Bahaya Industri Rumahan Jajanan Kita

Bahaya Industri Rumahan Jajanan Kita

Belum ada komentar 73 Views

SUDAH lama sejumlah penganan buatan rumahan di Jambi diberitakan kedapatan menggunakan rhodamine-B, zat pewarna bukan untuk konsumsi manusia. Dalam catatan Lembaga Perlindungan Konsumen tentu ini bukan kejadian baru. Sudah lama industri makanan rumahan kita diam-diam, luput dari pengawasan yang berwenang, oleh karena menggunakan bahan yang sebetulnya bukan untuk konsumsi manusia. Yang menggunakan bahan kimia aman namun melebihi takaran yang diperbolehkan.

Pengawet formalin dalam tahu, pemanis buatan sakarin dalam sirop, limun, dan kecap, serta zat pewarna untuk tekstil, rhodamine-B salah satunya, ditambahkan dalam saus tomat, kue, dan makanan jajanan lainnya. Kalau tidak diberitahu, rakyat yang mengonsumsinya setiap hari harus menanggung rusaknya kesehatan yang mungkin tidak terpulihkan.

Food Standard Agent, Amerika Serikat mengingatkan kepada publik yang mengonsumsi makanan oriental agar berhati-hati mengonsumsi kecap. Dari beberapa merk kecap yang diperiksa kedapatan zat kimiawi 3-MCPD dan 1,3 DCP melebihi dosis yang diperkenankan. Kelebihan zat kimiawi jenis ini bisa mencetuskan kanker (carcinogenic).

Sekitar tahun 80-an di area pabrik semen Cibinong, Jawa Barat, suatu siang mendadak puluhan karyawan mual, mulas, dan muntah-muntah sehabis makan mi-baso di pinggir jalan. Setelah dilacak oleh Dinas Kesehatan, diduga keracunan zat pewarna tekstil dalam saus tomatnya.

Mana mungkin harga sebotol saus tomat industri rumahan bisa semurah itu kalau isinya benar tomat. Saus tomat murah umumnya terbuat dari ubi dicampur dengan zat pewarna (untuk tekstil oleh karena harganya lebih murah), ditambah cuka. Begitu pula dengan sambal botol murah, atau kecap, sirop, limun produksi rumahan, dengan harga jual yang sukar diterima akal perhitungan dagang. Saus tomat dan sambal seperti itu kebanyakan masih dikonsumsi masyarakat bawah dan kita masih melihatnya hari-hari ini.

Proses bertahun-tahun

Menelan bahan-bahan yang tidak laik dikonsumsi manusia memang tidak langsung mematikan seperti kalau menelan pestisida. Demikian pula jika mengonsumsi bahan kimia yang lazim terkandung dalam makanan, namun jika takarannya melebihi dosis yang diperkenankan, bisa berbahaya juga. Sebut saja zat kimia dalam kecap, dan bagaimana kita memakai penyedap masakan (asam glutamat) melebihi takaran.

Dulu pemakaian penyedap masakan menggunakan takaran terbuat dari kayu ramping layaknya sendok es krim dengan tujuan agar takaran tidak berlebihan. Sekarang dengan leluasa menuang langsung dari kantung kemasan, atau dengan sendok makan. Padahal sudah banyak bukti kelebihan penyedap untuk waktu lama mencetuskan kanker. Sampai sekarang takaran penyedap di restoran, mi-bakso, soto, dan sejenisnya lipatan kali dosis yang aman dari ancaman kanker, dan tidak mendapat peringatan.

Kasus keracunan pestisida acap terjadi sebab bekas kemasan antihama itu di kalangan petani biasa dipakai untuk pembungkus penganan apa saja. Keracunan sehabis makan pisang goreng yang dibungkus dengan kertas kemasan pestisida, bukan kejadian sekali dua.Akibat ketidaktahuan yang sama terjadi pada keracunan bongkrek, atau sehabis mengonsumsi jamur beracun.

Bahan kimia yang tidak laik dikonsumsi dalam makanan umumnya bersifat pencetus kanker yang efek buruknya baru muncul sekian tahun kemudian. Ini berbahaya, sebab selama sekian lama mengonsumsinya konsumen tidak merasakan apa-apa dan tidak sadar kalau dalam tubuhnya sudah ada bom waktu bakal jatuh sakit, atau calon terserang kanker, dan entah penyakit apa lagi.

Bukan saja industri rumahan, Lembaga Perlindungan Konsumen pernah menemukan mutu kecap dan sirop bermerk industri besar bukan produksi rumahan yang berbeda-beda kemurnian kandungan bahannya, selain ada juga yang mencampurkan bahan yang tidak laik dikonsumsi. Di mana letak salahnya kalau semua produk makanan yang tak sehat dikonsumsi, baik rumahan maupun yang bermerk itu, legal memiliki izin?

Sukar mengawasi

Di kita, industri makanan rumahan begitu banyak. Betul sebagian besar telah mendapat izin dari yang berwenang. Namun jika Lembaga Perlindungan Kosumen kita masih saja menemukan penyimpangan dalam hal kandungan zat berbahaya, nasib konsumen untuk terlindung dari risiko terkena penyakit, dan kanker, tidak bertambah baik. Di AS, misalnya, jangankan industri rumahan (pembuat kue), restoran pun diawasi ketat tata kebersihannya. Bukan saja dalam hal penggunaan bahan yang tak laik dikonsumsi, izin produksi terancam dicabut jika higiene produksinya berkategori buruk.

Di kita, kotornya dapur rumah makan, bahaya cemaran kuman dalam limbah dapur ke makanan yang diolah berlangsung setiap saat. Restoran dan warung nasi yang mengolah makanan berdekatan dengan kamar kecil di kita dianggap lumrah. Mencret sehabis minum jus, atau mengonsumsi buah dingin, terjadi akibat kurang bersihnya makanan disajikan, sebab ketidaktahuan pengelola, sebetulnya bagian yang tidak boleh dibiarkan terus terjadi.

Kontrol terhadap produsen makanan kita agaknya belum sampai ke situ. Rentang jangkau monitoring terhadap semua industri makanan rumahan belum memungkinkan untuk mengawasi begitu banyak produsen. Tindakan hukum terhadap produsen yang menyimpang hanya terjadi jika ada laporan dari konsumen, atau baru jika sudah terjadi kasus. Itu berarti konsumen tetap belum sepenuhnya terlindung dari ancaman terhadap kesehatan akibat mengonsumsi makanan berisi zat yang merugikan kesehatan, yang oleh karena tidak dilarang, terus saja dikonsumsi.

Bagi konsumen kelas atas bukan berarti pasti bebas sama sekali dari ancaman bahaya mengonsumsi segala jenis makanan olahan. Keripik kentang, kentang goreng, es krim, pizza (Pepperoni pizza), dan semua jenis makanan olahan dengan pemanasan bersuhu tinggi, kini terungkap merupakan pengancam kesehatan juga sebab mengandung zat acrylamide yang bersifat mencetuskan kanker juga.

Selain itu zat dioxin sudah menyelusup masuk ke dalam makanan siap-saji, daging, ikan, produk susu, dan semua jenis menu berlemak. Belum lama ini WHO menetapkan zat dioxin dalam makanan yang dijual, tergolong pencetus kanker. Hampir semua orang di negara industri (96%) positif dioxin dalam darahnya akibat tercemar dari makanan olahan yang dikonsumsinya.

Periset Swedia menemukan bahwa semua camilan dengan karbohidrat tinggi (terigu, kentang, beras, jagung) yang dibakar dan digoreng dengan suhu tinggi mengandung acrylamide yang bersifat carcinogenic itu. Acrylamide bahan untuk pembuat plastik dan zat warna, selain pemurni air minum. Itu sebab tergolong berbahaya juga kemasan masakan restoran yang panas jika dibungkus dengan bahan plastik, atau menggunakan sterofom. Tak terkecuali masakan yang berasal dari menu tradisional jika dibakar atau digoreng dengan suhu tinggi. Kentang mengandung zat asparagine selain gula. Jika asparagine dipanaskan akan berubah menjadi acrylamide si pencetus kanker itu.

Pilih bukan menu olahan

Semakin sedikit saja pilihan menu harian kita yang bebas dari pencemar zat berbahaya bagi kesehatan. Bahkan sekadar ikan asin, menu rutin kaum papa pun mengandung zat nitrosamin, yang tergolong zat pencetus kanker juga. Maka, buat kita yang menginginkan tetap sehat, cara makan paling arif memang hanya kembali ke jenis menu alami.

Kendati memang tidak seratus persen bersih dari cemaran pupuk, pestisida, dan mineral berbahaya di tanah maupun sudah mencemari lautan kita terhadap ikan, kerang, dan semua produk laut, namun makanan alami seperti umbi-umbian, kacang-kacangan, padi-padian, belut, dan lele di sawah, pepaya dan belimbing di pekarangan, daun singkong dan kangkung di kebun hidroponik, relatif masih lebih bersih dibanding jenis menu olahan yang kita beli. Terlebih jenis makanan olahan yang diproduksi dengan cara-cara yang tidak mengindahkan nasib kesehatan konsumennya.

Tanpa memberitahu, tanpa melakukan kontrol dan monitoring, dan hukum tidak bekerja, berarti diam-diam kita sedang membiarkan perusakan terhadap sosok kesehatan orang banyak itu terus saja berlangsung. Sayangnya semua itu tidak selalu konsumen tahu, apalagi menyadarinya.

Dr Handrawan Nadesul

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Kesehatan
  • MINDFUL EATING
    Alasan terutama untuk menjadi mindful adalah dengan menyadari bahwa tubuh ini adalah bait Allah yang perlu kita syukuri dan...
  • Demam Berdarah Bisa Dicegah
    Demam berdarah dengue (DBD) diberitakan berjangkit di sejumlah daerah sekarang ini. Penyakit ini buat kita dianggap jamak. Apakah memang...
  • Menunda Proses Menua
    Menua itu pasti, tetapi ilmu dan teknologi medis bisa menundanya. Berumur panjang itu pilihan, bukan menerima keadaan, melainkan memilih...
  • Nasib Kita Di Hadapan COVID
    Sekarang ini makin banyak orang gelisah, galau, khawatir, takut, dan fobia di tengah ingar bingar informasi yang “mis” maupun...