Dendam Menutup Pengampunan

Belum ada komentar 139 Views

Polisi Korea Selatan di Seoul menangkap Kim, yang berusia 37 tahun, karena dia menikam Song hingga tewas. Song adalah mantan gurunya yang berumur 58 tahun. Ternyata, dua hari sebelum kejadian, Kim mendesak Song untuk minta maaf karena gurunya itu telah salah menghukumnya, ketika dia dituduh menyontek, 20 tahun yang lalu. Namun sang guru menolak untuk minta maaf, maka terjadilah pembunuhan tersebut. Bayangkan! Selama 20 tahun Kim menyimpan dendam terhadap gurunya.

Sebelum membahas mengenai pengampunan, marilah kita membayangkan kejadian yang menjadi puncak penderitaan Yesus, tatkala Dia disalib di Golgota. Pada saat itu siang hari yang terik. Panas. Pada situasi yang sangat panas, menderita kesakitan, perkataan apa yang keluar dari mulut Yesus? Makian? Kutukan? Erangan? Teriakan? Bukan semuanya. Yang luar biasa adalah keluar suatu doa dari mulut-Nya: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Di dalam terjemahan bahasa Indonesia, ada satu kalimat pembuka yang hilang: “Pada saat itu Yesus berkata…” Pada saat itu, detik-detik itu, pada saat Yesus mengucapkan doa itu, secara fisik dan psikis bagaimana kondisi-Nya?

Secara fisik, saat itu kondisi Yesus amat sangat lelah. Malam sebelumnya Yesus sudah lelah. Sepanjang malam Dia berdoa di taman Getsemani. Petrus, Yakobus dan Yohanes tertidur karena kelelahan. Jika para murid-Nya kelelahan, Dia pun sebagai manusia seutuhnya juga kelelahan. Setelah ditangkap, sepanjang malam itu pastilah Dia tidak tidur karena dibawa ke sana ke mari oleh tentara Romawi. Setelah itu masih harus me-mikul salib dan dicambuk, tidak ter-bayangkan seperti apa rasa letih-Nya.

Di dalam puncak kelelahan, Yesus disalib. Paku menembus kulit dan mengoyak daging di tangan serta kaki-Nya. Darah menetes berbaur dengan keringat, sungguh amat perih. Makin lama tentu makin kekurangan darah. Oksigen di dalam tubuh makin berkurang, denyut urat nadi makin cepat. Di saat paling sengsara itu, Tuhan Yesus masih mengingat manusia yang menyiksanya. Di dalam kesengsaraan, Dia menghentikan kemarahan Allah terhadap manusia.

Di tengah penderitaan secara fisik itu, kondisi Yesus diperparah dengan penderitaan secara psikis, yaitu merasa kesepian atau sendiri karena ditinggal Bapa-Nya. Saat itu awan gelap menudungi matahari. Kita menyaksikan bahwa Kristus mengalami ketidakadilan yang memuncak dalam sejarah manusia. Dia yang tidak berdosa harus menanggung dosa manusia.

Justru di dalam keadaan yang serba tidak enak itu, letih, menderita kesakitan dan rasa kesepian, Kristus bukannya memaki atau mengutuk manusia yang tidak tahu diuntung itu, melainkan keluar kalimat yang agung, “Ya Bapa, ampunilah mereka, …..”

Kristus telah memberi teladan kepada kita. Dia tidak hanya bisa ngomong tentang pengampunan, tetapi Dia taat terhadap panggilan-Nya untuk turun ke dunia, menderita dan mati di kayu salib untuk mengampuni dosa kita. Itu berarti pengampunan dosa manusia oleh Tuhan, telah dibayar lunas dengan harga yang sangat mahal, melalui darah dan nyawa Tuhan Yesus. Sekarang masalahnya, kalau kita dibebaskan dari hukuman karena dosa kita yang sedemikian besarnya, kenapa kita pelit untuk mengampuni? Apa konsekuensinya kalau kita tidak mau mengampuni?

Tuhan Yesus juga berbicara mengenai pengampunan di Matius 6:14-15. Yesus berkata, “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”

Apa artinya? Pesan Yesus ini ingin mengingatkan kepada kita, bahwa ada saling keterkaitan yang amat erat antara “pengampunan manusia” dan pengampunan Allah.” Ada hubungan sebab akibat antara, “kesediaan kita mengampuni” dan “kesediaan Allah mengampuni”. Dengan kata lain, orang-orang yang tidak mengampuni, adalah orang-orang yang dengan sengaja menutup pintu pengampunan bagi dirinya sendiri.

Zig Ziglar pernah mengatakan, “pengampunan bukanlah mata pelajaran pilihan dalam kehidupan, namun pelajaran wajib, dan ujiannya selalu sulit untuk dilalui.”

Oleh karena itu, jika kita lulus dari ujian kehidupan tentang pengampunan ini, maka kita telah setapak mengarah kepada manusia yang menyerupai Yesus. •

» Eddy Nugroho

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Edukasi
  • THE ART OF LISTENING
    Menjadi pendengar yang baik? Ah, semua juga bisa! Tapi apakah sekadar mendengar bisa disamakan dengan menjadi pendengar yang baik?...
  • To infinity and beyond!
    Saya salah satu penggemar petualangan seru dan epik dari Buzz Lightyear dan Woody, sahabatnya (Film: Toy Story 1995). Buzz...
  • Antara Si Badu & Akhir Tahun
    Antara Si Badu & Akhir Tahun
    Selamat pagi, siang, sore, dan malam. Menjalani setiap hari dengan rutinitas yang sama, sampai tiba saatnya Natal dan Tahun...
  • WOMEN ON FIRE
    Perempuan Warga Kelas Dua Sepertinya dari dulu perempuan cenderung ditempatkan sebagai warga kelas dua dalam status sosial. Hal ini...
  • Doketisme
    Doketisme
    doktrin keilahian yang kebablasan
    Fanatisme Spiritualitas Fanatisme sebuah spiritualitas yang secara berlebihan menekankan hal-hal tertentu dan kurang menganggap penting hal-hal lain, sering kali...