Melayani Sebagai Guru Sekolah Minggu? Tunggu Dulu…

Melayani Sebagai Guru Sekolah Minggu? Tunggu Dulu…

4 Komentar 9584 Views

Sepertinya belum pernah ada berita di media ini tentang kesaksian atau pengalaman seseorang yang melayani sebagai seorang Guru Sekolah Minggu. Saya yakin pandangan orang mengenai pelayanan sebagai Guru Sekolah Minggu ini berbeda-beda. Ada yang menganggap peran Guru Sekolah Minggu biasa saja, hanya perlu menyukai anak-anak, bahkan memandang rendah: “Ah, bisanya hanya melayani anak-anak saja.”

Namun sebaliknya, ada yang menganggap menjadi Guru Sekolah Minggu itu sangat sulit. Seperti apa sih sesungguhnya pelayanan sebagai Guru Sekolah Minggu itu? Seorang Guru Sekolah Minggu tidak punya waktu libur secara khusus. Setiap Minggu selalu ada Kebaktian Anak, sama seperti Kebaktian Umum, tidak akan pernah diliburkan. Selain itu setiap Minggu ada persiapan Guru Sekolah Minggu untuk kebaktian Minggu depan dan berbagai aktivitas lain lagi. Setiap Hari Minggu! O…, betapa melelahkannya! Tidak akan sanggup kita melakukan itu.

Benarkah demikian? Tentu saja itu benar, tetapi…

Mari kita simak apa kata para Guru Sekolah Minggu di GKI Pondok Indah. Apa yang menyebabkan mereka mau melayani di Sekolah Minggu, dan bagaimana suka-duka mereka dalam pelayanan ini.

Sebelumnya, sekadar informasi bagi kita semua: saat ini jumlah Anak Sekolah Minggu yang hadir setiap hari Minggu ada 450-500 orang, yang duduk di dalam 24 kelas, mulai dari kelas bayi sampai dengan kelas VI SD. Jumlah Guru Sekolah Minggu, termasuk pemusik/gitaris, yang aktif setiap Minggu di bawah 50 orang, berarti setiap kelas mempunyai 2 dan maksimal 3 orang Guru Sekolah Minggu, termasuk pemusik/gitaris, yang belum mau ikut ambil bagian dalam memimpin nyanyian anak atau bercerita.

Ini juga berarti bahwa apabila ada yang berhalangan, ada beberapa kelas yang terpaksa harus digabungkan sehingga jumlah Anak Sekolah Minggu di kelas itu menjadi lebih dari 30 orang per kelas, atau ada Guru Sekolah Minggu yang harus seorang diri melayani di kelas dengan Anak Sekolah Minggu kurang lebih 15-20 orang.

Inilah kesaksian beberapa orang Guru Sekolah Minggu di Komisi Anak GKI Pondok Indah, yang berhasil penulis dapatkan. Kiranya boleh menjadi berkat bagi kita semua.

“Pada awalnya ketika masih duduk di bangku sekolah, tepatnya di SMA, sempat terucap dari mulut saya sebuah janji. Ya sebuah janji kepada Tuhan. Janji untuk melayani Tuhan dan menjadi berkat bagi orang-orang di sekeliling saya. Ketika janji itu terucap, tidak langsung membuat saya memutuskan untuk menjadi seorang Guru Sekolah Minggu. Saya masih menunggu jawaban dari Tuhan. Sebuah jawaban atas pertanyaan dan doa saya. Sebuah jawaban di “ladang” yang mana, Tuhan mengutus saya.

Waktu pun berlalu, saya mulai masuk ke dalam masa-masa kuliah. Karena banyaknya tugas yang harus saya kerjakan, perlahan-lahan janji itu mulai terlupakan. Saya mulai menikmati masa-masa kuliah saya dengan segudang aktivitas yang akhirnya menuntun saya pada sebuah jawaban yang saya tunggu-tunggu, sebuah jawaban atas pertanyaan dan doa yang hampir saya lupakan.

Saya mulai terjun dan mulai “terjerumus” dalam dunia anak-anak. Saat itu saya bukan langsung memutuskan untuk menjadi seorang Guru Sekolah Minggu, tetapi saya memutuskan untuk mulai menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar saya, yang mungkin bagi sebagian besar orang tak dianggap dan bahkan terlupakan.

Saya mulai melakukan beberapa aktivitas pada sekelompok anak jalanan. Anak-anak yang sering kali dianggap sebelah mata oleh beberapa orang, anak-anak yang dipandang menjijikkan oleh sebagian orang, dan bahkan anak-anak yang mungkin di mata kita terlupakan. Seminggu sekali saya selalu menyempatkan diri pergi ke sebuah rumah singgah, sebuah tempat di mana para anak jalanan sering kali berkumpul untuk sekadar melepaskan lelah mereka, bermain, atau bahkan tinggal di sana.

Hal ini terus berlanjut hingga bertahun-tahun, sampai suatu saat Tuhan menegur saya melalui seseorang hamba-Nya. Ketika itu saya sempat terdiam sejenak dan berpikir bagaimana mungkin saya melayani di tempat orang, tetapi di tempat saya sendiri, yang rupanya juga membutuhkan bantuan, justru saya hanya menutup mata saja.

Satu tahun bukan waktu yang mudah dan singkat bagi saya hingga saya bisa memutuskan apa yang sebaiknya saya lakukan. Ya, kembali semua itu saya bawa dalam doa. Dalam sebuah pertanyaan kepada-Nya, apakah memang Tuhan mengutus saya untuk melayani di Sekolah Minggu GKIPI, akhirnya saya mendapatkan jawaban-Nya. Ya, jawaban yang lama saya tunggu-tunggu, yang membuat saya memutuskan untuk melayani Tuhan sebagai seorang Guru Sekolah Minggu.

Tetapi ternyata menjadi seorang Guru Sekolah Minggu tidaklah mudah. Dalam melayani Tuhan di Sekolah Minggu, saya sempat mengalami naik-turun pada komitmen saya. Kalau saya boleh mengutip dari seorang teman, katanya, “ketika kita mulai memutuskan untuk mengikut Tuhan dengan lebih bersungguh-sungguh, maka saat itu juga iblis akan semakin menggoda kita dengan segala tipu muslihatnya, lebih hebat dari sebelumnya.” Tetapi saya terus-menerus membawa semua pergumulan saya dalam doa, sehingga sampai saat ini saya masih tetap melayani sebagai seorang Guru Sekolah Minggu.

Saya percaya bahwa ketika kita tetap tekun dalam perkara-perkara kecil maka Tuhan akan memercayakan perkara besar kepada kita. Ya itulah yang selalu saya percayai, sehingga saat ini saya masih tetap melayani-Nya sebagai seorang Guru Sekolah Minggu dan tetap melayani-Nya juga di tengah-tengah kelompok anak jalanan. Saya masih terus belajar untuk menyeimbangkan pelayanan saya di dalam gereja dan pelayanan di luar gereja. Kedua aktivitas yang membuat saya semakin mencintai dunia anak-anak dan semakin mencintai Tuhan.”

Itulah kisah seorang Guru Sekolah Minggu, seorang sarjana psikologi yang masih muda dan belum lama bergabung bersama dengan para Guru Sekolah Minggu di Komisi Anak GKI Pondok Indah. Lain lagi kisahnya dengan Guru Sekolah Minggu yang satu ini…

EAYS telah mengikuti ibadah dari sejak kecil di Sekolah Minggu, dan dilanjutkannya ke Komisi Remaja dan akhirnya mengambil keputusan untuk ikut katekisasi dan mengaku percaya. Semuanya dijalaninya dengan baik, sebagaimana seharusya dalam tradisi keluarganya. Usai sidi, ketika diberikan formulir untuk diisi secara pribadi, karena merupakan komitmen pribadi, “Aku mulai berpikir,” tuturnya. “Pertanyaannya terlihat mudah sekali: pelayanan apakah yang akan kamu berikan?

Pilihannya, misalnya:
a.    Dalam Seni Suara/Koor/Vocal Group
b.     Bidang Sekolah Minggu.
c.     Di Komisi-Komisi lainnya
d.    Dan lain-lain

Ternyata tidak mudah untuk menjawab pertanyaan itu. “Menyanyi ??? Semua orang bilang, suaraku falls banget banget..!! Untuk di bidang yang lain-lain… Ah, aku engga kenal siapa-siapa… Terus… kalau di Sekolah Minggu? Wah… sepertinya yang ini lumayan, mungkin aku bisa deh… dan yang aku hadapi kan cuma anak-anak…” begitu pikiran EAYS saat itu.

Demikianlah akhirnya EAYS berkecimpung di Sekolah Minggu, menjadi seorang Guru Sekolah Minggu. Pada awalnya enak banget, karena ia hanya membantu. Tapi tahun demi tahun berganti. “Aku tidak bisa keenakan seperti itu,” pikir EAYS dan ia secara pribadi diproses oleh Tuhan. Memang berat dan sangat tidak enak, harus ikut berbagai pembekalan diri untuk menjadi seorang Guru Sekolah Minggu, baik dalam aneka Materi Pengajaran: Psikologi Anak, Membuat Alat Peraga, Trik-trik Membawakan Cerita, Team Work, menjadi MC dan memimpin nyanyian anak… Semua telah diikuti dan kemudian berulang-ulang di tahun-tahun sesudah itu.

Lama kelamaan EAYS menjadi lebih menyukai dan bahkan mencintai pelayanannya di Sekolah Minggu. Akhirnya ia mulai bisa bernyanyi dengan baik, tidak lagi takut untuk bercerita kepada anak-anak. Semuanya telah dipersiapkannya dengan baik dan ia percaya Roh Kudus yang telah memimpinnya sehingga ia bisa menyampaikan Firman dengan baik, dan nama Tuhan dipermuliakan.

Tetapi ternyata perjalanan pelayanannya tidak semulus yang dibayangkannya. Dalam menghadapi anak-anak, EAYS mulai terbiasa, tetapi menghadapi rekan-rekan sepelayanan mulai terasa adanya masalah, pengelompokan, ide-ide yang ditentang, terkadang membuatnya ingin undur dari pelayanan ini. Tapi Tuhan terus memrosesnya sehingga ia rindu mempunyai karakter seperti Tuhan Yesus… walau berat awalnya dan terasa sakit… tapi ia selalu berusaha melihat bahwa yang dikerjakan adalah untuk Tuhan.

Masalah dengan rekan sepelayanan atau sekelas dirasakannya sebagai alat yang Tuhan pakai untuk membentuk pribadinya, untuk dapat mempunyai karakter seperti Kristus. EAYS dapat melewati semua masalah ini dan hingga saat ini ia masih mencintai dan masih tetap melayani di Sekolah Minggu. EAYS berjanji akan tetap melayani Tuhan di Sekolah Minggu sampai akhir hidupnya, karena Tuhan juga selalu memberkatinya dan keluarganya. EAYS telah melayani sebagai seorang Guru Sekolah Minggu selama belasan tahun.

EAYS telah penulis kenal cukup lama sebagai salah seorang Guru Sekolah Minggu yang tak kenal lelah. Bahkan pada saat putra-putrinya lahir pun EAYS tetap mengajar dan membawa bayinya ke Sekolah Minggu. Tidak ada kata ‘cuti hamil’ di dalam kamusnya. Memang sangat luar biasa!

Mari kita dengarkan sekarang apa kata seorang Guru Sekolah Minggu yang walaupun masih baru di GKI Pondok Indah, tetapi sudah sangat aktif dan memberikan kontribusi yang luar biasa kepada Komisi Anak GKI Pondok Indah. Ibu yang satu ini sehari-hari sibuk bekerja, dan mengurus dua orang anaknya, tetapi Sekolah Minggu sungguh merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan lagi dari dirinya.

“Selama menjadi Guru Sekolah Minggu di GKI PI semua pengalaman berkesan bagi saya. Setiap hari Minggu selalu muncul semangat untuk segera bertemu para Anak Sekolah Minggu di kelas. Bahkan melalui Anak Sekolah Minggu saya dapat belajar lebih banyak lagi, lebih dekat dan lebih mengenal Yesus. Melalui setiap Firman yang menjadi bahan cerita untuk tiap-tiap Minggu, saya merasakan bahwa Tuhan sedang berbicara bahkan mengingatkan atau menegur saya, sehingga saya berusaha untuk berhati-hati menyampaikan Firman itu. Khususnya pada anak-anak kecil supaya mereka dapat mengerti makna yang sesungguhnya, apa yang ingin Tuhan artikan dari Firman itu. Untuk itu, persiapan dan doa sebelum mengajar di Sekolah Minggu sangat penting! Saat menyampaikan Firman, juga saat menyanyi bersama Anak Sekolah Minggu, apabila kita meluangkan waktu untuk persiapan dan berdoa, saya merasakan Tuhan yang mengambil alih. Suasana kelas penuh dengan sukacita, bahkan kelas yang hiruk pikuk dapat menjadi tenang.
Betapa bahagianya ketika mendengar cerita dari beberapa orangtua tentang anak mereka yang masih berusia di bawah 1 tahun. Mereka belum mau makan atau tidur kalau belum berdoa sambil menyanyi terlebih dulu, dan sebelum melipatkan tangan, mereka menyanyi seperti yang diajarkan di Sekolah Minggu. Ketika saya mengajar di kelas 1, beberapa Anak Sekolah Minggu curhat tentang kehidupan yang terjadi di rumah dan mereka minta saya mendoakan bersama. Dari masalah adik yang suka rewel sampai pada salah satu orangtua mereka yang pergi meninggalkan rumah akibat bertengkar. Sungguh pengalaman yang menyenangkan dapat bertumbuh bersama mereka. Thank You, Jesus.”

Nah, pembaca yang budiman, bukankah sangat luar biasa pengalaman para Guru Sekolah Minggu di gereja kita ini? Dari yang belum pernah mengajar di Sekolah Minggu, sampai yang sudah mengajar bertahun-tahun, semuanya setia melayani Tuhan. Dan Tuhan memberkati Komisi Anak di GKI Pondok Indah dengan Anak Sekolah Minggu yang lebih banyak lagi setiap tahun. Saat ini hanya kelas bayi saja yang belum mempunyai kelas A dan B. Kelas-kelas lainnya semuanya sudah menjadi masing-masing dua kelas. Karena itu dibutuhkan lebih banyak lagi umat Tuhan yang bersedia melayani anak-anak. Terutama saat ini kami sangat membutuhkan pemusik, sehingga Anak Sekolah Minggu lebih bersemangat memuji dan memuliakan Tuhan dengan nyanyian.

Kalau masih penasaran dan masih belum bisa memutuskan, apakah Bapak/Ibu/Saudara/Saudari mulai berminat untuk bergabung melayani di Komisi Anak sebagai Guru Sekolah Minggu, silakan simak kisah yang satu ini. Ibu ini super sibuk, selain mengasuh anak-anaknya sendiri, beliau juga ikut melayani bersama suami. Namanya juga istri dari Bapak Pendeta… gimana mo gak sibuk?!

Tetapi… tunggu dulu! Siapakah itu yang pagi-pagi pukul delapan sudah sibuk mengangkat kontener dan gulungan tikar plastik di Sekolah Tirtamarta? Ketika para Guru Sekolah Minggu lainnya masih ‘mengumpulkan nyawa’ untuk mulai bersiap-siap mengajar, ibu Guru Sekolah Minggu yang satu ini sudah mulai dengan penuh semangat menata ruangan kelas yang akan dipakainya mengajar, Kelas Bayi. Ayo, kita dengarkan apa yang menjadi motivasi beliau…

Awalnya saya diminta oleh seorang Guru Sekolah Minggu senior untuk membantu melayani di Sekolah Minggu. Saya benar-benar bingung bagaimana harus memulai bercerita atau memimpin nyanyian di Sekolah Minggu. Berbagai buku saya baca untuk mempelajari pola berpikir anak, namun hal itu pun tidak mengurangi rasa tegang saya setiap kali hendak menyampaikan cerita pada Anak Sekolah Minggu. Sebutan “kakak“ pada kami, para Guru Sekolah Minggu, membuat kedekatan di antara Guru Sekolah Minggu dan Anak Sekolah Minggu sehingga mereka pun dapat memercayakan persoalan-persoalan pribadi mereka kepada saya. Itulah yang mengawali rasa cinta saya pada “adik-adik.“

Banyak hal telah saya rasakan bersama dengan Anak Sekolah Minggu; saat mereka susah, saya juga merasa sedih. Saat mereka senang karena menjadi juara kelas atau memenangkan suatu perlombaan, saya juga ikut bangga dan senang atas prestasi yang mereka dapatkan. Pada saat itulah saya sangat bersyukur pada Tuhan, atas berkat dan anugerah yang Tuhan nyatakan dalam diri saya. Saya sangat mencintai “adik-adik“ yang Tuhan percayakan untuk didampingi.

Ada pemberontakan dan protes dalam diri saya ketika saya harus meninggalkan “adik-adik” di kelas 3. “Mengapa saya harus dipindahkan ke kelas yang lebih kecil? Apa yang dapat saya lakukan terhadap adik-adik yang masih bayi itu? Apakah saya mampu melakukannya? Berbagai macam pertanyaan mengganggu diri saya selama beberapa saat.

Memang saya pernah berjanji untuk tetap setia ikut ambil bagian dalam pelayanan bersama Tuhan, di mana pun Tuhan inginkan. Tapi di kelas ini? Apakah mereka dapat mendengar dan mengerti cerita saya, apakah mereka dapat curhat pada saya? Hingga suatu saat saya diingatkan oleh kisah Musa; yang mendata kelemahan-kelemahannya (untuk menghindar), ketika diminta oleh Allah untuk memimpin bangsa Israel. Tapi Allah tidak tertarik pada kelemahan-kelemahan yang disampaikannya. Allah hanya menunggu kesiapan hatinya. Selebihnya…?

Selain itu, saya juga diingatkan akan sebuah permohonan yang sudah lama saya naikkan dan bahkan sudah saya lupakan. Dulu saya pernah menginginkan untuk mendapat momongan lagi, saya ingin ada lagi anak bayi di dalam keluarga kami. Dan sekarang, lihatlah! Di depanmu, setiap Minggu, berapa bayi yang ada? Dan mereka semuanya merindukan kisah kebenaran Firman Tuhan.

Tuhan memang luar biasa, Dia tahu kelemahanmu, namun Dia tidak peduli dengan semua itu, yang Dia inginkan adalah: apakah kamu bersedia menjadi partner-Nya? Tuhan memiliki banyak cara untuk melengkapi kekuranganmu dan Dia bahkan mengabulkan doa-doa kita, walau mungkin kita sudah melupakannya. Kenyataan inilah yang membuat saya bersyukur sebagai seorang Guru Sekolah Minggu: karena saya sudah merasakan berkat dan anugerah Tuhan yang luar biasa.

Luar biasa, bukan, pembaca? Saya jadi teringat pada almarhum Ibu Nani Susanto yang juga selalu setia melayani di Komisi Anak, walaupun bukan sebagai seorang Guru Sekolah Minggu, melainkan sebagai seorang Pembina Guru Sekolah Minggu dan pelatih ensambel Anak Sekolah Minggu. Masa-masa indah, di mana saya banyak belajar pada beliau. Berkat tuntunan beliau jugalah saya sendiri dapat tetap melayani sebagai seorang Guru Sekolah Minggu di tempat ini.

Pastilah Anda tidak pernah membayangkan betapa bingung dan malu saya, ketika pertama kali masuk ke sebuah kelas di Sekolah Minggu dan saya tidak mengenal satu pun lagu Sekolah Minggu! Memang saya belum pernah sekali pun mengikuti Kebaktian di Sekolah Minggu. Saya menerima baptisan kudus dewasa, setahun setelah putri saya dibaptis terlebih dulu dengan wali baptis pada usia menjelang 7 tahun.

Anak Sekolah Minggu di kelas itu menyanyi dengan semangat lagu Kucinta Keluarga Tuhan, dan mereka hafal! Tidak ada teks di papan tulis. Seandainya ada teks, mungkin saya masih bisa mengikuti nyanyian itu. Tapi TIDAK ADA TEKS! Saya hanya bisa tersenyum (malu) dan bertepuk tangan menikmati nyanyian mereka. Pastilah Anak Sekolah Minggu di kelas itu heran, ngapain sih ini orang masuk kelas, terus nggak bisa apa-apa? Cuman tepuk-tepuk tangan gak jelas… Itu adalah jam pertama saya di sebuah kelas di Sekolah Minggu, di mana saya tiba-tiba berada, hanya karena ingin memberikan contoh yang baik untuk putri saya, yang pada waktu itu masih berusia kurang lebih 9 tahun, bahwa janji harus ditepati. Walaupun saya tidak merasa pernah berjanji, tetapi karena seorang Guru Sekolah Minggu senior mengatakannya kepada putri saya setiap Minggu, ‘menagih janji Mama’, maka saya merasa harus datang ke Sekolah Minggu untuk meluruskan hal ini.

Akhirnya, singkat cerita, setelah mengalami berbagai pergumulan yang sangat berat, termasuk mempelajari setumpuk buku nyanyian yang diberikan kepada saya dan membeli kaset-kaset lagu-lagu Sekolah Minggu yang ada, Tuhan membuat saya sanggup bertahan sebagai seorang Guru Sekolah Minggu sampai saat ini.

Ada banyak juga rekan-rekan Guru Sekolah Minggu terutama yang masih muda, yang merasa senang menjadi Guru Sekolah Minggu, karena senang bermain dan bercanda dengan anak-anak yang lucu dan mungil. Apalagi bisa sambil melayani Tuhan! Benar-benar kombinasi yang pas buat mereka. Mereka juga sadar, bahwa anak-anak adalah gereja di masa depan, jadi marilah melayani mereka. Banyak juga yang berpikir, apalagi yang bisa kuberikan kepada Tuhan? Aku hanya melayani Dia sebagai seorang pelayan. Seorang Guru Sekolah Minggu adalah seorang pelayan anak-anak dan pelayan Tuhan. Ini juga adalah sebuah kombinasi yang baik. Ada lagi keuntungan menjadi seorang Guru Sekolah Minggu. Secara tidak langsung kita dilatih untuk berani berbicara di depan orang banyak, berani memimpin doa, menjadi kreatif dan masih banyak lagi.

Ada juga Guru Sekolah Minggu yang sangat menyukai masa-masa kecilnya di Sekolah Minggu, sehingga merindukan kembali masa-masa itu. Nah, caranya? Jadilah dia seorang Guru Sekolah Minggu. Katanya: “Pertama kali mengajar, aku merasa tidak mampu, tapi Puji Tuhan, Tuhan memampukanku. Tahun-tahun pertama mengajar aku mengajar di kelas besar, sempat berhenti dua tahun, karena menikah dan melahirkan. Ketika anak kami sudah cukup besar, aku kembali lagi menjadi seorang Guru Sekolah Minggu, walaupun pada awalnya mengajar di kelas anak kami, karena sekaligus menemaninya. Saat ini aku mengajar di kelas kecil dan menikmati sukacita memuji Tuhan bersama anak-anak yang tidak dapat digantikan dengan apa pun di tempat lain.”

Lain lagi kisah seorang Guru Sekolah Minggu yang saat ini benar-benar melayani Tuhan dan Anak Sekolah Minggu dengan sepenuh hati. Dia seorang laki-laki muda, belum berkeluarga, menyandang gelar Master dan sudah mempunyai posisi yang oke di tempat kerjanya. Dan dia mau melayani anak-anak? Hmmmm…. Sangat tepat bila dikatakan, Tuhan bisa memakai apa saja dan siapa saja sebagai alat untuk melayani Dia. Inilah kisahnya.

“Awalnya sih karena saya suka menjemput kakak yang dulu jadi Guru Sekolah Minggu. Lama-lama sekalian saja saya ikut masuk ke kelas, lalu lama-kelamaan tanpa saya sadari saya sudah menjadi seorang Guru Sekolah Minggu. Pada awal menjadi Guru Sekolah Minggu, saya merasa asyik, karena banyak kegiatan dan kami akrab antara sesama Guru Sekolah Minggu. Panggilan Tuhan saya rasakan pada saat saya sudah mengikuti berbagai pembinaan dan boleh mulai mengajar. Tak terasa saat ini sudah sekitar 8 tahun saya mengajar di Sekolah Minggu GKI Pondok Indah. Ada masa naik, masa turun, ini karena adanya tantangan dalam pelayanan, dan juga dalam kehidupan pribadi.”

Menjadi Guru Sekolah Minggu adalah suatu kesempatan besar dari Tuhan Yesus. Mengajar Anak Sekolah Minggu, dituntut mengerti dunia anak, psikologi anak, harus tegas tetapi tidak bisa seperti seorang guru di sekolah biasa, karena ini pelayanan. Dan kasih Tuhan harus bisa kita nyatakan dalam pelayanan kita ini. Seorang Guru Sekolah Minggu juga dituntut untuk lebih baik dalam menyanyi, membawakan Firman Tuhan, kreatif dalam menyampaikan Firman Tuhan, sehingga Anak Sekolah Minggu mau mendengar dan tidak menjadi bosan dan tentunya senang beraktivitas. Para Guru Sekolah Minggu harus bersaing dengan dunia anak sekitar, seperti film, games, dan lain-lain. Sungguh suatu tantangan yang sangat besar dan pasti tidak dapat saya lakukan sendiri. Hampir dipastikan tidak ada yang akan sanggup menjadi seorang Guru Sekolah Minggu apabila syaratnya seperti di atas tadi. Namun Tuhan memanggil, dan kalau kita minta, maka Tuhan akan memberi dan membentuk kita sesuai kehendak-Nya. Dan sudah pasti “sedikit demi sedikit” kita diubah dan “ku pasti sempurna nanti…”

Sudah banyak kisah, pengalaman pribadi yang indah dan mengharukan yang penulis ceritakan kali ini, kiranya tulisan ini boleh menjadi berkat bagi para pembaca dan terutama, kiranya tulisan ini boleh menggerakkan dan menjamah hati para pembaca yang masih merindukan ladang pelayanan yang sesuai dengan kemampuan dan hobi, sehingga meluangkan waktu untuk mampir ke Sekolah Minggu GKI Pondok Indah di Sekolah Tirtamarta. Kami masih membutuhkan banyak Guru Sekolah Minggu dan juga pemusik/gitaris.

Marilah kita melayani Tuhan bersama-sama. Tidak ada kata ‘tidak bisa,’ ‘belum pernah,’ ‘takut,’ atau lainnya pada pelayanan sebagai seorang Guru Sekolah Minggu atau pemusik/gitaris di Sekolah Minggu. Yang ada hanya, MAU atau TIDAK MAU.

Komisi Anak GKI Pondok Indah menerima semua orang yang mau melayani Tuhan, baik tua atau muda, yang SLTP/SMA atau Sarjana, yang berpengalaman atau tidak, laki-laki maupun perempuan, semua akan diterima dengan senang hati. Silakan datang di Sekolah Tirtamarta setiap hari Minggu pukul 08.30, pasti akan diterima dengan tangan terbuka. Tuhan Yesus memberkati pelayanan kita semua. (ms)

[nggallery id=28]

4 Comments

  1. Sujud maryoto

    Saya setuju dengan anda, saya juga ambil bagian menjadi guru sekolah minggu, saya senang menjadi bagian dari sekolah minggu, menurut saya menjadi guru sekolah minggu tidak hanya dibutuhkan pengetahuan yang banyak tetapi kita membutuhkan pengalaman, karunia, dan juga hati yang mengasihi Tuhan Yesus. Thank’s

  2. Tika Hutagaol

    Puji Tuhan, thanks a lot buat tulisan ini, karena tulisan ini sangat membantu saya yang baru saja terjun dalam pelayanan guru sekolah minggu di HKBP Cakung. kiranya Tuhan YESUS selalu memberikan hikmat, kebijaksanaan serta kekuatan kepada kita menjadi pelayanNYA dan . Tetap setia dan semangat!! GBUs

  3. Tumpal Tobing

    Puji Tuhan, saya pribadi sungguh bangga, ternyata masih ada banyak jemaat yang punya hati untuk melayani generasi muda dengan meluangkan waktu yang sangat sempit dan terjepit oleh banyak kesibukkan.
    Yakinlah bahwa pelayananmu kepada Tuhan tidak akan pernah sia-sia. Karena bagi mereka yang mau melayani dan menyenangkan hati Tuhan, Ia pun sang raja gereja itu pasti akan melengkapi dengan apa pun agar pelayanan Anda semakin dirasakan oleh banyak orang dan penuh semangat.

    Stay happy and healthy

    Tuhan Yesus memberkati.

  4. Bernard Benedict

    Salam Damai Kristus.
    Apapun yg dilakukan untuk menjadi guru sekolah minggu adalah suatu berkah yg luar biasa.
    Jangan pernah menyerah dengan keadaan dan anggapan orang lain.

    Pengalaman saya:
    – Mengajar/mendampingi anak-anak sekolah minggu biasanya dilakukan oleh orang yg punya hati, visi, pengalaman dan iman. bukan berarti hanya sekedar bernyanyi dan tepuk tangan saja.
    -. Menjadi guru sekolah minggu juga turut mempersiapkan masa depan bangsa dengan dasar iman.
    -. Menjadi guru sekolah minggu; selain mengajar/mendampingi anak-anak, tentunya secara tidak kita sadari orang tua dari anak-anak secara tidak langsung ikut dalam pendampingan kita (sekali merengkuh dayung, anak dan orang tua ikut andil dalam pengajaran iman)
    -. Yang paling penting; menjadi guru sekolah minggu adalah memuliakan Tuhan dengan melayani sesama dan “upahmu besar di surga”.

    Semoga Tuhan memberkati.

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Antar Kita
  • WEEKEND PASUTRI
    WEP adalah singkatan dari Weekend Pasangan Suami Istri, suatu program belajar bersama selama 3 hari 2 malam untuk pasangan...
  • GKI ORCHESTRA: Kidung Pengharapan
    Sekilas tentang GKI Orchestra GKI Orchestra merupakan ruang bagi remaja-pemuda dari seluruh GKI untuk memberikan talenta dan kerinduannya dalam...
  • Mata Air Kasih-Nya
    Yesus adalah Raja, ya benar, tetapi Ia berbeda dari raja yang lain. Sebuah Kerajaan, memiliki bendera, apapun modelnya, bahkan...
  • BELAJAR MELAYANI SEDARI KECIL
    Ibadah Anak/Sekolah Minggu sudah selesai, tapi masih banyak Adik adik Sekolah Minggu yang belum beranjak meninggalkan sekolah Tirta Marta...