Peduli Kasih Lombok

Peduli Kasih Lombok

Belum ada komentar 20 Views

Pada tanggal 29 Juli 2018 telah terjadi gempa darat berkekuatan 6,4 skala Richter di pulau Lombok. Setelah itu ratusan gempa menyusul hampir setiap hari hingga tanggal 10 Agustus 2018. Gempa dengan magnitudo terbesar terjadi pada tanggal 5 Agustus 2018, pk. 19.46 WITA dengan kekuatan 7 skala Richter.

Gempa bumi ini berpusat di sekitar wilayah perbatasan Kabupaten Lombok Utara dengan Kabupaten Lombok Timur, tepatnya di utara Gunung Rinjani. Guncangan akibat gempa dirasakan di seluruh P. Lombok, P. Bali, P. Sumbawa, P. Madura, P. Jawa bagian timur, sebagian P. Sumba dan P. Flores, namun guncangan terkuat terjadi di Lombok Utara.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan bahwa di Lombok ada 259 orang yang meninggal dunia akibat gempa tanggal 5 Agustus 2018, 1.033 luka berat dan 270.168 warga mengungsi. Demikian juga kerusakan luas terdapat di seluruh P. Lombok, namun yang terparah di Kecamatan Sembalun dan Sambelia, yaitu lokasi episentrum gempa.

Segera setelah berita mengenai gempa Lombok ini viral, tim Gugus Penanggulangan Bencana dan Peduli Lingkungan hidup GKI PI (tim GPB PL) berkoordinasi dengan Klasis Jakarta Dua (KAJADU), Sinode Wilayah Jawa Tengah (SinWil Jateng) dan tim Gerakan Kemanusiaan Indonesia (tim GKI), untuk mengatur pengiriman relawan tanggap bencana ke Lombok. Relawan yang dikirimkan akan mendirikan posko-posko bantuan di beberapa titik lokasi bencana, khususnya di sekitar daerah yang mengalami kerusakan terparah, yaitu Lombok Utara.

Sesuai jadwal yang ditetapkan, pada tanggal 8 hingga 10 September 2018, Tim GPB PL dan KAJADU berada di Lombok untuk mengunjungi posko-posko bantuan dan menyampaikan bantuan tanggap bencana berupa bahan pokok serta melakukan kegiatan trauma healing kepada anak-anak di daerah terdampak.

Tim GPB PL berkoordinasi dengan berbagai pihak, seperti PUPR dan mahasiswa relawan, untuk mengunjungi beberapa lokasi yang diusulkan para pihak tersebut, serta bertemu dengan perangkat dusun dan desa terdampak, sebagai bagian dari survei lapangan untuk menentukan lokasi yang akan mendapatkan bantuan rehabilitasi pasca gempa.

Dengan berbagai pertimbangan, Tim GPB PL akhirnya memilih Dusun Tangga sebagai sasaran bantuan, antara lain karena saat itu tempat tersebut belum dapat dijangkau pemerintah untuk direhabilitasi, sehubungan luasnya daerah terdampak bencana.

Dusun Tangga berada di wilayah Desa Selengen, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara, yang berjarak sekitar 70 km dari kota Mataram, dan dapat ditempuh sekitar 3 jam perjalanan darat.

Dusun ini dipimpin oleh Kepala Dusun (Kadus) Bapak Muhammad Abdul Azis yang masih muda, bersemangat dan memiliki idealisme tinggi untuk membangun kampung halamannya. Bersama perangkat dusun di bawah pimpinannya, ia mengurus 136 kepala keluarga dengan total jumlah penduduk 447 orang (208 laki-laki & 239 perempuan). Pekerjaan sebagian besar penduduk adalah berkebun jambu mete, kelapa, dan kopi. Mereka juga dikaruniai Tuhan dengan pohon-pohon kemiri yang banyak tumbuh di sekitar dusun dan menjadi salah satu andalan penghasilan penduduk.

Namun karena gempa yang dahsyat melanda dusun ini, banyak hal yang harus segera direhabilitasi, yaitu rumah-rumah penduduk, perbaikan pipa saluran air sepanjang 7,5 Km untuk pengadaan air bersih yang saat itu sulit sekali, pembangunan kembali musala dusun dan memulihkan kegiatan belajar mengajar di SDN 4 Selengen, yang memiliki 6 kelas dengan 54 murid.

Seiring dengan survei di Lombok, jemaat GKI PI langsung membentuk tim Peduli Kasih Lombok (tim PKL) yang aksi pertamanya adalah menggalang dana untuk keperluan tanggap darurat dan rehabilitasi pasca gempa. Puji Tuhan, dana terkumpul sebesar Rp 250 juta. Dari jumlah tersebut, Rp 60 juta dialokasikan untuk bantuan pendirian rumah sementara di Lombok Barat, dan Rp 190 juta untuk pembangunan sekolah sementara, bimbingan dan pendampingan di Dusun Tangga serta bantuan sembako.

Sekembalinya dari Lombok, tim GPB PL segera memaparkan hasil survei atas dusun Tangga kepada majelis dan tim PKL. Berdasarkan hasil survei tersebut dan agar bantuan tepat sasaran, diputuskan untuk membantu pemulihan kegiatan belajar mengajar di dusun Tangga, sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan sebelumnya, yaitu:

  1. Menjawab kebutuhan masyarakat terdampak gempa.
  2. Mampu dilaksanakan/dikelola oleh Tim PKL, baik dari segi dana, keahlian dan tenaga.
  3. Dapat bekerja sama dengan pihak lain, seperti pemerintah daerah, gereja dan kelompok relawan yang ada di Lombok.

Program pemulihan kegiatan belajar mengajar di dusun Tangga yang direncanakan oleh tim PKL meliputi pembangunan gedung sekolah yang semi permanen, mengingat saat itu anak-anak bersekolah di sekolah sementara yang didirikan dari bahan-bahan seadanya serta jam pelajaran yang tidak tetap setiap harinya. Kondisi ini sangat kritis bagi keberlangsungan kegiatan belajar mengajar, khususnya bagi siswa kelas 6, yang harus mempersiapkan diri untuk menghadapi UASBN dalam waktu tidak lama lagi.

Selain gedung sekolah, tim GPB PL juga berencana mengusahakan kelengkapan fasilitas standar belajar mengajar seperti bangku sekolah, papan tulis, buku-buku pelajaran, seragam untuk anak sekolah dan pemulihan taman bacaan.

Sebagai tindak lanjut keputusan tersebut, pada tanggal 11 sampai dengan 12 Oktober, tim PKL mengunjungi Dusun Tangga dan bertemu dengan perangkat Dusun Tangga/desa Selengan, para pemuka adat dan masyarakat setempat, untuk menyampaikan rencana pembangunan sekolah semi permanen serta prasarananya guna memulihkan kegiatan belajar mengajar di dusun tersebut. Rencana tersebut disambut baik oleh seluruh yang hadir. Salah satu warga, yaitu pak Nasrudin, bahkan menyediakan lahan miliknya untuk digunakan sebagai lokasi gedung sekolah semi permanen tersebut.

Gedung sekolah sementara ini akan digunakan sampai gedung sekolah permanen selesai dibangun kembali oleh pemerintah daerah (Diknas), dan pada saat itu gedung yang sudah berdiri di tanah pak Nasrudin akan menjadi milik beliau, yang dapat digunakan untuk keperluan lain oleh warga dusun. Pernyataan ini kembali ditegaskan oleh pak Nasrudin secara tertulis pada tanggal 17 Oktober 2018 dan disampaikan kepada tim PKL.

Sekembalinya di Jakarta, tim PKL langsung berdiskusi untuk merencanakan langkah selanjutnya dalam mewujudkan pembangunan gedung sekolah sementara yang terdiri atas 6 kelas. Salah satunya adalah berkoordinasi dengan PUPR untuk mendapatkan gambar struktur bangunan sekolah yang layak dan sesuai kondisi lahan, serta mengikuti kearifan lokal dalam pendirian bangunan. Berdasarkan gambar struktur tersebut tim melakukan penghitungan estimasi biaya agar dana yang sudah terkumpul dari jemaat dapat digunakan secara efektif.

Untuk pekerjaan pembangunan fisik gedung sekolah sementara, diputuskan untuk menggunakan tenaga tukang yang adalah penduduk dusun. Diharapkan dengan strategi ini, pembangunan gedung sekolah sementara ini dapat memberikan penghasilan kepada penduduk yang bekerja menjadi tukang, menumbuhkan rasa kepemilikan yang tinggi dan tentunya jauh lebih hemat daripada mendatangkan tukang dari daerah lain. Demikian juga material yang akan digunakan untuk pembangunan gedung, semuanya dibeli di kota Mataram.

Selama proses pembangunan, tim PKL mondar-mandir beberapa kali ke lokasi untuk mengawasi jalannya proses pembangunan, selain juga melakukan monitor dari jarak jauh. Pada saat tim PKL tidak ada di lokasi, tim PUPR-lah yang membantu melakukan supervisi di lapangan. Pada saat tim PKL berada di lokasi, tim PUPR menyediakan transportasi darat ke dan dari lokasi untuk tim PKL.

Lama pembangunan gedung diperkirakan sekitar 3 minggu, berhubung kebutuhan akan pemulihan kegiatan belajar mengajar sudah sangat mendesak. Namun tim menghadapi beberapa kendala dalam proses pembangunan, antara lain:

  1. Persediaan material bangunan yang dibutuhkan sangat terbatas di sekitar lokasi dengan harga wajar.
  2. Terbatasnya tukang yang terampil.
  3. Air yang dibutuhkan untuk campuran semen sempat terhenti beberapa waktu karena rusaknya saluran untuk mengalirkan air dari gunung.
  4. Sumber daya listrik dari PLN sangat terbatas dan tidak adanya genset sebagai pengganti sumber daya tersebut, sehingga penggunaan alat-alat yang membutuhkan aliran listrik sangat terbatas.

Kendala-kendala ini menyebabkan bangunan selesai lebih lama dari jadwal yang sudah ditetapkan.

Tim PKL cukup pusing mengatur dana yang terbatas agar dapat mengadakan perangkat penunjang belajar mengajar. Puji Tuhan, sahabat dari salah satu anggota Tim PKL, yang berasal dari Jawa Timur, bersedia turut serta dalam program ini dengan menyumbangkan meja dan bangku sekolah yang akan mengisi semua kelas. Selain bantuan ini ada beberapa pihak, baik pribadi maupun komunitas di KAJADU dan GKI PI—yang mendukung pembelian seragam anak-anak, alat-alat tulis termasuk papan tulis, alat-alat olah raga, seragam guru dan buku-buku pelajaran.

Selama pembangunan berlangsung, beberapa anggota Taman Sahabat juga datang ke Dusun Tangga untuk melakukan penilaian tingkat kemampuan baca tulis anak-anak SDN 4 Selengen. Dari hasil penilaian diketahui bahwa kemampuan baca tulis mereka sangat rendah, termasuk memahami bacaan dan soal-soal pelajaran. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan direncanakan akan menjadi program lanjutan, yaitu program transformasi untuk membantu anak-anak dusun Tangga keluar dari masalah ini. Sebagai langkah awal pembangunan kembali Taman Bacaan yang hancur akibat gempa, Taman Sahabat mengirimkan buku-buku bacaan anak-anak yang sudah dikurasi terlebih dahulu.

Dengan segala keterbatasan yang ada, akhirnya pada tanggal 14 Desember 2018, peresmian gedung sekolah sementara dilaksanakan dengan dihadiri berbagai pihak, yaitu dari perangkat dusun/desa, tokoh adat dan masyarakat setempat, perwakilan pemerintah Kabupaten Lombok Utara, perwakilan Dinas Pendidikan Kabupaten Lombok Utara, perwakilan majelis jemaat GKI PI, KAJADU dan Sinwil yang diwakili oleh bapak Pdt. Imamuel, salah satu pengurus DKP Sinwil Jateng, dan tentunya tim PKL.

Penduduk Dusun sangat bersuka cita atas berdirinya sekolah sementara ini dan sebagai ucapan syukur, mereka mengundang semua tamu untuk menghadiri jamuan makan malam bersama, khas Lombok, dan juga untuk menyaksikan pertunjukan seni tari khas Lombok yang akan diselenggarakan setelahnya.

Sesudah peresmian, ada jeda waktu yang digunakan untuk mempersiapkan jamuan makan malam tersebut. Para ibu memasak bersama di dekat alun-alun kecil dan penduduk laki-laki beserta beberapa rekan dari tim PKL membuat jajaran obor di sepanjang jalan dusun serta mempersiapkan arena untuk pertunjukan seni tari.

Sementara persiapan berlangsung, sebagian rekan dari Taman Sahabat melakukan bincang-bincang dengan para ibu mengenai kegiatan sehari-hari mereka, setelah gempa, juga membaca bersama dan membaca nyaring dengan anak-anak dusun di Berugak milik pak Kadus. Anak-anak terlihat sangat antusias dengan kegiatan ini dan beberapa dari mereka mencoba bercerita kembali menggunakan buku yang dibawa oleh rekan-rekan Taman Sahabat. Sungguh suasana penuh sukacita dan haru dapat kami rasakan ketika menyaksikan semangat anak-anak ini. Mereka adalah anak-anak Indonesia yang sangat berpotensi—sama seperti anak-anak kita yang ada di Jakarta—namun masih memerlukan bimbingan yang serius dan kesempatan untuk mengakses bahan bacaan yang baik.

Persis ketika panggilan salat Magrib terdengar, persiapan selesai. Penduduk bersiap untuk salat dan membersihkan diri sebelum jamuan makan dimulai. Jamuan makan malam dilaksanakan di alun-alun kecil di tengah dusun. Penduduk dusun dan para tamu semua duduk lesehan di tikar yang digelar di sana. Sambil makan malam, penduduk dan para tamu berbincang-bincang tentang adat kebiasaan Lombok dalam menjamu tamu dan tentang Berugak—bangunan tradisional semacam pendopo, yang selalu ada di depan rumah adat Lombok—yang digunakan untuk menjamu tamu atau untuk rapat kampung/adat dan bertukar pikiran. Sungguh hangat dan akrab suasana saat itu.

Setelah makan malam, para tamu diajak bergabung dengan seluruh penduduk untuk melakukan arak-arakan melalui jalan utama dusun yang diterangi oleh nyala obor di pinggir kiri dan kanan jalan. Arak-arakan ini berjalan perlahan menuju arena yang sudah dipersiapkan untuk pertunjukan seni tari khas Lombok, yang bernama Peresean (baca: paresean). Seni tari ini menunjukkan pertarungan antara dua pria yang bersenjatakan tongkat rotan (penjalin) dan perisai kulit kerbau yang tebal dan keras (ende). Pertarungan ini diiringi musik tradisional sebagai penyemangat dan wasit yang menengahi pertarungan.

Pertunjukan ini ramai ditonton oleh penduduk dari beberapa dusun tetangga dan makin malam makin seru, karena petarung yang profesional baru dikeluarkan sebelum pertunjukan berakhir.

Sekitar pukul 21.00 waktu setempat pertunjukan berakhir, dan tibalah saatnya kami berpisah dengan penduduk untuk kembali ke penginapan kami di kota Mataram, karena keesokan harinya rombongan akan berangkat kembali ke Jakarta.

Masih banyak yang harus kita lakukan di Dusun Tangga dalam langkah transformatif selanjutnya, termasuk memantau pasca pembangunan gedung sekolah. Kini saatnya kita mulai melakukan pembinaan lanjutan kepada warga dusun, dari orangtua hingga anak-anak. Semoga kita dapat memuliakan Tuhan melalui segala aktivitas transformatif yang kita lakukan bagi warga dusun ini. (Nugraha Situmeang)

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Antar Kita
  • WEEKEND PASUTRI
    WEP adalah singkatan dari Weekend Pasangan Suami Istri, suatu program belajar bersama selama 3 hari 2 malam untuk pasangan...
  • GKI ORCHESTRA: Kidung Pengharapan
    Sekilas tentang GKI Orchestra GKI Orchestra merupakan ruang bagi remaja-pemuda dari seluruh GKI untuk memberikan talenta dan kerinduannya dalam...
  • Mata Air Kasih-Nya
    Yesus adalah Raja, ya benar, tetapi Ia berbeda dari raja yang lain. Sebuah Kerajaan, memiliki bendera, apapun modelnya, bahkan...
  • BELAJAR MELAYANI SEDARI KECIL
    Ibadah Anak/Sekolah Minggu sudah selesai, tapi masih banyak Adik adik Sekolah Minggu yang belum beranjak meninggalkan sekolah Tirta Marta...