Sebagai manusia, wajar kalau kita sesekali marah, dan terkadang kita bahkan perlu marah kepada anak kita, pasangan kita, atau orang lain. Misalnya, ketika anak kita melakukan sesuatu yang tidak patut, seperti mencuri barang atau mainan, kita memarahinya (educated angry), agar ia tidak melakukannya lagi. Kita juga boleh marah jikapasangan kita melakukan sesuatu yang tidak patut, meskipun sudah kita ingatkan, agar ia tidak kebablasan (marah karena kasih).
Anak juga boleh marah kepada orangtua, misalnya bila orangtua meremehkan menantu atau besannya. Kemarahan ini dimaksudkan agar orangtua tersebut berubah menjadi lebih baik.
Marah juga bisa dilakukan kepada diri sendiri, misalnya pemain tenis yang bermain buruk dan memukul-mukul dahinya sendiri sampai terluka.Marah terhadap diri sendiri sebenarnya tidak salah, namun tak perlu berlebihan seperti pemain tenis tadi, karena yang penting ialah berupaya untuk memperbaiki kesalahannya.
Terhadap orang lain yang menyakitkan atau menipu kita, kita juga bisa marah, tetapi dengan maksud agar ia tidak melakukannya lagi, baik kepada kita maupun kepada orang lain.
Marah biasanya dilakukan terhadap sesama manusia, tetapi bisa juga terhadap Tuhan. Misalnya jika sudah berdoa dengan tekun, namun tidak dikabulkan oleh Tuhan (minta agar bisa lulus ujian, mendapat pekerjaan yang baik, menjadi kaya, dll.). Hal ini bisa juga terjadi pada orangtua yang aktif melayani di gereja. Suatu ketika, anaknya yang amat dikasihi meninggal dunia, sehingga pegiat ini sangat marah terhadap Tuhan. Ia merasa sudah setia melayani Tuhan, tetapi mengapa balasan dari Tuhan bukan imbalan yang baik (reward) tetapi hukuman (punishment). Pegiat ini bukannya tidak beriman, tetapi memiliki iman yang kurang tepat. Seharusnya ia memiliki iman yang bersyukur (thankful faith), yang mampu berterima kasih kepada Tuhan atas segala sesuatu yang Ia lakukan atau berikan kepadanya. Iman yang taat (obedient faith) lahir dari iman yang bersyukur.
Contoh di dalam Alkitab tentang marah:
- Tuhan Yesus sendiri marah, ketika tempat ibadah dipakai sebagai tempat berjual-beli(pasar).
- Musa marah ketika bangsa Israel membuat patung dan menyembahnya sebagai pengganti Tuhan.
- Pada waktu Tuhan menyuruh Yunus pergi ke Niniwe untuk menyadarkan bangsa itu dari dosa mereka, Yunus menolak dan malah melarikan diri ke Tarsis, sampai ditelan oleh ikan besar. Namun setelah Tuhan menyelamatkannya dan Yunus menyadari bahwa apa yang Tuhan pikirkan itu jauh lebih baik daripada pikirannya sendiri, akhirnya ia pergi memperingatkan bangsa Niniwe sehingga bangsa itu bertobat dan Tuhan tidak memusnahkan mereka (Yunus 4:1-4).
Jadi kesimpulannya, marah itu boleh dan kadang-kadang bahkan tak terhindarkan, tetapi marah yang berkelanjutan itu sangat bahaya. Juga, kalau kita marah kepada Tuhan, iman kita pasti keliru, karena kita harus memiliki iman yang bersyukur.
Firman Tuhan mengatakan, “Jangan simpan kemarahanmu sampai matahari terbenam” (Efesus 4:26). Jadi, jika kita marah, janganlah kita berdosa dengan membiarkan amarah itu menjadi dendam. Jangan membiarkan diri terus dalam keadaan marah sampai matahari terbenam. Atasilah kemarahan itu dengan segera.
Hal itu juga berarti bahwa kalau sampai kita perlu marah, kita tetap melakukannya dengan kasih (tidak berbuat dosa), dan bukan untuk meremehkan atau menjatuhkan orang yang kita marahi (berbuat dosa).
Efek negatif dari marah:
- Tekanan darah dan kadar kolesterol naik.
- Menyebabkan atau mendorong terjadinya stres, dan hal ini berisiko tinggi menyerang jantung dan mengakibatkan masalah kesehatan lainnya. Ada beberapa gejala fisik yang timbul ketika kita marah: pembuluh arteri mengeras, leher dan bahu menjadi kaku dan tegang, sesak napas, detak jantung bertambah cepat, dahi mengernyit, dll.
- Menurut riset, pada waktu marah, pencernaan tidak bekerja. Dokter menyarankan agar jangan makan pada waktu masih marah, karena merupakan pemborosan saja.
- Marah yang berkepanjangan akan menyebabkan gangguan metabolisme dan antibodi menjadi lemah karena tidak bisa bekerja dengan baik. Pada akhirnya, hal itu dapat menimbulkan kanker.
Bagaimana Mengatasi Marah?
1. Memecahkan atau mengatasi masalah yang menyebabkan kita menjadi marah. Bicarakanlah baik-baik dengan orang yang membuat kita marah, dan carilah solusi yang memuaskan kedua belah pihak (win-win solution), dan bukan penyelesaian yang tak seimbang (win-lost solution). Inilah cara terbaik.
2. Jika hal itu tidak berhasil, berusahalah untuk menerima situasi dan kondisi tersebut.
Tetapi terkadang, meskipun usaha di atas sudah dicoba berulang kali, tidak ditemukan solusi yang baik, dan proses hukum pun tidak berhasil menyelesaikannya. Meskipun begitu, kita perlu berusaha melupakannya, meskipun tidak mudah. Kita perlu merenung, apa perlunya kita marah terus sehingga tidak ada damai di hati kita.
3. Memaafkan itu tidak mudah, tetapi bukannya tidak mungkin (paradox circumstances). Ada dua ilustrasi tentang sulitnya memaafkan itu.
Seorang pendeta menjenguk sebuah keluarga yang tinggal bersama ibu mereka yang sudah tidak mengenali orang yang menjenguknya. Ketika ia memasuki kamar ibu itu, pendeta itu melihatnya sedang memandangi foto seseorang dengan wajah marah, yang ternyata telah menipunya sekitar 45 tahun yang lalu. Semenjak peristiwa tersebut, kesehatan ibu itu mulai mundur sampai lupa ingatan.
Kisah kedua ialah tentang seorang gadis Armenia. Suatu ketika, ia dan kakaknya dikejar-kejar oleh tentara Turki. Gadis itu dapat meloloskan diri, tetapi kakaknya dibunuh dengan kejam di depan matanya. Gadis ini sangat marah dan tak dapat melupakan peristiwa itu. Singkat cerita, ia kemudian menjadi perawat yang bekerja di sebuah rumah sakit. Pada suatu hari, ia ditugaskan untuk merawat seorang prajurit Turki yang sekarat, yang ternyata adalah salah satu dari tentara Turkiyang membunuh kakaknya dulu. Mula-mula timbul pikiran di dalam benaknya untuk membalas dendam, karena hal itu dapat dengan mudah dilakukannya. Namun untunglah sebelum melakukan hal itu, ia berdoa kepada Tuhan, sehingga akhirnya membatalkan niatnya, bahkan merawat prajurit itu dengan sangat baik sehingga sembuh. Pada saat prajurit tersebut akan meninggalkan rumah sakit, gadis ini mengungkapkan bahwa ia adalah adik dari orang yang telah dibunuh oleh prajurit itu. Tentu saja prajurit tersebut bertanya dengan heran, mengapa gadis itu tidak membunuhnya dan membiarkannya mati. Dengan tabah gadis itu menjawab, “Tuhanku telah mengampuni musuh-musuh yang telah menyalibkan-Nya, dan saya melakukan hal yang sama demi Kristus.”Tentara itu sangat terharu. Ia berkata, “Jika itu artinya menjadi seorang Kristen, maka saya juga akan menerima Yesus”
Peristiwa ini benar-benar terjadi. Memang tidak mudah, tetapi bisa dilakukan… dengan pertolongan Kristus.
Melbourne, 24 Juni 2012
NUGROHO SUHENDRO
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.