Daud & Yonatan: Persahabatan Yang Menyegarkan Jiwa

1 Samuel 18:1-5

Belum ada komentar 2083 Views

Perkenalkan, saya Yonatan, anak Saul, raja pertama Israel. Ayah saya memerintah sebagai raja Israel selama 42 tahun. Sebenarnya Tuhan tidak menghendaki umat-Nya memiliki seorang raja (1 Sam. 8:7), tetapi mereka terus mendesak-Nya, sehingga akhirnya Dia mengabulkan permohonan mereka (1 Sam. 8:8; 12:19). Mereka memilih Ayah sebagai raja (1 Sam. 12:13). Terkadang saya berpikir, berapa sering dalam hidup ini kita memaksakan kehendak kita kepada Tuhan. Kita ingin agar Dia mengikuti agenda-agenda kita. Misalnya Hizkia, yang pada masa sakitnya mendesak Tuhan untuk memperpanjang hidupnya sehingga hidupnya diperpanjang 15 tahun. Ironisnya, justru pada sisa hidupnya inilah ia melakukan dosa yang mendatangkan kehancuran pada Yerusalem (2 Raj. 20:1-21).

Saudara, izinkan saya membagikan persahabatan saya dengan Daud. Daud adalah sahabat karib saya. Dia juga adik ipar saya, pesaing saya dan musuh Ayah. Cukup rumit, bukan?

  1. IKATAN: JIWA YANG TERPADU

Saudara, jiwa saya terpadu dengan jiwa Daud (1 Sam. 18:1). Banyak yang mengira bahwa saya dan Daud itu homoseksual, karena kami bercium-ciuman (1 Sam. 20:41). Cium pipi kiri-kanan sesama laki-laki adalah hal yang lazim di dalam budaya kami. Saudara mungkin pernah memiliki sahabat karib untuk beberapa waktu, tetapi dengan berjalannya waktu dan karena berbagai hal, persahabatan itu memudar dan kalian saling menjauh. Persahabatan terkadang datang dan pergi, tetapi di dunia ini juga ada yang tetap bertahan dengan ikatan yang kokoh dan kekal. Firman Tuhan mengatakan, “Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib daripada seorang saudara” (Amsal 18:24).

Saudara, saya mendengar bahwa Saudara menggunakan media sosial untuk menjalin pertemanan. Menurut laporan We Are Social tahun 2018, pengguna internet global berjumlah 4,021 miliar orang dan pengguna internet di Indonesia mencapai 132 juta orang. Rata-rata penggunaan media sosial (medsos) di Indonesia adalah 3 jam 23 menit, menduduki peringkat ketiga, di bawah Filipina (3 jam 57 menit) dan Brazil (3 jam 39 menit).

Saya melihat bahwa Saudara banyak menggunakan Whatsapp, Facebook, Twitter, Line dan Instagram. Apakah kita mendapatkan sahabat dengan sekadar mengajukan permohonan (friend request)? Apakah relasi persahabatan seyogianya seperti internet, yang online dan offline? Ketika kita menyukai persahabatan yang kita jalin, apakah kita memberikan tanda “suka” atau “like” pada unggahannya? Dan apakah ketika terjadi hal yang tidak menyenangkan dalam persahabatan, kita “leave group” atau “unfriend”?

Profesor Robin Dunbar dari Oxford University mengatakan bahwa manusia dapat mempertahankan 150 relasi yang stabil, tapi hanya 13 orang yang memberikan simpati di tengah krisis dan hanya 4 orang di antaranya yang sungguh-sungguh dapat diandalkan.

Persahabatan bisa dijalin dan bertahan apabila ada ikatan atau bonding. Ada yang menjalin persahabatan karena ketertarikan pada gosip, film, permainan, atau hobi tertentu. Namun persahabatan jiwa, tidak sekadar tertarik pada hobi yang sama, tetapi terikat dalam visi misi yang sama.

  1. BEDA PRIBADI, SAMA VISI

Di dunia ini tidak ada pribadi yang seratus persen sama persis. Daud dan saya juga berbeda. Dia anak gembala dari Betlehem, suku Yehuda, sedangkan saya anak raja dari suku Benyamin. Perbedaan usia kami juga cukup jauh. Daud jauh lebih muda dari saya.

Daud, sahabat saya, memiliki kepemimpinan yang baik. Selama pelariannya dari Ayah, dia mengumpulkan 600 orang yang sakit hati bersamanya. Dia bisa mengalahkan berbagai binatang buas. Dia juga seorang ahli musik. Saya mendengar bahwa banyak lagu karyanya masih Saudara nyanyikan. Ketika melawan Goliat, Daud berkata, “Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam” (1 Sam. 17:45).

Saya tidak berani menyandingkan diri saya dengan Daud. Perkenankan saya membagikan kisah pengalaman saya pada masa remaja saya. Pada masa kepemimpinan Samuel, orang-orang Filistin terpukul kalah dengan hebat (1 Sam. 7:16) hingga mereka kembali ke wilayah mereka sendiri. Namun ketika ayah saya menjabat sebagai raja, mereka kembali menyerang (pasal 13). Tentara mereka terdiri atas 30.000 kereta, 6.000 pasukan kuda, dan pasukan berjalan kaki yang tidak terhitung jumlahnya (1 Sam. 13:5 bis). Sedangkan Ayah hanya membawa 2000 tentara dan saya 1000. Orang-orang sangat ketakutan, saya dapat melihat tentara kami takut hingga gemetaran.

Tahukah Saudara, pada saat itu, hanya ada dua pedang di Israel: kepunyaan Ayah dan saya (1 Sam. 13:22). Kedua pedang itu kami peroleh di pasar gelap Filistin. Belum ada orang (tukang besi) di negeri kami yang mampu membuat pedang, lembing atau tombak, berbeda dengan musuh kami yang bisa membuat berbagai persenjataan perang (1 Sam. 13:19).

Saya berkata kepada pembawa senjata saya, “Mungkin Tuhan akan bertindak untuk kita, sebab tidak sukar bagi-Nya untuk menolong, baik dengan banyak orang maupun dengan sedikit orang” (1 Sam. 14:6). Ia menjawab dengan tulus, “Lakukanlah niat hatimu itu: sungguh, aku sepakat” (1 Sam. 14:7).

Ketika kami tiba di pos penjagaan, saya menghitung ada 20 orang pengawal. Saya berdoa di dalam hati, “Tuhan. bolehkah Engkau memberikan saya tanda, apakah sebaiknya saya menyerang atau tidak. Jika mereka berkata, ‘Berhentilah,’ maka itu berarti saya tidak boleh menyerang, dan harus segera melarikan diri. Namun jika mereka berkata, ‘Naiklah kemari,’ maka itu berarti bahwa saya boleh menyerang.”

Saya lalu memberitahu pembawa senjata saya, “Jika mereka berkata, ‘berhentilah,’ maka kita tidak mendekat, kita tunggu mereka di bawah, tapi jika mereka berkata, ‘naiklah ke mari,’ maka itu berarti bahwa Tuhan menyerahkan mereka kepada kita. Itulah tanda bagi kita.” Dan ternyata benar, mereka berkata, “Naiklah ke mari, biar kami menghajar kamu.” Maka saya naik dan langsung membunuh 20 pengawal tersebut dari arah depan sedangkan pembawa senjata datang dari arah belakang mereka dan menghabisi orang-orang yang terluka. Tempat tersebut tidak terlalu luas, sekitar 2000 meter persegi (1 Sam. 14:7-15).

Persamaan keinginan untuk mendengarkan suara Tuhan, menaati dan melakukan kehendak-Nya, mendorong Daud dan saya untuk menjadi sahabat rohani. Pertemanan yang saling menguatkan, saling memotivasi untuk mengikuti dan mempelajari titah-titah-Nya. Awalnya, Tuhan memilih Ayah untuk menjadi raja, tetapi ia tidak taat sehingga Tuhan menolaknya. Daud tidak mengajukan dirinya sebagai raja, tetapi Tuhanlah yang memilihnya. Tuhan tidak memilih saya untuk menjadi raja menggantikan Ayah. Daud dan saya punya keinginan yang sama, yaitu melakukan kehendak Tuhan. Betapa indahnya jika kita bisa mendapatkan teman yang sama-sama rindu untuk selalu hidup dekat dengan-Nya.

  1. BEBAN BATIN YANG MENGURAS JIWA

Sebenarnya, Daud dan saya berpotensi menjadi musuh besar dalam hidup kami. Sebagai keturunan raja, seharusnya saya menjadi raja menggantikan Ayah. Apabila saya diangkat sebagai raja, saya bisa menikmati segala kemuliaan yang diberikan oleh status saya. Ayah sering berkata kepada saya, “Kamu jangan dekat dengan Daud. Dia musuh kita. Dia akan merebut takhtamu. Aku mau kamu menjadi raja, meneruskan kepemimpinanku.”

Samuel dan Daud adalah dua orang yang sangat saya hormati. Yang satu, nabi yang dikasihi Tuhan, dan yang lain, raja yang dipilih-Nya. Yang menyedihkan, kedua orang ini musuh besar Ayah. Inilah beban batin yang sangat menguras jiwa saya.

Ayah menulis di Facebooknya, “Daud harus dibunuh!” (1 Sam. 19:1) dan mengunggah di Twitter, “Aku pasti akan menancapkan Daud ke dinding dengan tombakku” (1 Sam. 18:11). Ia juga mengunggah foto tombak di Instagram.

Dan ketika saya membela Daud, Ayah memarahi saya dengan kata-kata yang sangat kasar. Saya percaya bahwa Saudara tidak ingin mendengar kata-katanya (1 Sam. 20:30). Dengan kata lain, Ayah mengatakan bahwa saya ini najis, bodoh dan tidak bakal sukses dalam hidup saya. Tidak hanya itu, ia melemparkan tombak ke arah saya untuk membunuh saya. Meskipun saya sempat mengelak, tetapi mulai saat itu saya mengetahui bahwa Ayah sungguh-sungguh bertekad untuk membunuh Daud (1 Sam. 20:33). Tombak Ayah tidak membunuh saya, tetapi sangat melukai hati saya. Mulai saat itu, saya tidak bisa makan, tidak bisa tidur, karena menghawatirkan nasib sahabat karib saya, Daud (1 Sam. 20:34).

Ayah sangat marah karena ia telah tahu bahwa Tuhan telah menolaknya sebagai raja, dan bahwa Daud akan menggantikannya. Ayah juga tahu bahwa saya akan diangkat sebagai orang nomor dua di bawah pemerintahan Daud (1 Sam. 23:17). Ayah tidak mengerti mengapa saya tidak mau menjadi orang nomor 1 di Israel, dan malah rela menjadi orang nomor 2?

Saudara, setiap pertemanan pasti punya tantangan tersendiri. Ada yang berpendapat bahwa apabila pertemanan bisa bertahan melewati 7 tahun, baru terbukti bahwa pertemanan tersebut kokoh. Saudara, pertemanan kami pasti berakhir apabila Daud membunuh Ayah, tetapi ia tidak membunuhnya, meskipun punya banyak kesempatan untuk melakukannya dengan mudah. Pertemanan kami juga pasti berakhir apabila saya berjuang untuk menjadi raja. Namun Tuhan tidak memanggil saya untuk menjadi raja, dan saya harus menerimanya. Saudara, bagaimana apabila Saudara menemukan bahwa temanmu lebih berhasil, lebih populer dan lebih baik dalam banyak hal? Atau ia terpilih untuk suatu jabatan penting, sedangkan Saudara tidak? Saudara, setiap pertemanan ada tantangan dan kesulitan tersendiri.

  1. MEMBERI YANG TERBAIK

Saudara, nama saya berarti “Yahwe memberi” (יְהוֹנָתָן). Hidup saya adalah hadiah dari Tuhan, demikian saya memandang hidup saya. Apakah Saudara suka menerima hadiah? Hadiah apa yang pernah Saudara harapkan akan diberikan orang kepadamu? Apakah Saudara pernah memberikan hadiah? Apakah ada sukacita di hati Saudara ketika memberikannya? Saya pribadi memandang hidup saya sebagai hadiah bagi orang lain. Saya menghadiahkan jubah, baju perang, pedang, panah dan ikat pinggang saya kepada Daud (1 Sam. 18: 4) karena saya mengasihinya seperti diri saya sendiri (1 Sam. 18:3). Dengan menghadiahkan semua itu, saya percaya bahwa Daud lebih layak menjadi raja daripada saya.

Pada saat kami harus berpisah, Daud—yang walaupun sudah diurapi sebagai raja—sujud menyembah saya hingga mukanya ke tanah sebanyak tiga kali (1 Sam. 20:41). Sebenarnya, saya bisa memilih untuk pergi bersamanya, toh saya bakal menjadi orang nomor dua di bawah kepimpinan raja yang berkenan pada Allah. Namun saya memilih untuk mendampingi Ayah meskipun ia sering terpancing iri hati kepada Daud. Saya heran, sangat mudah bagi Iblis untuk membakar hati Ayah.

Saudara, saya mati di sisi Ayah ketika berperang habis-habisan. Setelah kematiannya, kepala Ayah dipenggal. Kemudian, tubuh Ayah, saya dan adik-adik saya dipakukan ke tembok. Ada orang-orang gagah perkasa yang menurunkan tubuh kami untuk dikremasi (2 Sam. 1:8-13). Setelah kematian saya, sahabat saya, Daud, menjaga anak saya, Mefiboset, hingga kematiannya (2 Sam. 4:4).

Setelah mendapatkan kabar kematian saya, Daud sangat sedih. Dia bahkan mengarang sebuah lagu, salah satu baitnya berbunyi, “Betapa gugur para pahlawan di tengah-tengah pertempuran! Yonatan mati terbunuh di bukit-bukitmu. Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib daripada cinta perempuan (2 Sam. 1:25-26). Atas perintah Daud, lagu tersebut harus diajarkan kepada semua bani Yehuda (2 Sam. 1:17). Sebuah hadiah yang indah dan istimewa yang Daud berikan kepada saya.

Saudara, Kristus juga memanggil kita untuk menjadi sahabat-sahabat-Nya (Yoh. 15:13-15). Kristus juga menghendaki ikatan dengan kita (Yoh. 15:5). Dia, yang adalah Anak Allah, memercayakan visi misi Kerajaan Allah kepada kita. Dia menanggung beban berat demi memulihkan hubungan kita dengan Allah, sehingga Dia berkata, “Hatiku sangat sedih seperti mau mati rasanya.” Kristus menghadiahkan nyawa-Nya bagi kita. Saudara, biarlah saya mengakhiri cerita saya dengan kalimat dari Brian Edgar, “Through friendship one learns of the love of Christ, and then through Christ, one’s love of others is perfected” (“Melalui persahabatan, kita belajar tentang kasih Kristus, dan kemudian melalui Kristus, kasih kita kepada sesama kita disempurnakan.”

>> Pdt. Lan Yong Xing
Khotbah ini disampaikan dalam Kebaktian Umum GKI Duta Mas tanggal 1 Juli 2018

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Bible Talks
  • Pelayanan yang Panjang
    Kisah Para Rasul 19:1-41
    Kisah Para Rasul merupakan buku kedua yang dituliskan oleh Lukas kepada Teofilus, dengan tujuan mencatat apa yang dilakukan oleh...
  • KASIH PERSAHABATAN
    Kasih adalah salah satu tema terpenling di da/am kekristenan. Di dalam 1 Korinlus 13:13, Paulus menegaskan bahwa dari seluruh...
  • WHAT WENT WRONG?
    Yosua 7-8
    Seandainya Anda mengalami kegagalan, akankah Anda berdiam diri dan bertanya, “Apa yang salah?” Setelah kemenangan di Yerikho dengan sangat...
  • Menghidupkan Semangat Dan Hati
    Yesaya 57:15
    Seseorang gadis berusia 18 tahun dan berpenampilan menarik berjalan masuk ke dalam ruang konseling. Dia sering menjuarai berbagai kompetisi...