Penutupan ibadah ragawi ( GKI PI berupaya mengadakan ibadah secara onsite) pada tahun 2020, streaming. Ada ibadah yang dilakukan secara rekaman sebelum hari “H” ada pula yang dilakukan secara live streaming dengan peralatan seadanya, hingga akhirnya terbentuk Tim Produksi. Perangkat produksinya juga mulai ditambah secara bertahap, dari kamera, mixer, hingga akhirnya memiliki Control Room kecil di atas balkon gereja. Anggota Tim Produksi pun mulai bertambah, tapi belum seperti yang diharapkan. Anggota tim adalah relawan yang kebanyakan bekerja di bidang broadcasting.
Seperti yang teman-teman ketahui, di balik layar ibadah Minggu kita ada beberapa bagian yang terlibat. Ada bagian Production Director (PD), Floor Director (FD), Juru Bahasa Isyarat (JBI), Soundman, Text Operator (TO), Cameraman, Desain Grafis (DG), Video Editor/Mixer (VM) dan Dekorasi.
Untuk mengetahui bagaimana suatu produksi ibadah bisa terselenggara hingga dapat diikuti oleh jemaat GKI PI pada khususnya, kami mewawancarai beberapa anggota tim dari setiap bagian yang ada. Mari simak penjelasan dan pengalaman teman teman dari Tim Produksi GKI PI.
Berikut cerita di balik layar… Berawal dari peristiwa 15 Maret 2020, saat GKI Pondok Indah memutuskan untuk menutup gereja sebagai dampak dari pandemi COVID-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia. “Saya sejenak tertegun, tidak tahu harus mulai dengan apa,” demikian kata ibu Wita Hartanto, yang waktu itu menjabat sebagai ketua Mabid Ibadah dan bertanggung jawab atas berlangsungnya ibadah-ibadah Minggu.
Perubahan yang serba mendadak membuatnya termotivasi untuk mengajak sebanyak mungkin pegiat guna berkreasi dan berinovasi dalam penyelenggaraan ibadah online di GKI Pondok Indah. Dimulai dari peralatan produksi yang sederhana, hingga akhirnya berkolaborasi dengan Mabid Sarana Penunjang (Sarpen) untuk mempersiapkan segala kebutuhan dalam ibadah online.
“Sebuah perjuangan yang tidak mudah dalam mengadakan rekaman ibadah untuk beberapa bulan lamanya, baik rekaman mandiri di rumah masing masing, kemudian rekaman di gedung gereja, sampai akhirnya kami berani melakukan live streaming dengan peralatan produksi yang mulai memadai. Belum lagi pada saat-saat awal pandemi tidak banyak pegiat yang berani keluar rumah demi menaati himbauan pemerintah. Saya melibatkan semua pegiat dari Mabid Ibadah untuk terlibat di Tim Produksi sebagai bentuk tanggung jawab bersama kepada Tuhan dan jemaatnya demi menyelenggarakan ibadah Minggu secara online dengan segenap hati,” ujarnya yang juga terlibat sebagai Floor Director.
“Kesetiaan dan semangat rekan rekan semua itulah yang membuat kami di Mabid Ibadah ini merasa terharu dan makin menyadari bahwa Tuhan menuntun kami dan tidak membiarkan kami tanpa daya menghadapi pandemi ini. Kami justru diberi kemampuan untuk berkarya dengan segala fasilitas yang Tuhan sediakan melalui uluran tangan banyak jemaat, sehingga kami bisa membangun studio / control room di atas balkon gereja yang memadai untuk melakukan produksi ibadah online,” demikian ibu Wita berkisah mengenai pengalaman iman yang dirasakannya.
Sebagai Floor Director, ibu Wita juga belajar tentang segala sesuatu yang baru, dan membaginya kepada sesama rekan sepelayanan, sehingga baik penatua maupun pegiat saat ini mulai terlibat secara aktif dalam Tim Produksi ibadah online. Bersama bapel kebaktian, Semawi, tim liturgi, tim multimedia, tim dekorasi, Juru Bicara Isyarat, TGT (Tim Gugus Tugas) COVID-19, tim kantor gereja dan tim operasional, mereka bahu-membahu menghadapi situasi naik-turun yang mendebarkan, tapi tetap dalam pimpinan dan kendali Tuhan.
“Tujuan kami hanya satu, agar lewat pelayanan ibadah online ini nama Tuhan dipermuliakan dan menjadi berkat bagi banyak orang,” demikian Ibu Wita mengakhiri kisah pengalamannya.
Pak Agung Handaka juga merasakan perjalanan iman yang serupa dalam melayani sebagai Floor Director. “Pemeliharaan dan kehadiran Tuhan Allah dalam hidup makin kami rasakan melalui kesehatan dan semangat di dalam melayani. Kami juga mendapat dukungan dari keluarga dan rekan rekan sepelayanan yang luar biasa, meskipun dalam situasi yang kurang kondusif karena pandemi. Kasih Tuhan nyata dan ajaib karya-Nya,” ujar beliau.
Juru Bahasa Isyarat atau JBI sudah hadir dalam ibadah-ibadah online yang ada di GKI Pondok Indah. Dalam perjalanannya, pelayanan sebagai JBI kini sudah makin dikenal dan tidak sedikit orang yang ingin mempelajarinya juga. Namun tahukah teman-teman bagaimana melayani sebagai JBI?
Perjalanan untuk menjadi seorang pelayan JBI di gereja secara garis besar sama halnya dengan JBI dalam berita atau siaran di televisi, yakni menerjemahkan apa yang disampaikan oleh penyiar ke dalam bahasa isyarat, sehingga dapat dipahami oleh teman Tuli. Lalu apa yang membedakannya? Melayani sebagai JBI di gereja dapat dikatakan memiliki tanggung jawab yang sama dengan pendeta, yaitu menyampaikan Firman Tuhan kepada teman Tuli. Bukan hanya khotbah, tetapi keseluruhan ibadah diterjemahkan agar dapat dipahami. Karena itu JBI membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk pertama-tama memahami materi-materi yang akan diterjemahkan di dalam ibadah.
Pelayanan ini membutuhkan kesediaan hati untuk lebih dulu disentuh dengan pesan Firman Tuhan, sehingga apa yang diterjemahkan dapat menyentuh, memberi rasa, memberi harapan dan menolong teman Tuli mengalami serta memahami Tuhan. JBI tidak selalu dapat menerjemahkan dengan sempurna, tetapi yang terpenting adalah kemauan untuk memberikan yang terbaik dan dengan rendah hati mau terus belajar dan diubahkan oleh Tuhan.
Pada saat pandemi ini, Tuhan membukakan jalan bagi tim JBI untuk membuka kelas khusus bekerjasama dengan Pusbisindo bagi teman- teman yang ingin belajar bahasa isyarat melalui online. Setelah mengikuti kelas 10x pertemuan dengan teman Tuli, Myrda Saragih dan Ratri Indrawaty diminta untuk observasi saat ibadah Minggu dengan tujuan untuk melihat gerak tangan JBI yang bertugas saat itu. Myrda mengikut observasi JBI saat memasuki usia kehamilan 4 bulan. Ia mendapat pengalaman menarik saat bertugas di gereja karena memerlukan dingklik/bangku sebagai pijakan kaki agar memudahkannya untuk duduk dan berdiri. Ratri mengalami kendala untuk mengikuti intonasi majelis dan pendeta saat berbicara, tetapi ia bisa mengatasinya dengan terus berlatih. Ia merasakan pengalaman iman tersendiri saat PPKM lalu, ketika ia menyesuaikan diri dalam pelayanan yang hanya berduaan saja dengan JBI yang sudah lebih berpengalaman. Pengalaman pengalaman yang dialami JBI di dalam situasi pandemi ini menyemangati mereka untuk terus berproses menjadi lebih baik, agar dapat memberikan akses bagi teman Tuli.
Ada pula Azis Musyafak yang ikut melayani sebagai Cameraman. Waktu percakapan katekisasi, ia ditanya oleh penatua apakah ia bersedia melayani di produksi ibadah online. Dari beberapa tugas di tim produksi, ia memilih pelayanan sebagai cameraman karena sudah memiliki pengetahuan dasar di bidang itu, dan seiring berjalannya waktu, lebih menguasainya. Sebelum masa pandemi, ia cukup aktif melayani di Komisi Hospitality Ministry untuk membantu jemaat mencari tempat duduk dalam ibadah.
Semula Azis menganggap bahwa tugas Cameraman itu biasa saja, tetapi lama kelamaan ia menyadari bahwa tugas itu sangat penting karena merupakan “mata jemaat”. Lewat pelayanan ini, Tuhan memakainya untuk menjadi berkat bagi orang lain, sehingga orang dapat menikmati ibadah dari rumah dengan lebih baik.
Untuk bagian Video Mixer, kami mewawancarai Timothy Randy yang awalnya diajak Steven Ananta untuk membantu sebagai Video Editor Paduan Suara. Ia menerima tugas ini karena editing adalah bagian dari pekerjaannya. Ia memulai pelayanannya sebagai editor saat ibadah online masih tapping. Setelah ibadah mulai beralih ke live streaming, ia dibantu Charles menyiapkan live streaming dari gereja ke laman Youtube. Ia merasa bersyukur dapat menjadi berkat bagi jemaat melalui pelayanannya sebagai video mixer.
Kami pun berkesempatan mengobrol dengan Anto Sihombing, salah satu Production Director, yang bertanggung jawab atas keberlangsungan suatu produksi ibadah live streaming ataupun tapping. Anto merasa terpanggil untuk bergabung dalam tim ini karena ternyata memiliki latar belakang dalam dunia broadcasting. Ia ingin sekali membagi ide-ide yang berasal dari pengalamannya di pekerjaan.
Awalnya Anto menangani Video Mixer, lalu mulai merambah ke bidang lain seperti operator, Soundman dan set up peralatan. Ya memang sih, sedikit serabutan, karena pada saat itu pegiat dalam Tim Produksi masih sangat sedikit. Saat sudah menjadi Production Director, Anto harus bisa mengoordinasikan seluruh elemen, antara lain audio, lighting, multimedia, dan berkoordinasi dengan seluruh crew. Tugas seorang Production Director, selain harus memahami fungsi semua elemen alat yang digunakan, ia juga harus bisa berkomunikasi dengan baik dengan seluruh crew, sehingga liturgi yang telah dirancang oleh tim liturgi dapat dipahami jemaat dengan baik, dan mereka dapat menikmati kualitas tayangan yang “on air look” (baik).
Yosua Pessy yang juga melayani sebagai Production Director, berpendapat bahwa ketika ada kemauan dalam sebuah pelayanan, pasti Tuhan memberikan kesempatan. Pengalaman yang paling berkesan baginya adalah saat merayakan ulang tahun GKI Pondok Indah ke- 36. Ide-ide baru yang dilontarkan, dapat dieksekusi dengan baik karena dukungan penatua pendamping. Menurut Yosua, ini sebuah kesempatan langka untuk berdiskusi dengan para penatua dalam merancang sebuah ibadah.
Lain lagi cerita Aldy Istamar, yang merasa terpanggil saat melihat tayangan promo perekrutan Tim Produksi dalam prelude dan postlude ibadah streaming, berupa wawancara dengan beberapa anggota Tim Produksi. “Gue merasa bahwa Tuhan berbicara; itu lo, tim produksi sedang butuh orang,” begitu katanya. Sebelumnya, ia memang sudah mendengar cerita bagaimana perjuangan GKI PI dalam menyelenggarakan ibadah online, mulai dari kekurangan anggota, sulitnya mendapat pegiat baru, dan juga masih sangat kurangnya peralatan pada awal masa pandemi. Faktor-faktor itu berdampak pada kualitas tayangan, yang menurut pandangannya cukup mengganggu. Contohnya, suara yang bisa tiba tiba hilang atau mengecil. Inilah yang menggelitik hatinya untuk segera menghubungi Steven dan mendaftarkan dirinya sebagai bagian dari Tim Produksi, langsung terjun ke lapangan dan belajar dari master yang sudah ada.
Banyak pihak yang kaget melihat Aldy tiba-tiba muncul dan bergabung, karena biasanya ia hanya dikenal sebagai pemusik, khususnya pemain saxophone. Ia tidak memiliki latar belakang dalam dunia broadcasting. Nol pengalaman, tetapi ia jalankan saja, karena merasa rindu melayani. Ia diminta untuk memegang audio mixer. Meski pada awalnya ia berkeringat dingin karena belum pernah bertugas sebagai Soundman tetapi karena terus belajar dan terjun langsung ke lapangan, akhirnya ia bisa menjalankan tugasnya semakin baik. Tekadnya adalah untuk menyampaikan “suara Tuhan” dengan baik kepada jemaat melalui ibadah online.
Tim produksi didukung oleh banyak divisi, yang sama-sama penting, dan salah satunya adalah Text Operator. Tugasnya merancang teks untuk internal, yaitu untuk penatua, liturgos, pendeta dan Pemandu Nyanyian Jemaat (PNJ), sehingga mereka dapat membaca teks yang muncul pada monitor dengan baik, dan informasi tersebut dapat diikuti dan dipahami dengan jelas oleh jemaat di rumah meskipun tidak ada teks yang ditayangkan. Misalnya pada saat penatua membacakan Warta Jemaat. Selain untuk internal, Text Operator juga bertugas untuk keperluan tayangan ke jemaat, misalnya teks lagu, ayat Alkitab dan segala macam teks lainnya yang muncul di layar. Teks yang ditayangkan, baik di monitor internal dan pada tayangan untuk jemaat, haruslah akurat. Penggalan kalimatnya harus tepat, sehingga jemaat dapat mengikuti ibadah dengan baik dan memahami pesan yang disampaikan dengan benar.
Maureen Tuahatu adalah salah satu Text Operator dalam Tim Produksi. Sebelum pandemi ia bergabung di Tim Multimedia yang bertugas menayangkan teks saat kita beribadah di gereja. Sebelumnya ia sudah terbiasa bertugas di bagian produksi dan juga aktif dalam kelompok paduan suaranya. Ketika Tim Multimedia GKI PI mengadakan perekrutan pegiat, ia langsung bergabung, karena menurutnya, “Tim Produksi ini adalah tim di belakang layar yang justru sangat penting.” Pandemi datang saat Maureen baru memulai pelayanan. “Nah, dengan kondisi pandemi ini gue merasa Tim Produksi ini justru lebih dibutuhkan dan membutuhkan orang orang yang bersedia keluar rumah dengan protokol kesehatan ketat dan gue merasa cukup sehat untuk itu,” begitulah ujarnya menjelaskan ketertarikannya bergabung di Tim Produksi pada masa pandemi ini.
Text Operator dalam Tim Produksi memiliki dua tanggung jawab, yaitu menyiapkan teks sesuai liturgi yang ditujukan untuk semua yang bertugas di dalam ibadah dan menyiapkan teks untuk ditayangkan dan dapat diikuti oleh jemaat saat ibadah online.
“Tantangan paling besar adalah pengendalian slideshow, tidak boleh terlambat, karena pendeta dan penyanyi sangat tergantung pada slides yang ditampilkan, apalagi karena langsung disiarkan. Jadi jika salah pencet, langsung terasa oleh jemaat yang beribadah,” begitu penjelasan Maureen.
Ada juga cerita yang berkesan dari Astrid Lewarissa, yang ikut melayani sebagai Text Operator. Menurut dia, “Setiap orang yang terlibat dalam Tim Produksi itu seperti rantai yang terkait satu sama lain”. Jika satu hal tidak berfungsi dengan baik, rantai itu akan terputus dan ibadah tidak dapat berjalan baik. Pernah suatu hari, kamera JBI tidak bisa menyala dan tayang di online, padahal sudah makin dekat pk. 8.45. Mau tidak mau semua saling bantu mengecek bagian mana yang terlewat disiapkan. Dengan iman mereka yakin bahwa pasti ada jalan keluar sebelum ibadah dimulai. Ternyata penyebabnya sepele, yaitu kabel tidak terpasang dengan baik.”
Selain ibadah online harus dijaga kualitasnya, juga harus dibuat menarik, salah satunya adalah dengan membuat Desain Grafis yang menarik. Apalagi jika ada event penting seperti Paska, Bulan Keluarga, Natal, dll. Untuk bagian yang ini mari kita dengarkan cerita Felice Jules.
Felice sebetulnya aktif di Semawi dari sebelum pandemi. Pada saat memasuki masa pandemi karena terdapat penyesuaian-penyesuaian format ibadah yang dilakukan online, dan salah satunya bahwa paduan suara tidak lagi bernyanyi di dalam gereja secara onsite maka harus dibuat menjadi virtual choir, maka Felice mencoba membuat virtual choir. Belajar editing video terjadi secara kebetulan, ketika ia baru menyadari adanya aplikasi iMovie di laptopnya. Sejak saat itu ia terus belajar dan mencoba mengedit video virtual choir untuk ditayangkan di ibadah online. Setelah beberapa kali tayangan, ia diminta oleh ibu Wita untuk masuk di Tim Produksi dengan tugas sebagai Video Editor. Awalnya Felice membantu membuat desain untuk ibadah tujuh belasan 2020. Saat itu ia banyak bertanya kepada Charles yang sudah terlibat dalam Tim Produksi sejak awal. Agar supaya desain lebih bervariasi, Felice mulai mengajak beberapa desainer lainnya yang ada di GKI PI agar terlibat dalam pembuatan desain grafis ibadah online. Pada saat panitia Natal, Felice baru menyadari bahwa ternyata GKI PI memiliki banyak talenta yang bisa Desain Grafis.
Karena ibadah adalah kegiatan yang rutin pasti ada persiapan-persiapan yang perlu dilakukan tim ini, apa saja itu?
Bagi Anto, sebagai Production Director, mempelajari liturgi adalah hal pertama yang harus dilakukan dalam persiapan, termasuk pengecekan video paduan suara, warta jemaat, design layout, logo, dan sebagainya, yang semuanya tergantung panitia. Dan yang tidak kalah penting adalah menghitung durasi prelude dan postlude sampai ke detiknya, supaya ibadah dapat pas dimulai sesuai jadwal, yaitu pk. 09.00 WIB.
Sebagai JBI tentu ada persiapan, setiap hari Selasa pk 20.00 untuk mempelajari dan memaknai liturgi ibadah.
Untuk persiapan keseluruhan, ada latihan Gladi Resik online melalui Zoom setiap hari Kamis. Semua materi harus disiapkan terlebih dulu oleh tim Multimedia untuk dilatih dan didiskusikan jika ada perubahan atau penyesuaian.
Pada hari Sabtu, ada beberapa persiapan yang dilakukan tim audio, tim musik yang kadang-kadang melakukan latihan onsite, juga kegiatan dekorasi oleh Tim Dekorasi, apalagi jika ada dekorasi khusus untuk ibadah Minggu.
Setiap hari Minggu, ada persiapan yang dimulai pada pk. 7.00 untuk kamera, lighting, dekorasi, audio. Kemudian diikuti GR pada pk. 7.30 sampai saat akan live pada pk. 8.45. Karena itu Aldy selalu berusaha datang sepagi mungkin. “Kayaknya gue nggak pernah merasa cukup waktunya. Sebagai pelayan Tuhan, kami harus siap mengorbankan waktu dan tenaga kami,” demikian penjelasannya. Hal yang sama juga disampaikan Anto, yang datang lebih awal agar koordinasi dan komunikasi dengan semua yang terlibat dapat dilakukan dengan lebih baik.
Menurut Maureen, pelayan Text Operator bahkan mulai bekerja jauh sebelum hari ”H”, yaitu sejak liturgi diberikan. Tim Multimedia sudah mulai membuat draft awal teks dan slide show antara hari Senin atau Selasa. “Pada saat mengetik, kami sudah harus bisa membayangkan bagaimana seorang petugas pelayan ibadah akan membacanya, sehingga pemenggalan kalimat dapat dibaca secara baik. Sebelum latihan online pada hari Kamis, draft awal tersebut sudah harus selesai karena pada saat GR online tersebut bisa saja terdapat perubahan yang harus segera direvisi.”
Meskipun sudah dilakukan persiapan jauh-jauh hari, bahkan sudah latihan, pada saat hari H mungkin saja terjadi kejutan-kejutan yang menyebabkan teks dan slide show harus segera disesuaikan sebelum tayang. Karena itu Maureen mengantisipasinya dengan mengetahui terlebih dahulu para petugas yang akan melayani pada hari Minggu, sehingga ketika membuat teks dan slide show, ia sudah bisa membuat penggalan-penggalan kalimat sesuai dengan karakter membaca para petugas tersebut. Hal ini termasuk Pendeta yang akan membawakan khotbah, yang sudah diingatkannya terlebih dahulu agar tidak mendadak mengubah pada hari “H”. Sepertinya petugas Text Operator ini susah juga ya, penuh tantangan pastinya, tapi seru banget!
Untuk Desain Grafis, secara keseluruhan pembuatannya tidak lama, biasanya sekitar 1 hingga 2 minggu sebelum digunakan, tergantung tingkat kesulitannya. Yang paling sulit dan lama adalah ketika harus membuat desain berdasarkan foto. Mendesain sebuah Virtual Choir, salah satu contohnya. Ternyata pembuatan Virtual Choir cukup rumit dan prosesnya lama.
Pada umumnya, pekerjaan sudah dimulai sebelum memasuki bulan di mana desain tersebut akan digunakan, dimulai dengan mencari ide dan gambar. Ini semua sangat tergantung dari tema yang akan diusung pada bulan tersebut, apalagi jika ada event, misalnya Natal, di mana panitia biasanya sudah memiliki tim desain yang bersama-sama mengerjakan desain yang direncanakan. Saat kepanitiaan Natal, Felice mendapat arahan dari Pendeta Vera, sebagai pendeta pendamping Natal 2020, lalu Felice meneruskannya ke tim desain kepanitiaan Natal. Ia mengarahkan agar semua dimulai dari logo, yang kemudian diturunkan ke berbagai macam grafis sesuai keperluan. “Dalam satu sequence, saya sudah bikin dulu alurnya. Setelah desain lengkapnya keluar, didiskusikan dulu di internal tim desain, apakah sudah sesuai dengan pesan temanya. Jika sudah sepakat, barulah kemudian dilempar ke panitia besarnya untuk mendapat persetujuan.”
Dari pengalaman teman-teman tadi, mereka merasa adanya panggilan Tuhan, khususnya karena situasi yang terjadi di masa pandemi ini. Namun tidak sedikit yang terlibat secara kebetulan, tetapi akhirnya menikmati dan bersyukur bisa terlibat dalam pelayanan ini. Satu hal yang ditekankan oleh teman-teman ini adalah agar kita jangan menunggu orang-orang terpanggil dulu.
Menurut Aldy, karakter orang berbeda-beda, ada yang pemalu, meskipun sebetulnya sangat ingin ikut sebagai pegiat. Karena itu Iklan atau pengumuman berupa ajakan melalui berbagai kanal harus terus dilakukan, dapat berupa video atau hanya berupa pengumuman yang sederhana. “Paling tidak sebulan sekali, tidak harus keseringan juga,” usulnya. Satu hal lagi menurut Aldy, “Jangan kecewa jika misalnya dari 5 pendaftar, ujung ujungnya berkurang tinggal 2 orang saja. Gereja berbeda dari perusahaan. Dalam pelayanan, jika hanya ada 2 orang, tetap harus disyukuri, dan proses rekrutmen tetap dijalankan. Kita tidak pernah tahu cara Tuhan memanggil kita untuk melayani.”
Jika kita baca, rupanya tugas-tugas dalam Tim Produksi cukup menuntut profesionalisme, fokus dan konsentrasi tinggi. Bagaimana mereka tetap dapat merasakan kehadiran Tuhan?
“Yang perlu diperhatikan, pelayanan ini mudah menjadi sekadar rutinitas, sehingga bisa kurang merasakan makna ibadah yang seharusnya. Ada yang menyiasatinya dengan mengikuti ibadah online lagi di rumah sehingga bisa lebih khusyuk, sambil me-review hasil produksi.” Ujar Edward Sirait yang terlibat dalam Tim Produksi. Sebagian petugas di dalam Tim Produksi, bisa rehat sejenak dan fokus mendengarkan khotbah, kecuali JBI dan Text Operator yang harus tetap berkonsentrasi, apalagi jika ada slides power point yang harus ditayangkan. Meski demikian Maureen bisa merasakan ibadah yang hidup di sela sela kesibukannya menjalan kan tugas, bahkan bisa terbawa dan ikut bernyanyi, misalnya saat peneguhan penatua pada bulan April 2021 yang lalu.
Ada lagi nih yang terakhir namun tidak kalah penting di dalam Tim Produksi, yang menjadi salah satu pencuri perhatian jemaat dalam ibadah GKI PI dan menjadi suatu hal yang selalu diperhatikan khusus oleh tim ini.
Mari kita intip ke bagian Tim Dekorasi. Ada dua teman kita dari tim ini yang akan berbagi pengalamannya, yaitu Ricky Sigit dan Witri Hutagalung. Menurut cerita Ricky, ia bergabung dengan Tim Dekorasi karena pada tahun 2016 ia menjadi anggota tim perlengkapan dalam kepanitiaan Natal, lalu tim perlengkapan bergabung dengan Tim Dekorasi dan berlanjut hingga sekarang. Pada tahun yang sama, Witri pun bergabung. Ia tertarik membantu karena selalu memerhatikan dekorasi dalam ibadah.
Tim dekorasi membantu memikirkan bagaimana cara membangun suasana ibadah agar sesuai dengan liturgi/ tema. Mereka juga memikirkan kenyamanan pandangan jemaat selama ibadah berlangsung. Dalam ibadah biasa, tugas utamanya adalah memantau apa yang terekam dan akan muncul pada layar. Berusaha agar posisi-posisi tanaman dan sebagainya tidak menutupi para pelayan atau justru perlu menutupi hal-hal yang tidak seharusnya terlihat di layar. Dalam ibadah khusus, Tim Dekorasi mendukung panitia memvisualisasikan tema yang ada. Biasanya tim ini sudah mulai memikirkan konsepnya dan mencicil apa yang perlu dipersiapkan dan diproduksi jauh-jauh hari sebelumnya. Dalam menata dekorasi, sering kali perlu waktu seharian, bahkan berhari-hari, sehingga pekerjaan dekorasi bisa dilakukan sampai dua hari sebelum ibadah.
Beberapa tantangan dalam masa pandemi ini, misalnya hal kecil yang biasanya tidak terlihat saat ibadah onsite, sekarang bisa terlihat di layar. Terkadang juga ada rekaman ibadah yang dilakukan setelah ibadah live dan perubahan dekorasi hanya bisa dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, sehingga pembongkaran dan penataan dilakukan dengan cepat cepat. Meskipun secara fisik sering melelahkan, tetapi kegiatan ini selalu terasa menyenangkan bagi mereka.
Witri merasa bahwa ia banyak belajar selama melayani dalam tim dekorasi. Pada dasarnya ia memiliki sifat yang tertata dan well planned, tetapi di dalam tim ini banyak orang berjiwa seni yang justru baru mendapat ide pada saat-saat terakhir. Akhirnya Witri belajar bahwa ternyata manusia benar-benar harus mengandalkan Tuhan, karena semua ide yang muncul datang dari Dia. Apapun yang direncanakan bisa berubah, tetapi Tuhan terus ikut serta dan campur tangan sehingga pelayanan tim dekorasi bisa memberikan hasil yang sering melebihi ekspektasi. “Kami hanya perlu menyerahkan semua yang bisa kami usahakan ke dalam tangan Tuhan, biar Tuhan sajalah yang menyempurnakan.”
Dalam Tim Dekorasi ini, setiap anggota dapat saling menginspirasi, meskipun ia merasa tidak terlalu memiliki kemampuan untuk mendekor. Ricky pun belajar hal yang sama. Ia bersyukur bahwa dalam Tim Dekorasi ini ia tidak pernah merasa bekerja sendiri atau ditinggalkan. Meskipun terdapat jarak umur, ia merasa bahwa semua anggota Tim Dekorasi tidak pernah membeda-bedakan dan semua bekerja sama dengan baik. Dalam pelayanan ini Tuhan bisa memakai siapapun. Sama seperti Witri, apa yang mereka kerjakan bersama selama ini sering memberikan hasil melebihi ekspektasi dan itu diyakini sebagai campur tangan Tuhan. Apresiasi dari jemaat lah yang menjadi penyemangat untuk terus menjalankan pelayanan dekorasi.
Kami juga mendapat kesempatan wawancara Shinta Monterie. Menurutnya, segala proses dan kemampuan tim dekorasi adalah pekerjaan Tuhan. Perasaan syukur dirasakannya jika ada jemaat yang diberkati melalui dekorasi. Semua pujian dikembalikannya kepada Tuhan. Shinta juga melihat seluruh pelayan Tim Dekorasi terdiri atas orang-orang yang senang melayani di balik layar, memiliki hati untuk melayani dengan tulus, dan karena sering melayani bersama dalam waktu yang cukup panjang, memiliki rasa kekeluargaan yang sangat erat.
Apa yang paling berkesan dalam pelayanan dekorasi selama ibadah online ini? Ricky mengisahkan momen Natal, saat terjadi kebakaran kecil akibat lilin yang mengenai dekorasi. Dengan cepat ia dan tim mencoba mematikan apinya tanpa mengganggu ibadah live yang sedang berlangsung. Pengalaman lainnya, adalah saat ibadah penghiburan bagi keluarga Pdt. Purboyo. Tim dengan cepat merespons dan membantu apa saja yang dapat dikerjakan. Bagi Witri, yang berkesan adalah saat Natal 2019, ketika Tim Dekorasi mendapat kesempatan menghias gedung gereja. Ia sangat bersyukur mengalami momen melayani bersama dalam suasana Natal sama seperti sebelum pandemi, bedanya hanya memakai masker dan menjalankan protokol kesehatan yang ketat.
Wah, sungguh menarik sekali cerita pengalaman teman-teman kita! Semoga teman-teman yang membaca artikel ini terberkati dan terpanggil untuk turut melayani dalam Tim Produksi Ibadah ini.
(Kania W, Nugie S, Ghea P)
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.