“Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” (Yoh. 9:3)
Dokter gigi Romi Syofpa Ismael mengadu ke Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo melalui surat tertanggal 25 Maret 2019. Ia kecewa atas pembatalan kelulusannya sebagai Pegawai Negeri Sipil lantaran menyandang disabilitas. Padahal, sebelumnya ia telah dinyatakan lulus dengan nilai terbaik.
Penyandang disabilitas sering dipandang sebelah mata. Mereka dipinggirkan dan mendapat perlakuan tidak adil. Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus berjumpa dengan penyandang disabilitas; seorang yang buta sejak lahir. Orang-orang memandangnya rendah, karena mereka menganggap kebutaan itu merupakan hukuman atas dirinya atau orangtuanya. Namun, tidak dengan Yesus; Ia mengatakan kebutaan itu merupakan sarana di mana pekerjaan Allah harus dinyatakan.
Yesus adalah pribadi yang berbela rasa, Ia menyentuh orang itu. Ia menyembuhkan tidak hanya dengan kata- kata, tetapi juga dengan sentuhan-Nya. Sentuhan adalah ungkapan kasih, karena sentuhan mengandaikan kehadiran, kedekatan dan kelembutan. Kelembutan yang merupakan lawan dari kekerasan. Kelembutan tidak pernah menyakiti atau menghancurkan. Orang buta itu dicelikkan. Ia melihat! Namun sayang, alih-alih turut bersukacita, orang-orang Farisi justru mencari celah untuk menolak orang itu.
Bagaimana kita merespons penyandang disabilitas? Apakah kita “menyentuh” mereka dengan kasih sayang? Atau, menyingkirkannya seperti orang Farisi? [Pdt.Nanang]
REFLEKSI:
Yesus menginginkan kasih-Nya terus mengalir lewat sentuhan kita.
Ayat Pendukung: 1Sam. 16:1-13; Mzm. 23; Ef. 5:8-14; Yoh. 9:1-41
Bahan: Wasiat, renungan keluarga
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.