Tak bisa dimungkiri, kematian adalah realitas kehidupan. Meski semua orang mengetahuinya, tetap saja kita tak mengharapkan kematian menghampiri orang yang kita kasihi. Rasa kehilangan mampu meninggalkan duka, luka, bahkan stres.
Any loss can bring about grief: divorce, retirement from one’s job, amputations, death of a pet or plant, departure of a child to college or athletic game, health failures, and even the loss of confidence or enthusiasm (Collins, h.411).
Dua orang psikiater bernama Thomas Holmes dan Richard Rahe, pada tahun 1967 pernah mempelajari keterkaitan antara stres dengan penyakit yang diderita seseorang. Mereka membuat sebuah skala yang terdiri atas rangkaian 43 peristiwa kehidupan seseorang yang dipakai untuk menyurvei lebih dari 5.000 pasien medis. Skala tersebut kemudian dikenal dengan Skala Holmes-Rahe. Berikut ini daftar kehilangan yang menyebabkan kedukaan, bahkan stres, pada seseorang menurut mereka: (Clinebell, hlm. 245-247)
Jika kita melihat skala tersebut, tampak bagaimana—menurut Holmes-Rahe—kematian merupakan kehilangan paling besar yang berpotensi menyebabkan duka, bahkan stres. Tidak semua orang mudah bangkit dari rasa duka ketika ditinggal orang yang mereka kasihi. Kenangan-kenangan bersama semasa hidup mendiang kerap kali membuat kita makin sulit menerima kenyataan bahwa orang yang kita kasihi sudah tidak lagi bersama-sama dengan kita.
Tidak ada seorang pun yang dapat memastikan kapan kematian itu akan datang. Ada orang yang sudah sakit menahun, tapi kemudian bisa sembuh dan pulih seperti sediakala. Namun ada pula orang yang sehat bugar, rajin berolah raga, usia muda, tapi Tuhan memanggilnya secara tiba tiba. Kehilangan orang yang dikasihi secara tiba-tiba cenderung diikuti oleh dukacita yang lebih panjang. Seorang pendeta gereja Metodis, profesor dalam bidang konseling pastoral bernama Howard Clinebell, pernah mengatakan dalam bukunya bahwa cara orang menanggapi kehilangan sangat bervariasi dan tergantung pada sumber daya batin, kualitas dan lamanya hubungan, waktu terjadinya kehilangan, apakah kematian itu sudah diduga, dan sifat dari kematian itu sendiri. Makin tergantung dan ambivalen (mendua) hubungan itu, makin rumit penyembuhannya (Clinebell, hlm. 291).
Gereja Ingin Hadir Secara Utuh
Di masa pandemi ini, kematian seolah-olah begitu dekat. Setiap orang berisiko tertular dan menularkan virus COVID-19 kepada orang lain, termasuk orang yang kita kasihi. Berita tentang terus bertambahnya pasien yang terkonfirmasi positif, berbanding lurus dengan meningkatnya kematian yang disebabkan oleh virus tak kasat mata ini. Sejumlah anggota jemaat terkonfirmasi positif, bahkan harus berpulang ke rumah Bapa. Gereja ingin hadir secara utuh dan penuh sebagaimana masa sebelum pandemi. Namun apa daya, peraturan pemerintah dan kesadaran gereja untuk menjaga kehidupan, berpengaruh pada pelaksanaan pelayanan kedukaan. Anggota jemaat yang meninggal karena COVID-19 harus segera dimakamkan, bahkan tak ada ruang untuk melayani Ibadah Penghiburan maupun pemakaman seperti sediakala. Semua serba terbatas, semua serba dibatasi. Sanak saudara, juga rekan dari keluarga yang sedang berduka, tak bisa hadir secara fisik untuk memberikan dukungan dan penguatan. Tentu situasi seperti ini bukanlah situasi yang diharapkan oleh keluarga yang sedang berduka. Namun apa daya, semua ini dilakukan demi kebaikan bersama.
Pelayanan kedukaan adalah bagian tak terpisahkan dari pelayanan pastoral. Pada dasarnya, pelayanan pastoral yang gereja lakukan mencerminkan pemeliharaan Allah terhadap ciptaan Nya, secara khusus terhadap manusia. Pemeliharaan ini digambarkan di dalam Alkitab seperti pemeliharaan yang dilakukan gembala terhadap domba-dombanya.
Menurut John Patton, istilah ‘pastoral’ menunjuk pada sikap yang memelihara dan memedulikan (care and concern) (Abineno, hlm.5). Istilah pastoral berasal dari bahasa Latin ‘pastor’, atau dalam bahasa Yunani ‘poimen’, yang artinya adalah ‘gembala’ (Patton, hlm.65). Bahkan lebih jauh lagi, Van Beek menjelaskan bahwa istilah ini dikaitkan dengan diri Yesus Kristus dan karya pelayanan Nya sebagai ‘Pastor Sejati’ atau ‘Gembala yang Baik’ (Yoh. 10). Ia mengacu pada tindakan pelayanan Yesus yang tanpa pamrih dan pandang bulu bersedia memberikan pertolongan dan pengasuhan terhadap para pengikut-Nya, bahkan rela mengorbankan nyawa-Nya (Beek, hlm.10).
Dalam kehidupan bergereja, istilah pastoral begitu melekat pada sosok pendeta. Umat memercayakan tugas pastoral secara penuh kepada pendeta. Namun meski benar demikian, tidak berarti bahwa umat yang bukan pendeta tidak perlu atau tidak boleh melakukan pastoral. Sejatinya, seluruh umat dipanggil Allah untuk menolong, menghibur dan menguatkan mereka yang sedang berduka.
Gereja, melalui Majelis Jemaat dan para pelayan di Tim Kedukaan, selalu mencoba untuk memberikan pelayanan terbaik kepada umat yang sedang berduka. Namun pandemi membuat gerak pelayanan gereja tampak terbatas pada awalnya, hingga akhirnya Badan Pelayanan Kedukaan berinovasi menghadirkan liputan Ibadah Penghiburan, Penutupan Peti, Pemakaman maupun Kremasi secara live streaming melalui aplikasi Zoom yang kemudian dapat diikuti oleh siapa saja yang ingin memberikan dukungan kepada keluarga yang berduka. Awalnya, hal ini tampak seperti sebuah keterbatasan. Dukungan secara langsung di tempat tidak lagi bisa dilakukan oleh kerabat maupun pelayan lain kepada keluarga, tapi di sisi lain, metode ini justru membuka ruang selebar-lebarnya kepada umat yang berada di berbagai tempat di seluruh dunia. Tidak jarang, ketika ada anggota jemaat yang meninggal, berkat adanya pelayanan Tim Kedukaan melalui Zoom, anggota keluarga yang berada di luar negeri bisa hadir secara virtual.
Liputan Ibadah Kedukaan dengan menggunakan aplikasi Zoom tidak sepenuhnya berjalan mulus. Pelayanan Zoom Kedukaan ini sangat tergantung pada kekuatan jaringan internet. Sementara itu, kita sama-sama tahu bahwa setiap lokasi peliputan tidak selalu didukung oleh jaringan internet yang kuat dan stabil. Hal ini kerap mengakibatkan gambar tayangan terputus-putus, suara timbul tenggelam, dan berbagai kendala teknis lainnya. Selain kendala teknis semacam itu, kendala lain juga datang dari para pelayan. Kedukaan datang kapan saja dan tidak kenal waktu. Tidak mudah untuk mencari pelayan yang selalu siap melayani sebagai operator kamera di lokasi, maupun host aplikasi Zoom yang bertugas di gereja. Ini menjadi salah satu kendala yang secara konsisten dialami para pelayan Tim Zoom Kedukaan. Melalui tulisan ini pula, saya ingin menyampaikan apresiasi saya kepada rekan-rekan pelayan Tim Zoom Kedukaan yang senantiasa setia melayani, bahkan tak jarang harus sejenak meninggalkan pekerjaan yang sedang mereka lakukan demi melayani Ibadah Kedukaan yang tidak mengenal waktu ini. Berikut beberapa suka duka rekan-rekan pelayan Tim Zoom Kedukaan:
Pnt. Nurdin “Dukanya: Ketika saya menjadi host/ co-host, lalu ada warga jemaat yang mengirim wa untuk memprotes mengapa saya mematikan video dan mikenya, mengapa saya tidak memberinya kesempatan bicara, padahal kalau peserta di atas 100 orang, sulit untuk melihat semuanya. Namun semua duka itu hilang ketika melihat keluarga yang berduka merasakan penghiburan dari saudara saudara yang jauh dan kerabat yang menopang mereka, dan melihat teman-teman di lapangan tetap sehat.”
Kader Anna: “Apa yang bisa saya lakukan untuk orang lain di masa pandemi ini? Jawabannya: banyak sekali. Saat ini ada begitu banyak pelayanan dan bantuan yang dilakukan untuk sesama kita yang membutuhkan, dan saya juga melakukannya. Namun memberi diri dalam pelayanan kedukaan secara virtual merupakan hal baru bagi saya. Bukan saja hal baru, melainkan juga memberi rasa haru pada diri saya, sebab nyatanya, meski kerabat dan keluarga hadir secara virtual, dukungan dan kehadiran yang menguatkan itu sungguh terasa.”
Sdr. Novias: “Menjalani tugas pelayanan kedukaan di tengah kondisi pandemi ini merupakan tantangan tersendiri, mulai dari menggunakan perlengkapan APD lengkap, sampai pola ibadah secara online (zoom). Saya sungguh mendapatkan pengalaman iman yang luar biasa ketika menjadi bagian dari pelayanan ini, di tengah rasa khawatir akan terpapar virus yang menakutkan kami dan rekan sepelayanan kami.”
Sdr. Yuri: “Selama saya terlibat dalam pelayanan kedukaan, sebisa mungkin saya mematikan perasaan supaya tidak terbawa emosi kesedihan keluarga yang sedang berduka, apalagi jika keluarga tersebut adalah kenalan baik/teman di gereja. Karena bagaimana pun, we might be able to do social distancing, but we can’t hold our emotional distancing.”
Pnt. Alice W: “Melepas kepergian anggota keluarga yang terkasih di masa pandemi ini terasa sangat berat. Banyak anggota keluarga terkendala oleh batasan usia, kuota kehadiran, dan kekhawatiran, sehingga akhirnya hanya bisa mendoakan dari rumah masing masing tanpa dapat melihat almarhum untuk terakhir kalinya.
Pemakaman pasien yang terpapar COVID lebih tragis. Tidak sedikit yang sama sekali tidak didampingi keluarga yang juga terpapar COVID dan harus isolasi mandiri.
Namun di sinilah gereja berusaha hadir mengantar jenazah sampai ke peristirahatan terakhirnya. Sekalipun dengan berbagai aturan prokes, kami ingin tetap hadir mendampingi/ menguatkan keluarga dengan Firman Tuhan, doa dan pujian, menabur bunga bersama mereka, dan melepas almarhum untuk kembali menjadi debu.
Pada saat-saat seperti itu, segala ketakutan, kekhawatiran dan kelelahan sirna … berganti dengan rasa syukur karena telah menjadi alat di tangan Tuhan untuk hadir dan menghibur keluarga yang berduka di masa sulit ini.”
Itulah suka duka sebagian pelayan Tim Zoom Kedukaan yang ingin memberikan pelayanan terbaik kepada keluarga yang sedang berduka. Selain mereka yang melayani di lapangan, ada banyak pula orang yang terlibat dalam pelayanan kedukaan dengan mengurus hal-hal yang bersifat administratif, mencari informasi, memesan bunga duka, dan lain sebagainya. Semua melakukan yang terbaik sebagai pelayanan dan penghormatan kepada umat yang berpulang ke pangkuan Bapa.
Meskipun segala upaya terbaik telah diberikan, tetap saja pelayan Kedukaan merasa bahwa apa yang dilakukan ini belum optimal memberikan penghiburan serta penguatan. Karena itu, Badan Pelayanan Kedukaan berinisiatif mengadakan sebuah Ibadah Penghiburan dan Pengenangan pada tanggal 19 Januari 2021 pk. 19.00 WIB.
Apa itu?
Ibadah Penghiburan dan Pengenangan adalah sebuah ibadah yang diadakan untuk menghibur keluarga yang berduka dan mengenang mereka yang telah meninggalkan kita dari periode Maret 2020 hingga Januari 2021, sejumlah 49 orang. Ibadah ini diadakan melalui aplikasi Zoom dan ditayangkan secara live streaming melalui kanal Youtube GKIPI. Keluarga dan kerabat dekat hadir melalui zoom, sementara umat secara umum dapat menyaksikannya melalui Youtube. Berikut rangkaian acara dari Ibadah tersebut:
1. Pembuka
2. Doa Pembuka
3. The Power of Remembering
4. Paduan Suara Haleluya
5. Melangkah untuk Pulih
6. Mengenang (menampilkan Slide Show foto-foto Almarhum)
7. Kesaksian Keluarga
8. Lagu
9. Doa Firman
10. Refleksi
11. Memelihara Cinta Tuhan
12. Doa Syafaat
13. Lagu
14. Narasi Penutup
15. Berkat
16. Penutup oleh Pnt. Haposan (Ketua Umum MJ GKIPI)
Siapa yang Diundang?
Pada dasarnya, seluruh umat diundang untuk turut memberikan dukungan dan penghiburan. Namun karena keterbatasan kapasitas Zoom serta demi kelancaran dan kenyamanan bersama, maka hanya keluarga dekat dengan jumlah yang dibatasi saja yang bisa bergabung dalam aplikasi ini. Anggota keluarga lainnya dapat mengikuti ibadah ini melalui kanal Youtube bersama umat.
Bagaimana Respons Keluarga yang Berduka?
Berikut adalah kutipan dari sebagian pesan di aplikasi Zoom sesaat setelah ibadah selesai:
Robert Arifin “Terima kasih untuk semua pendeta, semua anggota tim yang terlibat.”
Henky C. Wijaya “Terima kasih atas pelayanan Komisi Kedukaan & Majelis Jemaat GKI Pondok Indah beserta para pendetanya. Tuhan memberkati.”
Dwi Kurnia “Terima kasih GKI PI yang menyelenggarakan ibadah penghiburan. Tuhan Yesus Memberkati.”
Lisbon B Hotman 3993 “Kami dari keluarga alm. Hotman Pangaribuan mengucapkan terima kasih untuk penghiburan yang sangat berarti bagi kami. Tuhan memberkati kita semua. Pangaribuans”
David Makes “Atas nama keluarga besar Aminah Lubis Sarojo, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas terselenggarannya ibadah ini. Tuhan memberkati.”
Hendra “Terima kasih buat Bapak dan Ibu Pendeta, Penatua dan Panitia atas tenaga dan upaya menyelenggarakan kebaktian penghiburan buat kita semua. Tuhan berkati.”
Sara Batubara “Terima kasih kepada Pendeta, Majelis dan Tim Penghiburan yang telah meluangkan waktu dan tenaga.”
Herliana Kurniawan “Terima kasih kepada seluruh pendeta dan tim Komisi Kedukaan serta majelis GKI PI untuk ibadah yang indah dan menguatkan.”
Neneng Goenadi “Kami keluarga alm. Dr. Goenadi mengucapkan terima kasih kepada Majelis Jemaat GKI PI dan Komisi Kedukaan dan Pelawatan atas kebaktian penghiburan yang indah.”
Henny “Terima kasih untuk ibadah penghiburan ini … sangat menguatkan dan memberi penghiburan kepada kami sekeluarga… Terima kasih untuk tim penyelenggara. Tuhan memberkati kita semua.”
Secara umum, keluarga yang hadir merasa bahwa Ibadah Penghiburan dan Pengenangan yang diselenggarakan oleh Majelis Jemaat melalui Komisi Kedukaan ini memberikan penghiburan dan penguatan kepada mereka meskipun anggota keluarga yang mereka kasihi telah meninggalkan mereka di waktu yang lalu. Tentu hal ini sungguh menghadirkan sukacita, bukan saja bagi keluarga, melainkan juga bagi para pelayan yang terlibat. Kekuatan dan Penghiburan berasal dari Allah.
Penutup
Hanya mereka yang merasa memilikilah yang mampu merasa kehilangan. Dan tidak ada orang yang rela kehilangan orang yang dikasihi. Duka, bahkan luka, kerap kali tertoreh di hati orang yang mengalami kehilangan. Karena itu, sebagai pengikut Kristus yang meneladani kasih-Nya, sudah menjadi tugas dan panggilan kita untuk menghibur dan menguatkan mereka yang berduka. Mari, kita menjadi perpanjangan tangan-Nya.
Saudara dapat mengakses video lengkap Ibadah Penghiburan dan Pengenangan di kanal Youtube GKIPI, atau masuk melalui tautan berikut ini: http://bit.ly/PenghiburanPengenangan
Bagi Saudara yang terpanggil untuk bergabung dalam pelayanan Tim Zoom Kedukaan, Saudara dapat menghubungi Penatua Alex melalui nomor Whatsapp berikut, 0822 2382 6996. Kami sangat membutuhkan operator Kamera dan Host Zoom. Tak perlu khawatir jika merasa belum memiliki kemampuan, rekan-rekan pelayan lain siap berjalan dan belajar bersama.
|ALEX SARDO C. SARAGIH
Bibliography:
Abineno, Johannes L. Ch. Pelayanan Pastoral Kepada Orang Berduka. Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1991.
Beek, Aart Van. Pendampingan Pastoral. Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2007.
Clinebell, Howard. Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral. Yogyakarta, Kanisius, 2002.
Collins, Gary R. Christian Counseling: A Comprehensive Guide. Texas, Word Books, 1980.
Patton, John. From Ministry to Theology Pastoral Action and Reflection. Nashville, Abingdon Press, 1990.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.