Darah tinggi bukan penyakit, melainkan gejala dari penyakit di belakangnya. Selain primer turunan, juga jauh lebih banyak karena diperoleh (acquired). Orang yang menderita batu ginjal bisa darah tinggi juga, sama halnya bila kena kelebihan fungsi kelenjar gondok (hyperthyroid), atau bila ada kanker di kelenjar anak ginjal suprerenalis. Yang menggelisahkan adalah hipertensi karena kelebihan makan asin. Apa pun di belakang darah tinggi, hipertensi tidak boleh didiamkan. Seberapa bisa perlu dikendalikan agar mendekati nilai normal. Komplikasi darah tinggi yang dibiarkan menahun, merusak banyak organ tubuh (multiorgan).
Satu dari tiga orang Indonesia tercatat hipertensi. Tensinya di atas 140/90. Lebih banyak bukan sebab turunan, melainkan karena pilihan gaya hidup yang keliru. Kelebihan asupan garam dapur salah satunya.
Fenomena Ikan Asin
Pengalaman kerja di Puskesmas di Bogor dulu menambah keyakinan medis bahwa konsumsi garam dapur yang berlebih bisa berakibat darah tinggi, dari latar belakang mana pun seseorang datangnya. Buktinya pasien Puskesmas yang mayoritas dari pedesaan, kedapatan hipertensi, sudah tentu bukan semua lantaran turunan darah tinggi.
Lacak punya lacak, ternyata konsumsi ikan asin pasien Puskesmas tempat saya dinas dulu nyaris setiap hari, karena keadaan. Hanya bisa memilih lauk ikan asin karena keterbatasan ekonomi. Konsumsi ikan asin masyarakat Kabupaten Bogor ketika itu puluhan ton.
Karena di mata medis asupan garam dapur berkorelasi dengan kejadian darah tinggi, hampir bisa dipastikan kalau tingginya angka hipertensi di kabupaten Bogor, dan saya duga, juga di kabupaten lain yang konsumsi garam dapurnya tinggi, disebabkan oleh menu yang terlalu asin. Masakan Padang, salah satunya.
Jadi sejatinya bukan daging yang bikin orang darah tinggi, melainkan doyan makan asin. Maka jangan abaikan garam dapur. Botol garam dapur di meja makan rumah itu biang keladi mengapa satu keluarga berisiko darah tinggi.
Mengonsumsi daging tidak langsung bikin darah tinggi. Bila tergolong daging merah seperti sapi, babi, kambing, dan kerbau, dan yang dipilih daging berlemak, efeknya terhadap tekanan darah tidak serta-merta seperti bila menelan garam dapur berlebihan. Daging berlemak meninggikan lemak jenuh (saturated fatty acid), yang bila berlangsung terus-menerus selama bertahun-tahun akan membentuk gundukan karat lemak pada dinding pembuluh darah yang kita sebut plaque selain pengerasan pembuluh darah. Pembuluh darah yang menebal dan keras ini (atherosclerosis) yang lambat laun bisa meninggikan tekanan darah.
Berbeda dengan pengaruh asupan menu daging-dagingan, efek garam dapur, terlebih pada orang yang peka garam dapur (salt sensitive person) terjadi seketika. Sodium chlorida atau garam dapur dengan seketika menaikkan tekanan darah. Yang tubuh butuhkan sebetulkan sodium-nya saja, dan bukan sodium chlorida.
Jadi cuma mitos kalau orang hipertensi itu karena sering marah-marah. Pada saat marah-marah, tekanan darahnya memang meninggi, namun itu bukan penyebab hipertensinya. Tensi darah akan mereda setelah amarahnya selesai. Namun pada orang yang sudah hipertensi, apakah ia sedang marah-marah atau tidak sedang marah-marah, tensi darahnya tetap di atas nilai normal.
Kalau kita amati menu orang modern sekarang ini, hampir semuanya kelebihan garam dapur. Rata-rata orang Indonesia menelan lebih dari 3 kali lipat kecukupan sodium tubuh. Menu fast food, makanan kalengan, jajanan, camilan, dan semua menu restoran pasti lebih banyak kandungan garam dapurnya ketimbang menu yang tergolong low food.
Itulah sebabnya paradigma belum berubah, bahwa kesehatan itu sebetulnya ada di dapur, bukan di restoran. Seberapa bisa mengonsumsi menu harian di meja makan rumah sendiri yang bisa kita atur asupan garam dapurnya. Terlebih bila di rumah sudah ada yang darah tinggi, semua masakan dapur sebaiknya tidak menambahkan garam dapurnya. Garam dapur baru ditambahkan sendiri secukupnya ketika sedang di meja makan.
Kontrol Tekanan Darah Harian
Hipertensi perlu dan harus dikontrol agar mendekati nilai normal. Berapa nilai normal tekanan darah kita? Berada di kisaran 120/80. WHO mematok seseorang tergolong hipertensi bila tensi darahnya di atas atau sama dengan 140/90 mmHg. Di antara 120/80 sampai 140/90 tergolong normal atas (high normal). Apa artinya?
Setiap tensi darah di atas nilai normal, harus ditekan supaya mendekati nilai normal. Awalnya selama bisa tanpa obat (non pharmaca), cukup dengan menurunkan berat badan mencapai berat idealnya, asupan garam dapur dibatasi, dan pilih yang sodium-nya rendah (low sodium salt) yang bisa dibeli di pasar swalayan, dan cukup pula bergerak badan.
Apabila setelah tanpa obat tensi tidak bisa normal, baru intervensi obat. Kalau bisa dengan satu obat, tak perlu kombinasi obat. Kalau bisa dengan setengah dosis tidak perlu dosis penuh. Sekarang digabung juga dengan golongan penguat jantung (beta blocker) supaya kerja jantung lebih efisien.
Apabila tensi darah terkontrol, maka komplikasi yang tidak diharapkan tak perlu terjadi. Kita tahu hipertensi yang terus berlangsung bertahun-tahun bisa merusak ginjal, jantung, otak, selain bola mata. Sesungguhnya tersedia cukup waktu buat pengidap darah tinggi untuk membatalkan komplikasi payah jantung (heart failure), stroke, gagal ginjal, sampai kebutaan, kalau sejak awal tensi darahnya selalu dikendalikan.
Tailor Dosage
Salah kaprah yang acap terjadi, pemberian obat antihipertensi yang rutin untuk jangka waktu tertentu, demi alasan kepraktisan. Obat diberikan untuk sebulan, tak peduli fluktuasi tensi darah berubah naik-turun dari hari ke hari.
Kita tahu kalau tekanan darah bisa berfluktuasi harian. Untuk itu kita perlu secara teratur mengukurnya setiap hari karena kita belum punya dokter keluarga. Pada kasus tertentu perlu lebih dari satu kali dalam sehari. Kalau perlu dipasang alat pengukur otomatis (holter) untuk membaca naik-turunnya tensi darah dari jam ke jam.
Sejatinya tekanan darah yang murni itu diukur pada pagi hari, sebelum melakukan aktivitas apa-apa. Salah kaprah yang selama ini terjadi, pengukuran dilakukan setelah beraktivitas, ke dokter sore dan malam hari, ketika sedang jalan-jalan di mal. Pada kondisi demikian, tentu ada kecenderungan selisih tekanan yang lebih tinggi dari yang sejatinya.
Hal lain, pemberian obat pun belum tentu harus sama untuk orang yang berbeda. Tidak ada satu golongan obat antihipertensi yang cocok untuk semua orang. Apakah diberikan golongan ACE-inhibitor, calcium-antagonist, angiotensin-antagonist, selain golongan antihipertensi lainnya, dokter yang memilihkan golongan mana yang tepat.
Prinsip pemakaian obat secara rasional, kalau bisa setengah dosis tidak perlu dosis penuh, juga perlu diamati. Logika medisnya memang seperti itu. Untuk bisa begitu, pasien sendiri yang mengukur tensi darah hariannya setiap pagi. Dengan begitu bisa ditemukan dosis pribadi, ibarat ukuran bikin celana, sesuai dengan bentuk dan ukuran tubuh. Kita menyebutnya sebagai tailor dosage.
Kalau pada pengukuran, tensi darah dalam nilai normal, namun tetap minum obat, justru akan menurunkan tensi normal atau hypotension. Juga kalau cukup setengah dosis, namun obat masih rutin diminum dengan dosis penuh, penurunan tensinya akan kelebihan. Dan ini bukan tanpa bahaya.
Stroke Hypotension
Siapa mencatat dan menyadari kalau sebuah kasus stroke bisa terjadi akibat tekanan darah kelewat rendah (anjlok). Kasus pada pasien yang sudah patuh, tertib dan rutin minum obat antihipertensi, namun nyatanya kena stroke juga, tercatat akibat saat terjadi, tensi darahnya sedang terlalu rendah untuk orang itu. Kasus demikian masih dianggap akibat penyakit hipertensi yang sudah menahun.
Stroke hypotension sering tidak dilaporkan. Kita bisa melihat akibat menurunnya perfusi darah ke sel-sel otak di wilayah otak tertentu yang ternyata berujung stroke juga. Kasus orang yang kelewat ekstrem berpantang garam, tidak berani makan daging, takut makan telur, stop mengonsumsi protein, kadar sodium dalam darahnya, begitu juga elektrolit lainnya, bisa amat rendah, sehingga fungsi tubuhnya drop, dan itu membawanya masuk ICU.
Maka semua pengidap hipertensi wajib rutin memeriksakan tekanan darahnya, juga kadar elektrolit kalium, sodium dalam darah, selain fungsi ginjal rutin setiap tahun untuk membaca apakah sudah terjadi ketidakseimbangan. Sering kali kondisi ketidakseimbangan itu yang memperburuk penyakit di belakang hipertensinya yang sudah lama hadir.
Handrawan Nadesul
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.