Sabtu pagi itu halaman depan dan teras GKI Pondok Indah nampak lengang. Plaza pun sepi. Hanya tampak spanduk hitam dengan ukuran yang tidak umum besarnya, bergoyang tertiup angin pagi. Tiba-tiba datang tiga pria dengan langkah gesit menuju teras gereja. Belum habis mereka menurunkan tas-tas besar dan peralatannya, datang lagi seorang pria berambut cepak dengan didampingi seorang gadis. Dengan seragam sangar hitam-hitam, mereka berdua melangkah tegap menuju Pos Satpam. “Pagi Pak, boleh tahu di mana diadakan pelatihan tanggap bencana?” begitu tanya si pria. “Bapak siapa?” balas Pak Satpam kita dengan menyelidik. “Kami berlima mau bergabung,” begitulah jawab si pria. “O, silakan … lantai tiga,” kata satpam seraya menunjuk lift.
Spanduk hitam di plaza yang berjudul “Bencana” itu, bergoyang lebih kuat seakan-akan menyambut kelima tamu kita. Dialog singkat itu pun selesai sudah. Namun itulah yang mengantar kepada kegiatan Sabtu 3 Maret 2012 di lantai tiga.
Siapa sih kelima tamu kita ini? Yang berseragam hitam-hitam itu tak lain adalah Pak Errol F. Lontoh dan Sdri. Mimi. Mereka adalah dua dari sedikit orang di Indonesia yang memiliki brevet internasional dalam penanganan korban bencana. Dedikasi mereka tak usah diragukan lagi. Profesional tanpa pamrih. Bersama mereka adalah Pak Widodo dan Pak Sunaryo dari Dinas Kebakaran DKI dan Pak Keybo dari 118. Mereka semua instruktur dengan brevet internasional dan pengalaman praktis, bukan cuma teori. Bukan “omdo.”
Apa Sebenarnya yang Terjadi Pada Hari itu di Lantai Tiga?
Ya, hari itu 22 peserta berpartisipasi dalam pelatihan tanggap bencana berjudul “Cerdas Menanggapi Bencana,” yang difasilitasi oleh GPB (Gugus tugas Penanggulangan Bencana) GKI Pondok Indah. Para peserta mengenakan seragam GPB berwarna ngejreng, warna yang memang diperlukan, seturut dengan anjuran pelatih. Di dada tercantum logo GPB, dilengkapi teks ajakan berdasarkan Matius 22:37-39, “Mari mengasihi sesama, seperti mengasihi diri sendiri”
Seru, Asyik, Heboh, Tapi bukan karena seragamnya. Dan yang lebih penting lagi, karena para peserta bukan sekadar duduk manis mendengar. Jauh dari itu. Ada bimbingan praktik bagaimana tindakan yang benar, bila jatuh korban. Banyak latihan praktis yang ternyata bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Tak usah menunggu sampai ada bencana, apalagi nasional.
Tragedi yang Menimpa Sophan Sofian
Sadarkah kita bahwa bencana bisa terjadi di jalan raya atau saat wisata bersama keluarga, bahkan saat di rumah sekalipun? “Kita terhentak sedih, saat kita kehilangan artis kesayangan publik, Sophan Sofian dalam sebuah bencana di jalan raya.” Ini hanyalah sebuah contoh dari banyak kejadian serupa,” begitu Pak Errol menjelaskan. “Tak harus menunggu ada korban masal bencana.” Pertolongan pertama yang benar, bisa menyelamatkan nyawa korban … walau “cuma” satu ….
Begitu serunya hari itu, hingga tak terasa ketika jarum jam menunjuk pukul empat sore, saat berakhirnya pelatihan. Pelatihan berikutnya akan diadakan dalam waktu tak lama lagi.
Bukan Mampukah Kita, Tapi MAU-kah Kita Turun Tangan?
Matius 25 :37-40 adalah penegasan Yesus Kristus tentang perlunya kita berbela rasa, menjadi jemaat yang hidup, terbuka, partisipatif dan peduli.
Mari Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, Teman-Teman, nyatakanlah itu semua dalam praktik. Salah satu caranya adalah dengan bergabung dalam wadah GPB GKI Pondok Indah. Dengan sukacita kami menunggu Anda di seksi manapun dalam GPB. Kegiatannya antara lain adalah: survei lokasi bencana, mengomunikasikan hasil survei, persiapan tindakan dan kerjasama (dengan Bapel-Bapel, a.l. Pelayanan Kesehatan, SarPras dan juga dengan Kombas), penyiapan logistik bantuan dan kunjungan ke lokasi bencana dengan membawa bantuan sesuai dengan kebutuhan di tempat.
Kiranya pelayanan kita makin layak di hadapan Tuhan
(HS)
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.