hidup

Bagiku Hidup Adalah Kristus dan Mati Adalah Keuntungan

1 Komentar 2844 Views

Hidup Adalah Kristus dan Mati Adalah Keuntungan.
Ia seorang perempuan biasa. Namun semangatnya luar biasa. Tatkala berumur sebelas tahun ia berangkat ke Jakarta untuk menemani kakaknya yang baru menikah. Ia tinggal bersama keluarga kakaknya dan bersekolah di Hollands Inlandsche School (HIS) Gemeente di Gondangdia hingga kelas 6, kemudian menamatkannya di Sibolga pada tahun 1932. Pada tahun yang sama yakni pada tanggal 13 Maret di Sibolga, ia menyatakan iman percayanya melalui sidi.

Ketika masih berusia 21 tahun ia dinikahkan. Selama hampir 26 tahun ia mengecap kasih sayang suami, karena dalam usia 55 tahun ayah dipanggil pulang oleh Bapa di Surga. Mulailah ia menghadapi tahun-tahun yang sulit. Sebagai orang tua tunggal ia harus membimbing ke-enam anaknya sekaligus mencukupi kebutuhan keluarga padahal dengan umur 47 tahun tentu sulit baginya untuk mempunyai mata pencaharian sendiri. Berbekal pensiun ayah dijalaninya hari demi hari dengan rasa syukur. Segala persoalan itu satu per satu dapat diatasi, karena tuntunan Tuhan. Walaupun penghasilannya sangat minim dan sering tekor, ia tidak pernah mau meminjam uang. Ia juga tidak mau ngebon. Sekarang ini penawaran kartu kredit sangat marak. Orang diiming-imingi kemudahan berbelanja dengan kartu kredit Visa, Master, dan sebagainya. Kalau pada masa itu juga sudah ada kartu kredit, saya yakin ia tidak mau menggunakannya.

Saya ingat pada tahun 60-an kami tidak memiliki beras lagi untuk dimakan dan harus makan bulgur sebagai gantinya. Kalau ada uang, kami membeli santan yang membuat rasa bulgur menjadi agak gurih, mirip havermouth yang kasar. Namun karena lebih sering tak mampu membeli kelapa maka harus dimakan dengan garam dan sedikit gula. Kemudian ia menguatkan anak-anaknya, katanya: “Sabarlah, nanti kita akan mendapat beras”. Ternyata betul! Tuhan telah mengirimkan salah seorang famili kami dari Jakarta datang ke Bandung membawa beras sekarung. Inilah kebenaran yang dikatakan dalam Filipi 4:6 Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.

Kehidupan yang keras menempanya menjadi seorang perempuan yang tegar dan mandiri. Tidak mudah bagi seorang janda membesarkan enam orang anak yang mempunyai karakter yang bermacam-macam. Ia tidak pernah kuliah di Psikologi namun kepekaannya membuatnya bisa “membaca” gelagat yang sekarang ini kita kenal dengan terminologi body language. Dengan melihat mata orang intuisinya mengatakan apakah seseorang itu tulus atau tidak. Dengan berpegang pada nilai-nilai hidup yang telah membentuknya, ia tidak segan-segan mengingatkan seseorang akan kekeliruannya yang kadang-kadang membuat orang itu salah tingkah atau merasa terperangah. Rupanya ia berpegang pada 2 Timotius 4:2 Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran. Sekalipun ia memegang kuat prinsip hidupnya, namun sikapnya tidak kaku. Ia sadar betul bahwa dunia berubah, karenanya pikirannya terbuka untuk menerima masukan dari orang lain tanpa rasa curiga, kemudian ia mengendapkannya dalam renungan yang mendalam dengan mengaitkannya dengan Firman Tuhan.

Sejak pertengahan usia hidupnya, ia diberi berbagai ragam tugas pelayanan oleh gereja. Meskipun ia tidak berpengalaman di dalam tugas yang baru, semuanya diterimanya dengan sepenuh hati dengan mengingat bahwa Tuhan akan melengkapi kekurangannya. Di antaranya ia menjabat sebagai Ketua Seksi Ina yang bertanggung jawab atas sarana gereja. Kerajinannya membuat ia turun tangan sendiri memeriksa segala sesuatu terutama berkaitan dengan kebersihan gereja dan lingkungannya. Ketekunan dan kedisiplinannya di dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya mengingatkan saya pada pesan Paulus kepada Arkhipus: Perhatikanlah, supaya pelayanan yang kauterima dalam Tuhan kaujalankan sepenuhnya.(Kolose 4:17).

Tuhan mengaruniakannya kesehatan yang prima dan dalam usianya yang lanjut tidak pernah mengalami gangguan kesehatan yang berarti. Namun tidak urung pada saat berumur 83 tahun ia menderita pengeroposan tulang (osteoporosis). Rasa sakit yang amat sangat hampir-hampir mematahkan semangatnya. Namun ia berdoa seperti yang dikatakan pemazmur dalam Mazmur 71: “Ya Allah, Engkau telah mengajar aku sejak kecilku, dan sampai sekarang aku memberitakan perbuatanMu yang ajaib; juga sampai masa tuaku dan putih rambutku, ya Allah, janganlah meninggalkan aku, supaya aku memberitakan kuasaMu kepada angkatan ini, keperkasaanMu kepada semua orang yang akan datang”. Ia merasa sangat dikuatkan oleh kasihNya dan beberapa bulan kemudian kesehatan dan kekuatannya berangsur pulih.

Acapkali orang bertanya kepadanya: “Ompung, apa resep panjang umur dan sehat?” Tanpa ragu ia menjawab: “Berpikir positif dan kalau makan berhentilah sebelum menjadi kenyang”. Inilah yang dipraktikkannya. Fokusnya kepada Tuhan membuat ia selalu bersemangat yang melahirkan optimisme. Keyakinan akan pimpinan dan penyertaan Tuhan ini ditularkan ke sekitarnya dan dirasakan sebagai suatu energi oleh orang-orang yang bertemu dengannya. Namun ia tidak berhenti pada membagikan sesuatu yang bersifat metafisik saja, tapi juga sesuatu yang berwujud karena rasa pedulinya terhadap orang lain. Ia merasa bahagia jika ia bisa melakukan sesuatu untuk kebaikan orang lain. Pemberian dilakukannya dengan sukacita seringkali diiringi nyanyian lagu berbahasa Belanda… beter te geven, dan t’ontvangen…

Suatu kali salah seorang teman saya pernah bertanya kepada saya: “Menurutmu apakah seseorang berusia sangat lanjut seperti ibumu itu masih merasakan kesenangan?” Saya menjawab dari kaca mata duniawi: “Tidak”, karena saya melihat bahwa usia sangat lanjut seperti ibu saya ini penuh dengan keletihan. Tetapi ompung ini menjadi saksi bahwa setiap hari yang Tuhan karuniakan kepadanya dapat ia lalui dengan sukacita dan penuh syukur. Bahkan dengan sangat antusias ia sering bertanya-tanya apakah ia dapat mencapai usia 100 tahun! Keinginannya ini sering kali disambungnya dengan berkata: “Ah, guru di Tuhan i ma ate” (Ah, tergantung pada kehendak Tuhan lah, ya). Tentu saja ia pernah mengeluh ketika merasakan kelelahan yang amat sangat terutama karena napasnya rupanya sudah tidak efektif, katanya: “Ooh, loja na i” (Aduh, capainya). Namun ia segera menyadari ucapannya itu dan langsung berkata: “Ah, tidak baik ya mengeluh… padahal saya sudah meminta umur panjang, lalu ketika diberi koq mengeluh?”. Kemudian saya menimpalinya: “Betul mam, kalau mami merasa letih dan mau mengeluh, segera alihkan saja dengan bernyanyi”. Lalu dia menyambut baik usul itu dan segera bernyanyi memuji Tuhan lalu kami berduet. Memang ia hafal beberapa kidung pujian terutama dalam bahasa Batak.

Saya mengamati ada banyak pilihan sikap yang diambil ketika seseorang merasakan keletihan pada usia lanjut. Ada yang merasa bosan dan lelah dengan kerentaannya, lalu dengan kesal protes secara verbal; untuk apa ia masih diberikan usia panjang. Ada pula yang memberontak dengan tindakan yaitu dengan mogok makan, padahal nyatanya Tuhan masih terus memberikan umur sampai hari yang Ia tentukan. Sikap yang sangat bertolak belakang ditunjukkan oleh ibunda kami ini. Semangatnya selalu berkobar-kobar memperlihatkan kasih Tuhan, apalagi jika ia bertemu dengan seseorang sekalipun tidak dikenalnya. Ia akan berinisiatif mendatangi dan menyapa dengan senyum tulus. Ia juga akan memberi kata-kata yang menguatkan apabila dilihatnya orang yang ditemuinya itu merasa lemah. Ia sadar benar bahwa usia panjang yang dikaruniakan Tuhan kepadanya bukan untuk disia-siakan, tetapi ada tujuannya karena itu ia merasa bertanggung jawab untuk menjalaninya dengan sebaiknya.

Kehidupannya sangat dekat dengan alam. Ia sangat menikmati duduk di tengah kebun rumahnya sambil membuat lidi dari daun kelapa. Batang-batang lidi ini dihitung, diikat kemudian diberikan kepada anak-anak, sanak saudara dan temannya. Kemandiriannya membuat ia selalu menolak untuk didorong di atas kursi roda sekalipun ia sudah sangat lelah dengan napas tersengal-sengal. Katanya “Ah, seperti orang sakit saja. Aku ‘kan sehat”. Karena tidak suka berpangku tangan, aka meskipun telah berumur 92 tahun ia masih sering mencuci piring sendiri, bahkan kadang-kadang mencuci pakaiannya. Atau jika dilihatnya ada lap/serbet yang lepas jahitannya, maka ia akan menjahitnya kembali. Tidak pernah ia mau merepotkan orang lain walaupun anaknya sendiri. Kebiasaannya yang bersih tidak bisa saya lupakan. Tatkala mandi hampir selalu dibarengi dengan keramas, kulitnya digosok-gosok, namun karena sudah kering tentu saja tidak halus lagi. Komentarnya: “Songon adong horsik, sugari lumolot ahu maridi” (koq rasanya seperti ada pasirnya, mestinya saya mandi lebih lama).

Tibalah saatnya ia harus mengalami pengobatan di Rumah Sakit. Dalam perawatan, berkali-kali Ompu Ruth menekankan dengan tegas agar percaya sepenuhnya kepada Tuhan, dan berserah pada kehendak-Nya. Selama perawatan ia tidak pernah berhenti berdoa dan menyanyi. Bahkan tatkala ada yang menjenguknya, ia mendoakan mereka. Sungguh ajaib penyertaan Tuhan bagi orang yang berpegang kepadaNya, doanya diucapkan dengan jelas dan runtut. Kalau kata Sigmund Freud doa sering kali merupakan jeritan seorang yang merasa dirinya terancam, maka tidak demikian halnya dengan dia. Acapkali ia berbicara dengan Tuhan mengenai pergumulannya, atau hanya bertanya secara sederhana, seperti…”benarkah begini yang Kau kehendaki, Tuhan?” Teori Freud ini tidak berlaku baginya karena kehidupannya tidak pernah lepas dari doa dan kidung pujian sejak masa mudanya, baik di saat gembira maupun sedih. Sering sekali saya mendapatinya sedang berdoa sendiri dengan menyebut nama keturunannya satu persatu dan orang lain yang sedang di dalam pergumulan.

ompung_bPada hari ke empat ia mengatakan bahwa tidak semua yang dimintanya dikabulkan oleh Tuhan karena memang Tuhanlah yang mengatur apa yang baik bagi manusia. Kemungkinan apa yang dikatakannya ini terkait dengan cita-citanya untuk hidup sampai seratus tahun. Lalu ia mengatakan bahwa ia “melihat” ada ulaon di bagas yang di dalam bahasa Indonesia kira-kira berarti suatu hajatan diadakan di rumahnya di Pasar Minggu. Event yang “dilihatnya” itu diselenggarakan oleh anak-anaknya dengan bagus. Hari kelima ia minta dibawa pulang ke rumah dan mengingatkan untuk melakukan makan bersama sebagai acara perpisahan. Lagi-lagi ia “melihat” bahwa pintu sudah dibuka dan “Seseorang” sudah menunggunya. Ia ingin duduk di sebelah ayah kami. Berangsur-angsur kekuatannya surut sampai pada hari ke-tujuh ketika bibirnya tidak bisa lagi bergerak untuk bernyanyi dan berdoa. Akhirnya pada hari ke-delapan/Jumat tanggal 23 Februari 2007 jam 15.08 orang tua/ompung/buyut yang kami cintai ini pergi di dalam damai di tengah-tengah keturunannya. Beautiful Death. Ia pulang ke rumah Bapa Surgawi, Sang Pencipta yang telah menenunnya di dalam kandungan ibunya.

Saya beruntung telah menyaksikan kehidupan seseorang yang begitu patuh mengikut Yesus. terhadap pengenalannya akan Injil. Penghayatannya akan penyertaan Tuhan mengkristal di dalam hidupnya. Ia diberi kesempatan untuk mengalami digendong oleh Tuhan seperti tertulis di Yesaya 46:4 “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu”. Sekalipun masih diliputi rasa kehilangan yang mendalam, saya percaya bahwa setiap orang yang masih diberi nafas kehidupan oleh Tuhan harus selalu bekerja giat dengan bersyukur. Rasa syukur itu mendorong untuk mengerjakannya dengan usaha terbaik, selagi ada kairos. Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi” (Pengkhotbah 9:10).

Semasa hidup berulang-ulang ia mengatakan: “Demikianlah Tuhan Yesus mati di kayu salib menggantikan kita, tapi Ia telah bangkit di hari ke tiga dari antara orang mati”. Begitu pula saya merasa diingatkan agar jangan lagi meratapi kematian karena kehidupan telah dianugerahkan-Nya bukan hanya baginya tetapi kepada semua umat manusia yang mau menerima.

(Kesaksian dari: Riani Tjahjono Soerjodibroto)

1 Comment

  1. Andree

    Sangat diberkati dgn artikel ini,Shalom..!

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Sudut Hidup
  • Kasih-Nya Mengalir
    Namanya Helen Jayanti, biasa dipanggil Helen. Saat ini sedang menjalani Praktek Jemaat 1 di GKI Pondok Indah. Lulusan dari...
  • Jalan Pagi Lagi di Antara Jiwa-Jiwa
    perjumpaan dengan inspirasi kehidupan lain yang juga mendatangkan syukur
    Upaya Menjaga Kebugaran Sungguh tak mudah memulai kembali sebuah rutinitas, terutama yang menyangkut fisik, apalagi kalau memang pada dasarnya...
  • Jalan Pagi di Antara Jiwa-Jiwa
    Perjumpaan-perjumpaan yang menginspirasi kehidupan dan mendatangkan syukur.
    Jalan Pagi Untuk menjaga kondisi dan kesehatan jasmani di masa yang menekan ini sehingga tidak banyak aktivitas yang bisa...
  • In-Memoriam: Pdt. (Em.) Timotius Setiawan Iskandar
    Bapak bagi banyak anak yang membutuhkan kasih: yang kukenal dan kukenang
    Mencari Tempat Kos Setelah memutuskan untuk mengambil kuliah Magister Manajemen pada kelas Eksekutif (kuliah pada hari Sabtu-Minggu) di Universitas...