Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang ditetapkan Pemerintah dalam mencegah dan menghambat penyebaran pandemi virus COVID ini telah menyebabkan komunikasi, relasi, dan persekutuan kita mengalami perubahan drastis yang berdampak sangat signifikan pada keakraban dan pengenalan antara pribadi, atau dalam kelompok. Mereka yang bisa mengikuti perkembangan keadaan dengan berkomunikasi melalui media sosial secara daring mungkin tidak terlalu merasakan efeknya. Namun bagaimana dengan mereka yang benar benar tidak bisa atau tidak mau menggunakan fasilitas-fasilitas itu?
Agar persekutuan yang saling menguatkan antara pendeta, penatua, pengerja, dan calon pendeta GKI PI tidak terganggu oleh kondisi ini, Bidang Pembinaan Umum menggagas sebuah kegiatan yang bersifat persekutuan bersama. Acara ini dikemas dalam Kebersamaan Pendeta, Penatua, Pengerja Gereja, dan Calon Pendeta GKI Pondok Indah, secara daring pada hari Minggu sore, 29 November 2020, pk. 17.00-19.00.
Dibalut dalam tema SAFE: Save (to be) Autenthic For Everyone, acara ini ditujukan agar semua orang bisa autentik menjadi dirinya sendiri dalam melayani dan membangun Tubuh Kristus bersama-sama. Hal itu tidak mudah, karena banyak orang menggantungkan sukacita dan kebahagiaan pelayanan itu pada pengalaman mereka menghadapi komentar, respons, dan perlakuan orang lain, sesama pelayan Tuhan. Padahal sudah menjadi rahasia umum bahwa orang lebih banyak dan lebih mudah memberikan komentar negatif yang terkadang merusak kepercayaan diri, menurunkan semangat, menghancurkan nama baik, dan membunuh karakter seseorang. Karena itu, melalui acara kebersamaan ini masing-masing peserta diharapkan memperoleh pengalaman baru. Pengalaman dan pelajaran positif yang dibangun ini ditujukan untuk lebih bisa menghargai orang lain dan menerima masukan yang positif. Juga agar kemauan, kerelaan, ketahanan, dan kemampuan untuk melayani dapat ditingkatkan dan dilakukan dengan penuh sukacita, bahagia, syukur, dan semangat.
Acara kebersamaan ini dibuka dengan renungan oleh Pdt. Luisye Sia, yang mengingatkan kita untuk lebih saling menghargai dan terbuka kepada orang-orang yang terpanggil dalam pelayanan bersama ini. Juga tidak memandang rendah kemampuan seseorang berdasarkan pandangan atau perkiraan saja. Memahami kemampuan seseorang seperti melihat fenomena gunung es. Yang tampak hanya 10% saja—yakni kebiasaan sehari-hari— sedangkan sisanya yang 90% baru dipahami jika sudah menjalani pengalaman kerja bersamanya. Renungan ditutup dengan sebuah pesan yang cukup menohok: Manusia hanya tahu berapa biji sebuah apel, tapi hanya Tuhan yang mengetahui berapa apel dalam sebuah bijinya.
Di break-out room, para peserta diajak mengapresiasi masing masing anggota kelompok dengan menyatakan kesan positif dan kelebihan masing-masing. Sebuah cara untuk memberi dan menerima pengakuan yang membangkitkan semangat agar lebih mampu berespons dalam relasi dan pelayanan. Beberapa peserta tampak sangat kaget mendengar apresiasi dan kesan positif yang diterimanya. Entah dia tidak merasa seperti itu dalam kesehariannya, atau tidak sadar melakukannya, tapi apresiasi dan kesan positif itu—yang semoga disampaikan dengan tulus dan jujur—dapat meningkatkan kemampuannya. Kebanyakan memang melakukan kebaikan seperti yang dipesankan dalam Alkitab: ….. jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Awal yang baik dalam menciptakan kebiasaan untuk mau dan berani mengakui kelebihan rekan sepelayanan ini diharapkan dapat terus dikembangkan ke area-area yang lebih luas dan menciptakan aura positif dalam berelasi sehingga nama Tuhan dipermuliakan.
Acara kuis yang dipandu oleh Pnt. Alex Sardo Cesario Saragih (calon pendeta), dan dibantu oleh Sdr. Harapan Panjaitan (BanPel dari STFT Jakarta) menyediakan lebih banyak hadiah daripada pertanyaannya. Sungguh bagian acara yang sangat menyegarkan suasana dan menghibur. Bermula dari persoalan umum yang sederhana sehingga memberi dorongan dan keyakinan kepada semua peserta untuk melibatkan diri, hingga berkembang pada persoalan yang menantang keberanian untuk bersikap. Tanpa menekankan pada sekadar kebenaran jawabannya, 11 kontributor yang diseleksi mendapatkan hadiah yang disediakan, dan tentu menerimanya dengan gembira.
Sukacita acara puncak adalah perkenalan dengan Grace (Gracelia Konstansia Samadara), istri Pnt. Alex Sardo, yang secara resmi baru pertama kali ini bersekutu dengan kami selepas pernikahan mereka pada hari Minggu, 1 November 2020 yang lalu. Grace melayani pertanyaan-pertanyaan— baik yang serius maupun yang iseng menggodanya—dengan kepolosan dan ketulusan hati. Pertanyaan-pertanyaan nakal yang disertai gurauan khas persahabatan yang saling mengasihi terus membombardirnya hingga ia hanya tertawa-tawa menjawabnya. Kami menyambutnya dengan penuh sukacita dan kasih dalam keluarga besar GKI Pondok Indah. Kami berharap bahwa ia bisa menjadi bagian penting yang memperkuat pelayanan kami bersama. Selamat datang, Grace!
Acara diakhiri dengan makan malam bersama yang telah disediakan panitia dan diantar secara langsung ke rumah masing-masing sejak siang hari, tapi ada juga yang baru menerimanya pada pk. 18.30. Acara yang berlangsung santai ini ternyata dipersiapkan secara serius dan lama. Dari perencanaan acaranya sendiri, sampai pembuatan dan pengiriman kaos seragam yang dikenakan sore itu, juga paket makan malamnya yang diantar sebelum waktu makan malam tiba. Sungguh sebuah upaya pelayanan antar makanan yang serius dan membutuhkan banyak pengorbanan. Tak kurang Mas Novias dan keluarganya dilibatkan untuk menyetir mobil dan mengantarkan makanan itu ke rumah-rumah tertentu secara khusus, yang jaraknya cukup jauh. Tuhan memberkati acara ini, tangan-tangan tulus yang mempersiapkannya, dan seluruh peserta yang turut memperoleh sukacita dalam kebersamaan ini.
|Liputan – Sujarwo
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.