Seorang presiden pasti dikelilingi orang-orang terbaik di bidangnya masing-masing. Salah satu menteri sudah bekerja dan berjasa baginya. Namun ia malah meminta menteri itu belajar ke tukang baju.
Saat Raja Yosia memimpin (2 Raj 22:1-20), ia mempunyai dua orang besar dan berpengaruh. Safan seorang panitera—atau sekretaris negara—dan Hilkia, seorang imam besar. Saat menjadi raja, Yosia berniat melaksanakan dua proyek. Proyek pertama adalah merestorasi Bait Allah yang sudah lama menganggur. Proyek kedua adalah menghancurkan mazbah penyembahan Baal dan tiang-tiang berhala yang sudah dibangun Raja Amon, ayahnya. Saat proyek pertama dimulai, Safan—sang panitera— sedang mengatur bersih-bersih di Bait Allah. Tiba-tiba imam besar Hilkia mengumumkan bahwa ia menemukan kitab Taurat. Kitab yang berisi hukum Tuhan itu telah lama terpendam di Bait Allah karena pada zaman raja-raja sebelumnya tidak pernah dibaca. Imam besar Hilkia memberikan kitab itu kepada Safan, lalu Safan membacakannya di depan raja. Firman itu langsung menyambar Raja Yosia sehingga ia segera mengoyakkan pakaiannya. Hatinya tertusuk dan sangat gundah. Raja lalu memerintahkan Safan dan Hilkia— bersama tiga orang lagi—mencari orang yang dapat menjelaskan isi hati Tuhan.
Mungkin raja merasa masih ada yang mengganjal. Walau Safan dan Hilkia sudah menemukan dan membacakan kitab itu, dan raja juga sudah mengerti arti kitab itu secara garis besar, ia sangat menyesal. Ia masih membutuhkan jawaban untuk kegundahannya. Walau disuruh raja mencari orang lain, Safan dan Hilkia tidak tersinggung. Mereka berdua adalah orang hebat yang dekat dengan raja, tapi mereka sadar bahwa ada seseorang di atas mereka yang lebih dekat dengan Tuhan. Pergilah Safan, Hilkia, dan pejabat raja lainnya mencari seorang nabiah yang mengurus pakaian, namanya Hulda. Dan ternyata Hulda tidak main main. Ia berbicara bahwa Yehuda perlu bertobat dengan serius. Kalau dinilai dari pemilihan kalimatnya, Hulda seperti nabi yang biasa bicara di depan banyak orang. Terlepas statusnya sebagai seorang perempuan, ia tidak kekurangan percaya diri untuk berbicara layaknya nabi besar yang terkenal.
Konsultan Panggilan
Berbicara tentang sebuah organisasi, wajar bila selalu ada struktur yang dominan. Misalkan Badu menjual eskrim. Dia punya tiga anak buah: satu di bagian produksi, satu di bagian marketing, dan satu di bagian keuangan. Karena konteksnya adalah jualan eskrim, Badu pasti akan fokus di bagian produksi, karena ia perlu memastikan produk eskrim yang dijualnya selalu dalam kualitas terbaik. Bagian produksi eskrim adalah struktur yang dominan di bisnis Badu. Raja Yosia punya dua orang dekat yang menjadi struktur dominan, Safan dan Hilkia. Hilkia sebagai imam, Safan sebagai panitera—atau tangan kanan Raja—setara Sekretaris Negara. Raja sangat fokus pada pekerjaan mereka. Imam untuk memastikan ibadah rakyat, panitera untuk mencatat perkembangan mazbah berhala yang dihancurkan, sekaligus mengamankan kitab yang ditemukan. Namun itu semua belum cukup. Raja mencari konsultan yang dapat memberitahukan tujuan Tuhan dalam hidupnya: Nabi Hulda. Lima orang pejabat raja diutus pergi menemuinya. Ini perlambang bahwa perkataan Tuhan sangat penting, sampai semua pemimpin struktural dikerahkan. Dan benar saja, nabiah ini bagaikan konsultan yang dipanggil untuk membentuk visi dan misi baru bagi Raja Yosia. Raja Yosia seperti mendapat konfirmasi dari Tuhan tentang apa yang harus dilakukannya. Ia langsung mengerjakan dua proyek dengan semangat. Bait Allah terestorasi dan semua mazbah berhala dihancurkan. Ia melakukan apa yang benar, sehingga dikatakan bahwa belum pernah ada raja yang berbalik kepada Tuhan seperti Raja Yosia (2 Raj 23: 25).
Sekarang, misalkan dalam kepengurusan pemuda, ada struktur seksi kebaktian Minggu, seksi persekutuan, dan seksi majalah. Awalnya, seksi kebaktian Minggu menjadi struktur dominan dari pelayanan pemuda. Di situlah pusat para pemuda berkumpul, mendengarkan firman, melayani; dan dilaksanakan tiap Minggu, sehingga menjadi program utama yang mendapat perhatian dari badan pengurus harian. Lalu suatu ketika ada masalah datang, muncul penyakit yang menjadi pandemi. Kebaktian Minggu tiba-tiba ditiadakan, para pemuda tidak bisa bertemu lagi pada hari Minggu. BPH Pemuda langsung mengadakan rapat bersama Pendeta dan Penatua. Pendeta dan Penatua bagaikan konsultan. Badan Pengurus memikirkan strategi bagaimana bisa tetap menjangkau pemuda di saat wadah pertemuannya tidak memungkinkan. Seksi persekutuan memberi solusi untuk mengadakan persekutuan lewat zoom. Seksi majalah juga bersedia lebih rajin posting, agar jemaat pemuda tetap bisa update. Struktur yang tadinya dominan pun bergeser. Dulu seksi kebaktian, sekarang ke seksi persekutuan. BPH dan seksi kebaktian sekarang fokus membantu pelayanan seksi persekutuan. Ketika mengalami krisis, kita mencari Hulda. Kita perlu sebuah suara yang mengarahkan ke mana langkah kita. Kita bisa mengatur strategi, memindahkan struktur dominan yang satu ke yang lain. Namun terlebih penting, kita perlu sejenak mengalahkan semua ego struktural dan dengan bijak mendengarkan apa yang Tuhan katakan.
Kitab Terlantar
Namun yang terpenting adalah bagaimana kejadian awal krisis di zaman Raja Yosia. Bait Allah menganggur, kitab Taurat bukannya dibacakan malah disimpan di gudang. Mereka sudah melupakan firman Tuhan dan dengan asyiknya mendengarkan berhala, menyembah berhala, membuat mazbah persembahan untuk berhala. Kitab Taurat ditelantarkan. Untung ketemu saat bersih-bersih, dan bersyukur isinya masih bisa terbaca. Ini saat menakutkan, karena ini bisa terjadi juga di gereja. Alkitab yang dilupakan, khotbah tidak berporos pada kebenaran Firman Tuhan. Kita bersyukur, kita masih melihat Alkitab terpampang di mimbar. Kadang kadang tersorot kamera bersama lilin menyala di kebaktian online, saat orang-orang yang melayani sedang hening – atau sedang menggaruk hidung. Ini perlambang bahwa Alkitab tidak disimpan di gudang.
Namun sebenarnya tidak ada gunanya juga bila Alkitab hanya berada di mimbar tapi tidak dibaca. Kita lebih bersyukur, Alkitab juga selalu dibacakan sebelum khotbah, empat perikop. Kenapa empat perikop selalu dibacakan tiap Minggu? Alasannya biar pendeta yang menjawabnya. Yang pasti kita perlu bertahan agar tetap fokus dengan pembacaan tersebut. Kadang-kadang yang membaca— disebut lektor—membaca dengan datar, terkadang ekspresif, terkadang cepat, terkadang lambat, semua itu tidak masalah. Semua itu merupakan bagian kita menghargai firman Tuhan. Lama kelamaan, jika kita terus memerhatikan firman Tuhan, maka sebersit kita akan ingat perikop yang pernah dibacakan sebelumnya. Empat perikop memberi kita kesempatan untuk memasukkan firman ke dalam kesadaran kita, sehingga beberapa tindakan kita dapat sesuai dengan firman Tuhan tanpa kita sadari.
Memang, di sini respons membaca Alkitab juga teramat penting. Kita bisa saja terus membaca atau mendengarkan firman, tapi pernahkah kita merasakan sambarannya seperti ia menyambar Raja Yosia? Memang tidak secara langsung merobek baju kita, tapi pernahkah firman itu menegur ke lubuk hati kita yang terdalam? Membuat kita bertobat, berbalik melakukan sesuai dengan firman. Atau pernahkah firman membuat kita tertarik untuk mengerti lebih dalam hati Tuhan? Kita tertarik belajar histori, budaya, latar belakang kitab. Atau kita ingin tahu bahasa aslinya. Atau kita ingin tahu makna firman dengan mencari di internet. Atau pernahkah firman membuat hati kita bergelora? Kita merasa kejadian di hidup kita berhubungan, dan ingin menceritakan firman dalam diskusi Lifegroup. Atau kita ingin bercerita pada anak Sekolah Minggu. Atau kita ingin menulis artikel dan menyambungkannya dengan karakter khayalan kita, misalnya Badu. Di kehidupan kita yang super dinamis ini, memiliki waktu untuk fokus ke Firman menjadi tantangan. Bisa dibayangkan, Raja Yosia saat itu mendengarkan satu kitab. Sedangkan kita, baca tulisan yang panjang pakai teknik skimming. Video yang panjang kita fast-forward. Bagaimana jika mendengarkan satu kitab? Berbicara secara komunitas, kita tampaknya tidak menelantarkan Alkitab. Namun jika kita evaluasi secara pribadi, bisa jadi Alkitab kita simpan di gudang.•
» SAMUEL SEBASTIAN
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.