Upacara peringatan hari Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 2019 di Desa Mauleum (kecamatan Amanuban Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, Indonesia) berlangsung meriah. Peserta dari berbagai sekolah berkumpul di kota kecamatan Oe’ekam untuk mengikuti upacara bendera dan berbagai lomba. Tidak ketinggalan SD GMIT Tenlenu, SD dan SMP Satu Atap Oemasi, tempat di mana Andy, Nino, Neno dan Dikson—para guru misi Mauleum—mengajar dan melayani.
Tidak seperti di Jawa yang mengadakan perlombaan yang merakyat, seperti balap karung, makan kerupuk dan panjat pinang, di sana perlombaan mengikuti tradisi dan budaya setempat, misalnya lomba Natoni. Natoni adalah sebuah tradisi lisan NTT, yakni cara menyampaikan pesan dengan bertutur dan bercerita dalam bahasa Dawan (bahasa lokal). Perlombaan lainya adalah tari perang dan tari bonet, tarian lokal NTT. Pak Guru Nino dan Pak Guru Dikson—guru misi Mauleum–yang beberapa bulan lalu telah berkunjung ke GKI PI, turut melatih anak-anak mengikuti perlombaan-perlombaan tersebut. Seusai acara, Pak Guru Neno—salah seorang guru misi yang menjadi pelatih paduan suara, tarian dan natoni untuk SMP Satu Atap Oemasi —dengan bangga mengirim pesan singkat melalui whatsapp, “SMP Satu Atap Oemasi juara satu tari bonet, juara dua natoni, dan juara tiga tarian perang!”
“Mauleum Merdeka” adalah sebuah doa yang terinspirasi dari khotbah Pdt. Bonnie pada kebaktian dan peringatan hari Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus di GKI PI. Dalam refleksinya waktu itu, ia mengajukan pertanyaan yang mengusik: “Sudahkah teriakan ‘merdeka’ yang kita sering dengungkan, memerdekakan kita dan sesama kita yang masih dalam belenggu dan keterikatan?
Para guru misi yang terlibat dalam berbagai kegiatan tujuhbelasan itu berharap agar anak-anak di Mauleum terus punya impian, kebanggaan, dan prestasi dalam proses panjang berlatih dan berjuang ini. Mereka yakin bahwa dengan impian, kebanggaan dan prestasi—meski sekecil apa pun—anak-anak didorong untuk terus memperbaiki diri dan melepaskan diri dari belenggu ketidakberdayaan.
Ibu Guru Marselina (Lin), ketika berbagi cerita tentang alasannya pergi melayani anak-anak di Mauleum berkata, “Mauleum dan anak-anak di sana punya potensi besar untuk berkarya dan mengubah hidup mereka. Tugas kami adalah membantu mereka menemukan potensi tersebut, karena kami ingin melihat mereka kembali dalam citra Allah.”
Mari terus mendukung dalam doa, agar “Mauleum Merdeka” diwujudkan melalui tindakan perubahan yang nyata di sana.
>> Thomas Suhardja
1 Comment
Melkianus Albin Tabun
Januari 31, 2023 - 10:35 amWah keren sekali, ini kampung saya, rumah saya di belakang SD GMIT Tenlenu, sekarang saya merantau, sekarang tinggal menetap di Tigaraksa Kab. Tangerang, senang sekali membaca artikel ini, kalo boleh, bisa minta nomor kontak GKI Pondok Indah, siapa tahu bisa datang ibadah disana. Terima kasih