Kerap berdiet disalahartikan sebagai sama sekali menyetop menu atau bahan makanan tertentu. Kontroversi berdiet yang dimaknai seperti ini masih sering muncul, karena kerancuan memersepsi arti makanan dengan seberapa boleh tubuh yang sedang tak normal masih menerima makanan yang menjadikannya berpenyakit itu. Kuncinya, apakah dengan menghentikan yang diwajibkan, masalah penyakit bisa terselesaikan.
SEBUAH surat tiba pada saya berbunyi seperti terlampir. Keluhan seperti itu bukan satu kali saya dengar. Sebagian bahkan menjadi korban dari ketidakjelasan apa sebetulnya makna berdiet bagi yang tubuhnya tidak normal.
Pak Dokter, saya seorang ibu 46 tahun, tinggi 152, berat 63 kg. Saya pernah membaca beberapa buku karya Bapak. Dari beberapa buku ada kesamaan terutama dalam hal pentingnya makan makanan yang bergizi yang diperoleh dari sayur-mayur, buah-buahan dan ikan-ikanan. Dan karena itu lebih baik menghindari makanan tren selera anak zaman sekarang, makanan siap saji yang sejatinya hanyalah junk food.
Saya sebenarnya tidak sering memakan daging, tapi begini, Pak. Saya pada akhir Desember lalu merasakan tangan kanan saya sakit dan nyeri. Begitu sakitnya dan sering semutan saya tidak bisa melakukan pekerjaan rumah. Akhirnya saya pergi ke dokter dan direkomendasikan periksa di lab. Dari hasil lab ternyata saya terdeteksi kolesterol dan asam urat melebihi normal. Untuk itu dokter saya menyarankan agar saya memantang makanan sebagai berikut:
- Jerohan (hati, ginjal, otak, jantung, paru, usus, dan lain-lain)
- Golongan ikan laut (udang, tongkol, sarden, tengiri, kerang, kepiting, lobster, cumi-cumi, remis, dan lain-lain.)
- Ekstrak daging (abon, dendeng)
- Ragi/tape
- Makanan kalengan dan makanan yang mengandung alkohol
- Golongan makanan yang mengandung purin sedang
- Daging sapi
- Kacang-kacangan, kol, bayam, kangkung, buncis, dan singkong, daun papaya, jamur dan asparagus.
Betapa sedihnya saya membaca jenis makanan yang harus saya pantang. Mungkin untuk nomor 1 s/d 7 dapat saya maklumi, tetapi untuk yang nomor 8 (delapan): kacang-kacangan, bayam dan daun singkong pun tidak boleh… Rasanya, betapa dunia saya teramat sempit.
Untuk permasalahan kesehatan saya dan makanan yang harus saya pantang, benarkah saya harus makan makanan DI LUAR yang tertera di atas. Dan apa efeknya apabila pantangan tersebut saya langgar mengingat sangat sulit mencari jenis makanan di luar daftar makanan di atas. Dan mohon saran Bapak bagaimana saya menjalani kehidupan saya yang notabene harus dengan perhatian khusus ini.
Atas bantuan Bapak saya mengucapkan terima kasih.Sukarti di Ciputat Timur
Bahwa berpantang bagi orang yang tubuhnya tidak normal mengandung arti, asupan bahan makanan dan menu diharapkan tidak memperburuk kondisi penyakit yang diidapnya. Secara medis betul masuk akal. Makin banyak bahan makanan penyebab penyakitnya masuk ke dalam tubuh pengidap penyakit tertentu, berpotensi makin memperburuk perjalanan penyakit yang diidapnya.
Menyetop atau membatasi
Ketakutan masyarakat kian berlebih karena persepsi rancu, bahwa bahan makanan yang berpotensi memperburuk perjalanan suatu penyakitnya itu, harus dihadapi sebagai seteru. Bahwa hanya karena makan seekor udang atau seekor cumi, serangan jantung atau strokenya pasti kumat. Betulkah seperti itu?
Tidak disangkal semua bahan makanan yang dokter minta pasien memperhatikannya, betul harus dipandang sebagai bahan yang perlu dicermati. Kapan berbahaya itu timbul? Seperti sudah disebut apakah sebutir telur yang kolesterolnya terbilang tinggi itu, memunculkan stroke atau serangan koronernya seketika kita mengonsumsinya? Sebaliknya, apakah bila tidak mengonsumsinya sama sekali, akan pastikah kedua serangan yang mencemaskan itu tidak terjadi.
Perlu diungkap kembali, bahwa peristiwa serangan jantung koroner, atau serangan stroke yang terjadi dadakan hari ini, bukanlah proses yang tiba-tiba. Prosesnya sudah lama berlangsung. Barangkali sudah beberapa puluh tahun sebelumnya dimulainya. Jadi tak mungkin kalau hari ini mengonsumsi banyak menu berkolesterol, atau berlemak jenuh tinggi, menu itu yang dituduh jadi biang keladinya. Tidak seperti itu.
Menjadi terserang jantung atau stroke itu, merupakan puncak dari proses puluhan tahun yang menimpa dinding pipa pembuluh darah koroner jantung dan pembuluh darah otak. Pipa pembuluh makin tahun makin menebal oleh proses penebalan atherosclerosis akibat kadar lipid (kolesterol triglyceride dan lain-lain) dibiarkan lama meninggi. Bukan peristiwa satu dua hari, tidak juga dalam hitungan bulan.
Kalau setahun bertambah tebalnya penyumbat pembuluh darah jantung dan otak itu sekitar dua persen, maka bisa dihitung dalam 20 tahun sudah menyumbat nyaris separuh penampang pembuluh darah. Bila proses penyumbatan itu sudah dimulai sejak usia remaja sebagaimana kebanyakan menimpa anak sekarang, itu sebab sebelum umur 40 tahun mereka sudah terserang jantung, dan atau stroke. Dan itu fakta kita hari ini.
Kalau ada yang melihat stroke sehabis mengonsumsi sate kambing, pasti bukan salah sate kambingnya, melainkan perlu dilacak faktor pencetusnya saat serangan itu berlangsung. Mungkin sedang stres, darah tingginya sedang tak terkendali, terlambat minum obat, kurang tidur, kecapaian, atau bisa jadi masuk kamar hotel bukan dengan istri sendiri. Begitu juga bila sehabis makan duren, sehingga duren jadi kambing hitam. Apa salahnya duren?
Berdiet harus dilihat sebagai proses penumpukan “karat lemak” pada dinding pembuluh darah itu mesti dihentikan. Untuk itu berat badan perlu dibuat ideal, cukup bergerak badan, minum obat kalau diperlukan, dan berdiet seperlunya. Jadi sebetulnya makna berdiet bukan satu-satunya. Bukan pula harus diartikan sama sekali tidak mengonsumsinya.
Tubuh butuh lebih 40 zat gizi
Kenyataannya tubuh kita tak pernah berhenti membutuhkan lebih 40 jenis zat gizi setiap hari tanpa libur. Sebagian dari kebutuhan zat gizi itu bersifat esensial, atau tidak bisa tidak harus datang dari menu harian.
Kita melihat menu harian orang modern sekarang sudah kehilangan sebagian besar zat gizi, termasuk yang esensial. Dalam kondisi menu normal saja pun kecukupan semua zat gizi terancam kekurangan. Apalagi kalau sampai dalam menu harian ada bahan makanan yang distop tak mengonsumsinya sama sekali.
Bahaya penyakit kurang gizi kini mengancam orang sekarang kendati yang sedang tidak berdiet. WHO menyebutnya sebagai “hidden hunger”. Apalagi bila orang yang berdiet ini dan itu yang belum tentu diperlukan. Risk-benefit berdiet perlu dipertimbangkan secara bijak, apakah dengan berdiet lebih memberi manfaat, atau malah menambah risiko timbulnya penyakit atau masalah baru pada tubuh.
Ada sekitar 30 jenis zat gizi esensial yang tubuh butuhkan supaya mesin tubuh berputar lancar. Satu zat gizi esensial saja tidak mencukupi diterima tubuh, sebagian karena menyetop menu atau sumber bahan makanan tertentu dengan ketakutan berlebihan, sudah bikin tubuh tidak bugar. Kekurangan asupan selenium, cadmium, Q-10, dan segala yang kini ditawarkan sebagai suplemen melawan tidak bugar yang diakibatkannya, salah satu bukti, bahwa tubuh kita makin terancam kekurangan yang esensial itu.
Kasus seorang Ibu istri pejabat di Pondok Indah, masuk ICU karena sekian tahun lamanya tidak makan garam, takut makan telur, sama sekali tak menyentuh mentega, daging, apalagi minyak, dan lemak. Maunya sehat malah masuk ICU karena semua nilai zat dalam darahnya di bawah normal. Natrium, kalium, asam amino, vitamin, semuanya rendah. Bukti kalau menerjemahkan berdiet secara ekstrim dan berlebihan, ternyata menyesatkan.
Membatasi saja
Mengingat tubuh selalu membutuhkan semua zat gizi, maka menyetop sama sekali segala yang wajib dipantang, berisiko memunculkan masalah baru pada tubuh. Betul penyakitnya mungkin lebih terkendali, tapi badan jadi kekurangan gizi. Pada gilirannya kekurangan gizi bisa memperburuk penyakitnya juga.
Maka berdiet harus diartikan bukan menyetop sama sekali, melainkan membatasi apa yang wajib dipantang. Sebutir telur tiga empat kali seminggu tidak harus meningkatkan kolesterol darah, karena lebih 90 persen kolesterol diproduksi oleh hati.
Juga apa salahnya makan daging, lemak, udang, cumi, daripada sama sekali kita hentikan mengkonsumsinya. Sebagian dari kandungan yang kita hentikan mengkonsumsinya itu, tak sedikit zat gizi yang tubuh butuhkan. Kita tahu telur itu paling lengkap kandungan asam aminonya (penyusun protein yang dibutuhkan sel untuk betumbuh dan berganti). Nilai biologis telur nyaris 100 persen, jadi kenapa harus dimusuhi. Tubuh kehilangan asam amnimo telur yang lengkap itu, sehingga membuat sel tubuh lekas layu.
Bukan sama sekali tidak makan garam, tapi secukupnya. Bukan sama sekali tidak makan daging tapi tak berlebihan. Sepekan sekali jadi harimau, tetap diperlukan, sebab pasti tak cukup hanya menjadi monyet dan kambing saja (Tiger diet vs Slow food diet).
Jadi perlu lebih bijak menerjemahkan arti berdiet kalau masih ingin tetap sehat. Kontroversi antar sejawat dokter masih bermunculan. Logika medisnya masih bisa diperdebatkan. Akal sehatnya bahwa Tuhan sudah memberikan begitu beragam kekayaan tanaman, bebuahan, sayur-mayur, biji-bijian, kacang-kacangan, dan segala yang tersedia, asalkan tidak dikonsumsi berlebihan.
Orang Eskimo makan daging saban hari, orang Indian juga, orang Dayak dan suku pedalaman seperti itu pula, tapi tidak terserang jantung atau stroke karena gaya hidupnya sesuai dengan kodrat tubuh kita. Maka salahkan gaya hidup yang kita pilih kalau kondisi darah kita jadi kacau nilai normalnya. Kuncinya memang pada mengubah gaya hidup supaya persoalan penyakit tidak muncul dan menjadi bertambah berat, bukan dengan cara menyetop semua makanan yang sudah Tuhan sediakan buat kita di bumi raya ini, saya kira.
Dr Handrawan Nadesul
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.