereka, meskipun cukup punya pengetahuan dan pengalaman tentang penyertaan dan karya Tuhan yang menakjubkan dalam hidup mereka. Penjelasan Yesus adalah upaya untuk membuat mereka terbuka terhadap kenyataan yang terjadi serta mengajak mereka untuk bangkit dari kesedihan dan ketepurukan, bahkan kerapuhan mereka. Itulah wujud kepedulian Yesus terhadap mereka sebagai sahabat yang diharapkan bisa menjadi bagian dari kemenangan dan pemberitaan tersebut.
Yesus tentunya bangga dengan kepedulian mereka ketika mereka menahan-Nya untuk berlalu begitu saja, meskipun alasannya bisa dipahami, yakni hari telah menjelang malam. Perlakuan mereka yang menganggap Nya sahabat dan melayani-Nya dengan penuh rasa hormat dalam suasana keakraban, membuat Yesus berkenan menyingkapkan selubung atau selaput yang menghalangi mereka agar pemahaman mereka terbuka dan mereka memperoleh kembali semangat yang menghidupkan itu.
Dengan pemahaman seperti kisah perjalanan ke Emaus inilah Visi-Misi GKI Pondok Indah akan disusun. Bagaimana Yesus menyertai dan memberikan Visi kepada Kleopas dan temannya, demikian GKI Pondok Indah akan menyusun Visi-Misinya berdasarkan Visi Kerajaan Allah, dan bukan menurut manajemen dan kebijaksanaan manusia belaka.
Visi-Misi GKI PI
Setelah 10 tahun menghayati, memahami, melakukan, dan menghidupi Visi “Hidup, Terbuka, Partisipatif, dan Peduli” (HTPP) dan mulai merasa menyatu dengan visi itu, maka dirasa perlu untuk melanjutkan pelaksanaannya dalam fokus yang berbeda atau lebih berkembang agar jemaat GKI PI terus terbangun secara aktual dan berkelanjutan.
Namun pandemi ini mengajarkan bahwa ternyata semua sedang menghadapi ketidakpastian besar yang membuat pandangan—apalagi prediksi terlalu jauh dari hari ini— menjadi sangat tidak pasti. Terlalu banyak fakta yang membuktikan bahwa semua prediksi jangka panjang—bahkan yang sekadar jangka menengah—berguguran dan menjadi tidak efektif menghadapi perilaku dan kenyataan pandemi ini. Meskipun demikian, GKI Pondok Indah dipanggil untuk melanjutkan misinya walau tidak mampu melihat masa depan yang terlalu jelas.
Karena itu, dalam upaya untuk menetapkan Visi-Misi ke depan harus mampu menerima dan menghadapi kenyataan bahwa pemikiran serta kemampuan perencanaan manusia sangat rapuh. Fakta dan pengakuan ini memaksa manusia—dalam kerapuhannya—mengakui kekuatan, penyertaan, dan perkenan Tuhan yang akan memampukannya menyusun strategi, misi, dan visi yang akan dihidupi.
Realitas Kerapuhan/Vulnerability
Bagaimanapun COVID-19 ini menimbulkan kesadaran bahwa dunia ini—termasuk pribadi-pribadi pemain dan pelaku kehidupannya—rapuh. Mereka tidak bisa memilih dengan siapa akan hidup, tetapi bagaimana menyikapi hidup bersama dalam kerapuhan itu. Itulah sebabnya Marina B McCoy mengatakan bahwa kerapuhan adalah bagian dari kondisi manusia yang mengalami transformasi dan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan.
3 Jenis Kerapuhan
Kerapuhan Esensial, yakni kerapuhan yang timbul sebagai akibat dari berelasi, terjadi dengan begitu saja tanpa bisa ditolak, dihindari, ataupun disingkirkan. Karena itu, dengan kesadaran, pemakluman, dan penerimaan penuh, hal itu hanya bisa dimengerti, dipahami, dan direngkuh untuk diterima, diakrabi, dan sampai pada titik tertentu malah harus dirayakan.
Kerapuhan Situasional, yakni kerapuhan yang timbul karena perbedaan situasi yang dialami masing-masing, sehingga tidak bisa menyamaratakan perlakuan, tindakan, dan bahkan keputusan serta kebijakan yang sama kepada subjek maupun objek yang dihadapi. Karena itu diperlukan upaya bersama untuk memperbaiki kondisi yang ada dengan membuat standar perlakuan dan kebijakan yang mendekati rata-rata pada lingkup yang lebih luas.
Kerapuhan Patogenis, yakni kerapuhan yang timbul ketika seseorang berupaya mengatasi kerapuhannya, tapi justru dengan cara membuat orang lain makin rapuh. Upaya menghadapi kerapuhan patogenis memerlukan sebuah kritik atau perlawanan, yang tujuan utamanya adalah untuk memulihkan dan melepaskan diri dari kerapuhan itu.
Melalui kesadaran akan kerapuhan itulah GKI Pondok Indah kemudian mengubah visi, yang merupakan panduan bagi organisasi dengan segala Key Performance Indikatornya (KPI) yang rapuh berdasarkan pada kebijakan manusiawi, menjadi virtues atau kebajikan yang berkualitas sempurna dan ilahi yang dilaksanakan setiap warga jemaatnya untuk menghasilkan dampak kebaikan bagi sesama manusia dan kehidupan yang dianugerahkan oleh Tuhan.
Virtues Kerajaan Allah
Pemakaian visi-misi lokal kerap dilihat terlalu dipengaruhi oleh model bisnis dunia sekuler. Mengingat kenyataan bahwa masa depan tidak dapat dilihat terlalu jauh; maka perlu ada kesadaran untuk mementingkan yang esensial dan menetapkan virtue untuk melangkah. Juga dibutuhkan sikap responsif dalam menanggapi situasi mendatang.
GKI Pondok Indah, yang menyadari dan menguatkan pengakuan akan identitasnya sebagai anggota Kerajaan Allah, merespons panggilannya untuk mempersaksikan karya Kristus dalam karya-karya ministerial yang konkret. Sesuai dengan apa yang Yesus lakukan dan contohkan—seperti yang dinyatakan dalam butir 9 & 10 pada rumusan Konfesi GKI: ….. 9) yang diutus untuk menegakkan Kerajaan Allah bagi seluruh ciptaan, 10) yang mengampuni orang berdosa serta memanggilnya bertobat, mengasihi semua orang tanpa diskriminasi, menegakkan keadilan dan perdamaian tanpa kekerasan, memberkati setiap pribadi, keluarga, dan anak-anak, memberdayakan orang miskin, memulihkan orang sakit, membebaskan orang tertindas, menjadi sahabat bagi orang yang diasingkan,…—itulah virtues (kebajikan) Kerajaan Allah.
Menurut Toby Newstead, virtues dipahami sebagai karakter batin yang mengarah pada pikiran, perasaan, dan tindakan demi kebaikan bersama. Sedangkan menurut Eric J. Silverman, virtues adalah keunggulan karakter untuk bereaksi dan beraksi dengan bajik. Jadi virtues (kebajikan) adalah kesempurnaan moral. Kebajikan adalah perilaku atau kualitas yang memenuhi kebaikan moral sebagai fondasi prinsip dan moral kebaikan. Kebajikan personal adalah karakteristik yang bernilai, karena mempromosikan kebesaran kolektif dan individual.
GKI Pondok Indah terpanggil untuk mengambil bagian dalam Visi dan Misi Kerajaan Allah, sebagai penggenapan tekad dan perjuangan bersama seluruh GKI, seperti yang tertuang dalam ‘Pengantar’ Konfesi GKI: “Berperanserta ke dalam persekutuan kasih dan karya keselamatan Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus.” Dengan demikian, alih-alih merumuskan Visi-Misinya sendiri, GKI Pondok Indah menegaskan dan menetapkan penggunaan Visi-Misi Kerajaan Allah dan menghidupi virtues (kebajikan) di masa pascapandemi ini yang akan menjadi ‘visi’ GKI Pondok Indah mendatang.
4 Kebajikan GKI PI
Dengan mendasarkan penggalian virtues pada kisah perjalanan ke Emaus dan upaya mempersaksikan karya Kristus dalam karya-karya ministerial yang konkret, maka GKI Pondok Indah mewarnai kehidupan menggerejanya dengan virtues kristiani yang tetap menghidupi semangat HTPP – Hidup, Terbuka, Partisipatif, dan Peduli yang telah mendarah daging selama 10 tahun terakhir ini. Implementasi HTPP telah nyata menunjukkan dampak positif yang terus dibangun, sekalipun menghadapi kenyataan pandemi ini.
Keempat Kebajikan beserta jiwa HTPP yang menghidupinya adalah:
Daya Lenting //Hidup
Daya Lenting (resilience) adalah kemampuan pribadi dan komunitas untuk bertahan di bawah tekanan atau penderitaan dengan terus tekun, teguh, dan sabar menantikan pemulihan hidup yang lebih baik, dengan keyakinan bahwa Allah mengasihi dan memelihara ciptaan-Nya.
GKI Pondok Indah yang berdaya lenting terpanggil untuk menjadi persekutuan umat Allah yang memiliki keyakinan dan pengharapan pada pemeliharaan Allah yang akan terus menguatkan setiap pribadi dan komunitas demi menjawab tantangan zaman yang senantiasa berubah dan terus memberkati dunia.
Kebajikan Daya Lenting ini menggaungkan kembali dan memperdalam karakter GKI Pondok Indah sebagai sebuah jemaat yang Hidup.
Agilitas//Terbuka
Agilitas (agility) adalah kemampuan pribadi dan komunitas untuk, dengan tuntunan Tuhan, bergerak dengan anggun dan lincah dalam menghadapi perubahan zaman yang tak pasti.
GKI Pondok Indah memerlukan kebajikan ini sebab Allah menganugerahi kita hikmat dan mengajar kita untuk beradaptasi dengan cepat dalam merespons situasi yang tak dapat diprediksi.
Kebajikan Agilitas ini menggaungkan kembali dan memperdalam karakter GKI Pondok Indah sebagai sebuah jemaat yang Terbuka.
Persahabatan//Partisipatif
Persahabatan (friendship) adalah kemampuan pribadi dan komunitas untuk keluar dari kenyamanan diri, menerima kasih Allah, dan meneladani keterbukaan Yesus pada ciptaan.
GKI Pondok Indah terpanggil untuk mengambil bagian dalam penyahabatan Kristus pada dunia dengan cara menerima, mengampuni, dan menyahabati sesama yang rapuh di dunia ini.
Kebajikan Persahabatan ini menggaungkan kembali dan memperdalam karakter GKI Pondok Indah sebagai sebuah jemaat yang Partisipatif.
Belas kasihan//Peduli
Belas kasihan (compassion) adalah kemampuan pribadi dan komunitas untuk menunjukkan sikap empati dan peduli terhadap kesulitan dan penderitaan sesama. Di dalam cinta kasih-Nya, Allah yang tak terbatas senantiasa bersedia untuk menunjukkan belas kasihan-Nya yang melimpah terhadap penderitaan ciptaan. Belas kasihan Allah inilah yang menjadi dasar bagi GKI Pondok Indah untuk hadir di tengah kondisi kehidupan yang penuh dengan penderitaan.
Kebajikan Belas kasihan ini menggaungkan kembali dan memperdalam karakter GKI Pondok Indah sebagai sebuah jemaat yang Peduli. •
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.