Bahtera Keluarga Ditengah Samudera

Bahtera Keluarga Ditengah Samudera

Belum ada komentar 1339 Views

Karena keluarga kita bagaikan bahtera di tengah samudera yang penuh dengan tekanan, maka ada baiknya kita mengenali empat tipe keluarga, yang saya angkat dari buku Be A Winner Like Me.

Tipe Kayu Rapuh. Sedikit tekanan saja sudah membuat patah arang. Gampang sekali mengeluh, putus asa, dan merasa tidak berdaya saat kesulitan datang menghampiri.

Tipe Lempeng Besi. Biasanya mampu bertahan pada awalnya. Namun seperti layaknya besi, ketika situasi semakin lama semakin menekan, ia mulai bengkok dan tidak stabil. Demikian juga dengan tipe ini. Mampu menghadapi tekanan, tetapi tidak bertahan lama. Untunglah masih mau mencoba bertahan sebelum akhirnya menyerah.

Tipe Kapas. Tipe ini cukup lentur dalam menghadapi tekanan. Saat tekanan tiba, ia mampu bersikap fleksibel. Cobalah Anda menekan sebongkah kapas. Ia akan mengikuti tekanan yang terjadi. Ia mampu menyesuaikan saat terjadi tekanan. Namun, setelah tekanan berlalu, dengan cepat ia bisa kembali ke keadaan semula. Ia bisa segera melupakan masa lalu dan mulai kembali ke keadaan semula.

Tipe Bola Pingpong. Inilah tipe yang ideal dan terhebat. Tekanan justru akan membuatnya bekerja lebih giat, lebih termotivasi, dan lebih kreatif. Seperti bola pingpong saat ditekan, justru ia memantul ke atas dengan lebih dahsyat.

Dalam menghadapi kesulitan, tak menjadi persoalan di mana kita berada. Hal yang terpenting, upayakan keluarga kita bisa bergerak dari level tipe kayu rapuh ke tipe selanjutnya sampai menjadi yang terbaik. Apa yang selalu harus ada di dalam rumah tangga atau keluarga kita?

Pertama: Selalu Ada Awalnya. Untuk meluncurkan bahtera rumah tangga bukan sekadar coba-coba, tetapi harus ditandai dengan ikrar perpisahan suami-istri yang hanya oleh karena maut. Semua pihak harus menyadari bahwa sekali bahtera rumah tangga meluncur, maka akan terus berlanjut dan membengkak menjadi keluarga yang besar. Tak ada bahtera rumah tangga di dunia ini yang sepi dari tantangan, sebab itu kesiapan hati kita selalu dipertanyakan. Calon suami dan istri harus berbekalkan pengetahuan yang cukup tentang kehidupan rumah tangga kristiani. Karena itu mereka wajib mengikuti Pembinaan Pranikah, serta melakukan percakapan gerejawi dengan Majelis Jemaat. Tapi kesiapan hati serta kekompakan calon suami istri juga harus diperhitungkan. “Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?” (Amos 3:3)

Pada umumnya rumah tangga diawali dengan kemeriahan yang berlebihan, hanya karena gengsi atau tuntutan adat. Setelah itu terjadi keterpurukan dalam segi finansial. Atau pada mulanya saja segala sesuatu kelihatan sangat indah dan menyenangkan, tapi tak lama kemudian semua mengalami kemerosotan. Seperti situasi dalam gerbong kereta api-malam saja; semula tampak serba teratur dan rapi, namun di pagi hari sudah berubah menjadi serba kotor dan berantakan. Tapi kita tidak boleh mengadakan persiapan dengan setengah hati, hanya karena berpendirian bahwa tidak ada keluarga yang sempurna. Sebagai anak Tuhan, kita mengupayakan sebuah awal yang terbaik, karena kita percaya bahwa oleh campur tangan Kristus keluarga kita bisa berhasil.

BUAT APA KITA MENIKAH JIKA TIDAK PERCAYA BAHWA AKAN BERHASIL?

APA YANG KITA LAKUKAN HARI INI ADALAH APA YANG PALING PENTING. TIDAK PEDULI BAGAIMANA SULITNYA HARI KEMARIN, KITA HARUS SELALU MULAI LAGI HARI INI (Jonatan Saturo).

Kedua: Selalu Ada Tujuannya. Seperti halnya pelayaran memiliki tujuan, begitu pula dengan orang yang membangun keluarga. Biasanya orang mengatakan “Menuju Ke Pantai Bahagia.” Tapi apakah itu bahagia? Bukankah kebahagiaan itu relatif? Dari Firman Tuhan kita mengetahui bahwa tujuan berumah tangga adalah mewujudkan kesedagingan suami-istri secara utuh, serta mewujudkan indahnya persekutuan antara Yesus Kristus dan gereja-Nya, atau memuliakan Tuhan. Kalau begitu, pernikahan dan keluarga kita itu harus kudus di mata Tuhan, indah dan membuat kita semua berbahagia. Tujuan seperti itu membuat pernikahan dan keluarga kita menjadi sangat berbobot, sehingga penjagaannya harus semakin diupayakan.

UNTUK BERHASIL MEWUJUDKAN KELUARGA BAHAGIA DIPERLUKAN SEDIKITNYA DUA ORANG, TAPI UNTUK MENGGAGALKAN CUKUP SEORANG SAJA!

Ketiga: Siap Menghadapi Perubahan. Sebagaimana pelayaran harus selalu siap menghadapi perubahan cuaca dan gejolak di laut, begitu pula dengan bahtera rumah tangga kita. Perubahan zaman bisa mengurangi rasa nyaman kita berkeluarga. Peristiwa-peristiwa di seputar atau di dalam keluarga, membingungkan atau menakutkan. Juga perubahan sikap dari sesama kita yang terdekat, yaitu pasangan hidup, anak atau mertua kita. Terjadinya salah paham, rasa kurang puas sebab kurang diperhatikan, gara-gara sempitnya waktu untuk berkomunikasi. Arogansi atau ketidakadilan, pembiaran dan masih banyak lagi. Beban rumah tangga terasa makin bertumpuk dan menekan, lalu memunculkan “utang-utang” yang harus dibayar! Tidaklah berlebihan jika kita katakan bahwa angin ribut sudah mulai menyerang “bahtera” kita. Tapi seperti apa pun keadaan keluarga kita, kita tetap harus menghadapinya, karena kita menjadi bagiannya dan ikut serta menentukan coraknya!

HOME IS THE KINGDOM OF FATHERS AND THE HEAVEN OF MOTHERS AND THE WORLD OF CHILDREN.

KEBAHAGIAAN SERING KITA PERLAKUKAN SEBAGAI BOLA, JAUH DIKEJAR, DEKAT DITENDANG!

Mari kita simak situasi perahu yang sedang ditumpangi Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya saat itu. Ketika sekonyong-konyong datang angin ribut yang mengamuk dan menyerang perahu itu, para murid sebenarnya sedang bersama-sama dengan Tuhan Yesus, sebab mereka sedang mengikuti-Nya! Jadi, walaupun sedang mengikuti Tuhan Yesus, dan berada seperahu dengan Dia, tetap saja dimungkinkan menghadapi musibah. Jangan disangka, jika pernikahan sudah diteguhkan dan diberkati oleh Tuhan di rumah-Nya, maka akan terhindar dari segala problem hidup. Juga jangan dikira kalau kita sudah rajin beribadah dan melayani pekerjaan Tuhan, dengan sendirinya keluarga kita akan berjalan serba lancar. Tuhan tidak pernah menjanjikan pelayaran tanpa topan badai, tapi solusi dan pantai yang teduh. Dan solusi itu tidak selalu yang ajaib-ajaib, tapi lebih sering melalui perjuangan yang gigih. Sebagaimana hidup-Nya penuh dengan perjuangan, maka Kristus pun menghendaki anak-anak-Nya seperti Dia. Setelah itu Tuhan baru akan menghadirkan “keajaiban- keajaiban kecil” di tengah keluarga kita. Tatkala Tuhan Yesus sedang tidur di tengah bencana, sikap-Nya itu dapat kita tafsirkan sebagai kesengajaan Kristus, karena sedang memberi kesempatan para murid untuk mempraktikkan semua pelajaran (teori) yang sudah mereka miliki. Mereka sedang diberi kesempatan untuk menunjukkan ketenangan jiwa mereka, hati tanpa rasa takut karena Kristus ada di dekat mereka. Bahkan kesediaan hidup maupun mati bersama Guru dan Tuhan mereka. “Di dalam kasih tidak ada ketakutan” (1 Yohanes 4:18).

TO LOVE GOD IS SOMETHING GREATER THAN TO KNOW HIM
(St. Thomas Aquinas).

NO MATTER WHAT, NO MATTER WHERE IT’S ALWAYS HOME , IF LOVE IS THERE

Keempat: Selalu Ada Pengharapan. Bagi setiap keluarga yang beriman kepada Tuhan, betapapun hebatnya goncangan bahtera oleh amukan badai, harus selalu berpengharapan. “Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang” (Amsal 23:18). Kita membaca bahwa sesudah meneduhkan hati para murid-Nya, Tuhan Yesus meneduhkan danau itu. Yang menarik ialah bahwa Dia menghardik angin dan danau itu. Hal itu membuat para murid bertanya-tanya bagaimana mungkin angin dan danau juga bisa taat kepada-Nya? Di sini kita diingatkan bahwa Yesus Kristus bukan hanya seorang Juru Selamat, tetapi Dia itu juga Tuhan! Dia adalah sang Penguasa alam semesta, dan tak ada yang terlalu besar bagi-Nya untuk ditaklukkan-Nya. Meski demikian, kita harus tahu bahwa Dia tak pernah mau mengumbar kemahakuasaan-Nya itu untuk hal-hal yang tidak perlu. Dalam pergaulan-Nya dengan kita, Dia banyak meredam kehebatan-Nya dan memberi kesempatan kepada kita untuk berprestasi di dalam hidup kita, termasuk di dalam keluarga kita. Jika kita bersinergi dengan-Nya, maka kita boleh mengharapkan banyak hal positif akan terjadi. Langkah pertama dan yang utama untuk kita lakukan adalah, persilakan bahkan mengundang Yesus Kristus memasuki bahtera keluarga kita. Jika hal itu tidak pernah kita lakukan, maka pelayaran kita terancam kegagalan total.

Ketika saya masih remaja, saya pernah mengalami sulitnya menumpang bus umum, karena jumlah bus sangat sedikit. Tidak seimbang dengan jumlah penumpang. Itu sebabnya calon penumpang harus berebut tempat di dalam bus. Siang itu, saya sudah berhasil duduk di dekat pintu depan, sedangkan ada begitu banyak penumpang yang hanya berdiri. Tiba-tiba muncul seorang bapak yang minta supaya diberi jalan untuk masuk atau naik, meskipun penumpang sudah berjubel. Tentu saja para penumpang yang berdesak merasa sangat berkeberatan, sebab sudah tidak ada ruang baginya. Tapi bapak tadi tetap memaksa untuk masuk, sehingga mereka marah sambil mendorongnya keluar. Tiba-tiba bapak tadi berteriak,”Kalau saya tidak boleh masuk, maka bus ini tidak akan jalan, sebab saya sopirnya!” Terdengarlah gelak tawa para penumpang dan segera orang-orang membuka jalan baginya. Pertanyaan saya sekarang, “Apakah ada di antara kita yang menutup jalan untuk Tuhan Yesus, yang mau mengemudikan bahtera keluarga Anda?”

Jika saat ini kita masih di dalam pelayaran hidup, jika masa depan kita penuh dengan tanda-tanya, peganglah erat-erat janji-Nya, bahwa Ia akan selalu beserta kita sampai akhir zaman.

GOD’S PROMISES ARE LIKE THE STARS; THE DARKER THE NIGHT, THE BRIGHTER THEY SHINE
(David Nicholas).

Selamat menikmati pelayaran Anda!

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Bible Talks
  • Pelayanan yang Panjang
    Kisah Para Rasul 19:1-41
    Kisah Para Rasul merupakan buku kedua yang dituliskan oleh Lukas kepada Teofilus, dengan tujuan mencatat apa yang dilakukan oleh...
  • KASIH PERSAHABATAN
    Kasih adalah salah satu tema terpenling di da/am kekristenan. Di dalam 1 Korinlus 13:13, Paulus menegaskan bahwa dari seluruh...
  • WHAT WENT WRONG?
    Yosua 7-8
    Seandainya Anda mengalami kegagalan, akankah Anda berdiam diri dan bertanya, “Apa yang salah?” Setelah kemenangan di Yerikho dengan sangat...
  • Menghidupkan Semangat Dan Hati
    Yesaya 57:15
    Seseorang gadis berusia 18 tahun dan berpenampilan menarik berjalan masuk ke dalam ruang konseling. Dia sering menjuarai berbagai kompetisi...