Di sebuah perusahaan pertambangan minyak Arab Saudi, pada akhir tahun 40-an, seorang pegawai rendahan, remaja lokal asli Saudi, kehausan sehingga bergegas mencari air untuk menyiram tenggorokannya yang kering. Ia begitu gembira ketika melihat air dingin yang tampak di depannya dan segera mengisi air itu ke dalam gelas. Belum sempat ia minum, tangannya terhenti oleh sebuah hardikan: “Hei, kamu tidak boleh minum air ini. Kamu cuma pekerja rendahan. Air ini hanya khusus untuk insinyur.”
Suara itu berasal dari mulut seorang insinyur Amerika yang bekerja di perusahaan tersebut. Remaja itu akhirnya hanya terdiam menahan haus. Ia tahu bahwa ia hanya seorang anak miskin lulusan Sekolah Dasar. Kalaupun ada pendidikan yang dibanggakan, itu hanya karena ia lulusan suatu lembaga setempat, tapi keahlian itu tidak ada harganya di perusahaan minyak yang saat itu masih dikendalikan oleh manajemen Amerika.
Hardikan itu selalu terngiang di kepalanya. Ia lalu bertanya-tanya: “Kenapa hal ini terjadi padaku? Kenapa segelas air saja dilarang untukku? Apakah karena aku pekerja rendahan, sedangkan mereka insinyur? Apakah kalau aku jadi insinyur, aku bisa minum? Apakah aku bisa jadi insinyur seperti mereka?
Pertanyaan ini selalu muncul kembali di dalam benaknya, sehingga akhirnya menjadi momentum baginya untuk membangkitkan “DENDAM POSITIF.”
Remaja miskin ini berkomitmen untuk mengubah nasibnya. Ia bekerja keras pada siang hari dan melanjutkan sekolah pada malam hari. Hampir setiap hari ia kurang tidur untuk mengejar ketertinggalannya. Tidak jarang olok-olok dari teman diterimanya. Buah kerja kerasnya membuahkan hasil. Akhirnya ia bisa lulus SMA. Kerja kerasnya membuat perusahaan memberi kesempatan padanya untuk mendalami ilmu. Ia dikirim ke Amerika untuk mengambil kuliah S-1 di bidang teknik dan master di bidang geologi. Pemuda ini lulus dengan hasil memuaskan. Selanjutnya ia pulang ke negerinya dan bekerja sebagai insinyur.
Kini ia sudah menaklukkan dendamnya, dan kembali sebagai insinyur serta bisa minum air yang dulu dilarang baginya. Apakah sampai di situ saja?
Tidak, kariernya melesat terus. Ia sudah terlatih bekerja keras dan mengejar ketertinggalan, sehingga dalam pekerjaan pun kariernya menyusul yang lain.
Kariernya melonjak dari kepala bagian, kepala cabang, manajer umum sampai akhirnya ia menjabat sebagai wakil direktur, jabatan tertinggi yang bisa dicapai oleh orang lokal saat itu. Ada kejadian menarik ketika ia menjabat wakil direktur. Insinyur Amerika yang dulu pernah mengusirnya, kini justru jadi bawahannya. Suatu hari insinyur bule ini datang menghadap karena ingin minta izin cuti dan berkata: “Saya ingin mengajukan izin cuti. Saya berharap Anda tidak mengaitkan kejadian air di masa lalu dengan pekerjaan resmi ini. Saya berharap Anda tidak membalas dendam atas kekasaran dan keburukan perilaku saya di masa lalu.”
Apa jawab sang wakil direktur, mantan pekerja rendahan ini?
“Saya ingin berterimakasih kepada Anda dari lubuk hati saya yang paling dalam karena Anda melarang saya minum saat itu. Ya, dulu saya benci kepada Anda. Tapi, Andalah penyebab kesuksesan saya, sehingga saya dapat meraih posisi ini.”
Kini dendam positif lainnya sudah tertaklukkan. Lalu, apakah ceritanya sampai di sini? Tidak. Akhirnya mantan pegawai rendahan ini menempati jabatan tertinggi di perusahaan tersebut. Ia menjadi Presiden Direktur pertama yang berasal dari bangsa Arab.
Tahukan Anda, apa perusahaan yang dipimpinnya? Perusahaan itu adalah Aramco (Arabian American Oil Company), perusahaan minyak terbesar di dunia. Di tangannya, perusahaan ini semakin membesar dan kepemilikan Arab Saudi semakin dominan. Kini perusahaan ini menghasilkan 3.4 juta barrel (540,000,000 m3) dan mengendalikan lebih dari 100 ladang migas di Saudi Arabia dengan total cadangan 264 miliar barrel minyak dan 253 triliun cadangan gas.
Atas prestasinya, ia ditunjuk Raja Arab Saudi untuk menjabat sebagai Menteri Perminyakan dan Mineral yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap dunia.
Tahukah kisah siapa ini? Ini adalah kisah Ali bin Ibrahim Al-Naimi yang sejak tahun 1995 sampai saat ini (2011) menjabat sebagai Menteri Perminyakan dan Mineral Arab Saudi.
Terbayangkah Anda, hanya dengan mengembangkan hinaan menjadi dendam positif, isu air segelas di masa lalu membentuknya menjadi salah seorang penguasa minyak yang paling berpengaruh di seluruh dunia.
Itulah kekuatan “DENDAM POSITIF.”
Kita tidak bisa mengatur bagaimana orang lain berperilaku terhadap kita. Kita tidak pernah tahu bagaimana keadaan akan menimpa kita. Tapi kita sepenuhnya punya kendali bagaimana menyikapinya. Apakah kita akan hancur, atau bangkit dengan semangat “Dendam Positif”, itu semua tergantung dari keputusan kita.
Salam berPOSITIFria,
Nia Gatugapan
1 Comment
Halim Arifin
April 11, 2011 - 9:07 amIni juga suatu kenyataa yg terjadi dihadapan kita.
Negeri Cina di tahun 1950-1960an adalah negeri yg miskin didunia. Saat itu direndahkan, dilecehkan, diprovokasi oleh negara lain terutama Amerika. Dikatakan sbg tirai bambu karena pemimpinnya yg represif tapi miskin – jika Uni Soviet (sekarang sudah tidak ada lagi) dikatakan Negeri Tirai Besi karena represif tapi lebih baik dari Cina. Bahkan Cina dilecehkan sbg. Negeri Orang Sakit, karena negara berpenduduk banyak tapi tidak memiliki olahragawan yg berprestasi.
Tapi jika kita lihat di tahun 2000an, orang sudah tidak berani lagi melecehkan Negeri Cina, dibidang ekonomi, teknologi, kesehatan, sekarang sangat maju. Sekarang dikagumi dan ditakuti. Tak ada lagi yg berani melecehkan, ataupun memprovokasi Cina. Negara-negara lain ingin meniru.
Jadi jika kita dilecehkan, dihina, janganlah kita lalu putus asa, apalagi berbuat anarkis, tapi berinterospeksi diri agar kita bisa membuktikan bahwa kita bisa lebih baik daripada sipeleceh, seperti yang telah ditunjukkan oleh Tuhan kita disiksa, diludahi dan disalib, tapi dapat menunjukkan kebangkitannya.