Ayahku Yang Sederhana

Ayahku Yang Sederhana

Belum ada komentar 24 Views

Bila kukenang kembali, ah… keindahan itu telah berumur 54 tahun yang lalu.

Waktu itu aku meninggalkan kampung halamanku dan pergi ke kota untuk melanjutkan pendidikan. Dana sudah terkumpul untuk membayar kediamanku di tempat yang jauh. Sumbangan ayahku lebih berupa semangat ketimbang harta, sebab ia warga bumi yang hidup sangat sederhana. Masa kecilku bersamanya penuh kebahagiaan. Kami sering menyusuri kampung, berjalan beriringan. Di jalan-jalan kampung yang kecil dan di sana-sini rusak itu, ia terkadang menggendongku ketika melewati batu-batu tajam yang bisa melukai kaki telanjang, atau kalau hujan turun, melalui jalan berlumpur yang licin dan sulit dilintasi.

Pergumulan hidup yang berat harus ditelannya dengan sabar meski senantiasa menguji semangatnya. Namun apa pun kesulitan yang dihadapinya, ia tetap gigih bertahan. Itulah yang membuat aku sangat menghormatinya. Ayahku yang sederhana, bahkan sangat sederhana, juga tidak pernah ragu mengulurkan tangan untuk menolong orang lain yang membutuhkan bantuan. Ia kukuh dalam pendirian, jujur dan tulus.

Dalam menghadapi banyak tantangan kehidupan, ayahku tetap beriman kepada Tuhan. Ia selalu menyatakan kemenangan, karena ia bukan tipe yang pesimis. Ia penganut Kristen yang berpengharapan. Satu pesannya yang tidak pernah kulupakan adalah, “Hidup ini penuh ketidakpastian. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi atau akan kita alami nanti. Satu-satunya hal yang pasti hanyalah Allah yang kekal. Dialah Panduan kita. Kepada-Nyalah kita memercayakan hidup kita. Karena itu jangan menyeleweng, jangan juga terjebak pada moralitas dan agama yang tidak berdasarkan firman Allah, karena akan selalu ada hal baru yang ditawarkan. Sebenarnya tidak ada yang baru di muka bumi ini, meskipun kelihatannya baru.”

Ayahku benar. Adakah jaminan dalam kehidupan ini? Kenyataannya, memang segala sesuatu sama bagi semua orang, apakah ia benar atau fasik, baik atau jahat, tahir atau najis, taat kepada Tuhan atau tidak. Tidak seorang pun dapat mengendalikan masa depannya. Tidak seorang pun punya kekuasaan terhadap jiwanya sendiri.

Jika kita ingin mencari arti dalam kehidupan, kita harus memikirkan kebenaran. Dan sekali menemukannya, kita harus mengakui wewenangnya. Itulah sebabnya iman merupakan persyaratan untuk menyerahkan hidup kita dalam kebenaran Yesus Kristus, dan hanya kepada-Nya.

Mau tak mau usia tua harus dijalani, walau didampingi kerapuhan. Rapuh, karena sudah tidak banyak lagi memberikan kesenangan, bahkan menghadapi berbagai kesulitan, baik tubuh maupun pikiran. Kita mulai tergantung pada orang lain yang tidak selalu memedulikan kita. Akan selalu ada alasan baru yang membuat kita khawatir.

Tangan mulai gemetar, gigi tanggal sendiri, mata mulai kabur karena katarak, dan organ tubuh lainnya antre bermasalah. Aktivitas orang lanjut usia secara alami berkurang, bahkan tidur pun tidak sebanyak dulu lagi.

Orang lanjut usia selalu bangun bersama nyanyian fajar, walaupun nyanyian itu hanya samar terdengar, karena umumnya ia mengalami penolakan ganda. Tidak bisa tidur, telinga mulai tuli. Berbicara pun sering dengan cara sugesti. Perlahan ia mulai takut ketinggian dan enggan melakukan perjalanan. Uban menjadi kebanggaan yang memahkotai kepalanya.

Waktu kuperhatikan kesadaran ayahku makin menurun, akupun merenungkan soal kehidupan ini dan tujuannya. Aku menyadari bahwa salah satu hari bisa menjadi saat terakhirnya sebelum menapaki jalan kekal dan mulia itu. Kusingkirkan rasa keputusasaan di hatiku. Aku dan Ayah berbisik perlahan mendiskusikan kematiannya. Ayahku sudah berusia 89 tahun, dan kami menyepakati banyak hal.

Maut sudah mendekat dan juga akan dialami semua umat manusia. Namun bagi orang percaya, hal itu tidak menakutkan, karena Yesus menyambut kita dalam kehidupan yang kekal.•

| HILMAN MANURUNG, Sahabat PDP

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Sudut Hidup
  • Aku mencari wajah-mu, Tuhan…
    Kesaksian Dapot Parulian Pandjaitan
    Berharga di mata Tuhan (kematian) semua orang yang dikasihi-Nya (Mazmur 116:15) Oops… Kematian? Suatu kata yang sering dihindari orang...
  • Kasih-Nya Mengalir
    Namanya Helen Jayanti, biasa dipanggil Helen. Saat ini sedang menjalani Praktek Jemaat 1 di GKI Pondok Indah. Lulusan dari...
  • Jalan Pagi Lagi di Antara Jiwa-Jiwa
    perjumpaan dengan inspirasi kehidupan lain yang juga mendatangkan syukur
    Upaya Menjaga Kebugaran Sungguh tak mudah memulai kembali sebuah rutinitas, terutama yang menyangkut fisik, apalagi kalau memang pada dasarnya...
  • Jalan Pagi di Antara Jiwa-Jiwa
    Perjumpaan-perjumpaan yang menginspirasi kehidupan dan mendatangkan syukur.
    Jalan Pagi Untuk menjaga kondisi dan kesehatan jasmani di masa yang menekan ini sehingga tidak banyak aktivitas yang bisa...
  • In-Memoriam: Pdt. (Em.) Timotius Setiawan Iskandar
    Bapak bagi banyak anak yang membutuhkan kasih: yang kukenal dan kukenang
    Mencari Tempat Kos Setelah memutuskan untuk mengambil kuliah Magister Manajemen pada kelas Eksekutif (kuliah pada hari Sabtu-Minggu) di Universitas...