Ada yang bertanya, apa ketika kita sudah bisa membeli menu apa saja yang paling enak di dunia, kita tidak lagi boleh memilih menu berkolesterol? Apa arti kolesterol di meja makan kita dengan umur kita?
“Eh, jangan pesan sate kambing, bukankah kolesterol kamu sudah tinggi, nanti stroke lho!” Ungkapan seperti itu menyiratkan dua hal. Pertama, bahwa daging kambing telanjur dilabel sebagai seteru buat meja makan kebanyakan orang, dan kedua, daging kambing didakwa sebagai satu-satunya biang keladi terjadinya stroke. Bolehkah dipercaya?
Kita tahu, kandungan kolesterol daging kambing cuma 70 Mg untuk setiap ons-nya. Kalau kita bisa menghabiskan seperempat kilo saja, kolesterol yang kita telan baru 175 Mg. Bagi mereka yang wajib diet kolesterol, asupan kolesterol seharinya bisa sampai 300 Mg. Itu lalu menjadi berarti masih boleh bakar sate kambing sampai setengah kilo setiap hari, dengan catatan tidak boleh ada asupan kolesterol dari menu lainnya.
Mari kita bandingkan dengan 275 Mg kolesterol dalam sebutir kuning telur ayam, atau 375 Mg dalam ati sapi, 690 Mg dalam ginjal sapi, dan 2.100 Mg dalam otak sapi (2500 dalam otak babi) untuk setiap ons dalam soto yang kita santap.
Bahwa daging kambing menimbulkan kasus-kasus menaiknya tekanan darah (yang masih belum jelas nalar medisnya), itu soal lain. Tekanan darah yang naik dadakan pada orang yang sudah berisiko jantung koroner, atau stroke, tentu tidak sama maknanya dengan jika dialami oleh orang yang tidak menggendong kedua risiko itu.
Jadi sebetulnya soal diet yang sering dirancukan berada dalam kisaran antara makna pantang yang berarti tidak boleh sama sekali, atau dibatasi, atau boleh tapi tidak berlebihan. Orang dengan asam urat tinggi, misalnya, sebaiknya tidak sama sekali mengkonsumsi semua menu yang kandungan asam uratnya (uric acid) tinggi, seperti kacang-kacangan, terigu, sarden, kalau tidak mau menjerit saban malam akibat sendi-sendinya tertusuk encok urat (gout, pirai). Pantang menu berurat boleh diartikan sebagai tidak boleh sama sekali.
Tapi ihwal kolesterol, tentu tidak selalu harus seperti itu, lantaran tubuh kita jelek-jelek begini pun masih membutuhkan kolesterol dari makanan buat membuat hormon, dan memelihara jaringan jaras-jaras saraf tubuh. Kekurangan kolesterol berarti produksi semua jenis hormon tubuh, termasuk hormon seks, bakal menurun, dan jaringan kabel-kabel saraf tubuh tidak terpelihara.
Bagi kebanyakan rakyat kita yang jarang makan daging, ikan, telur, dan susu, salah alamat kalau kelewat banyak omong soal pantang kolesterol. Boro-boro mereka bisa kelebihan kolesterol, sehingga kadar kolesterol darah melebihi normal seperti dialami Oom Karel, Pak Tom, atau siapa saja yang hidupnya sudah mapan, dan doyan banget menu restoran, buat mencukupi kebutuhan tubuh harian pun mungkin tidak terpenuhi.
Sia-sia bicara kolesterol di tingkat jelata. Kolesterol hanya menjadi momok bagi Tante Betsy yang sudah menopause, oleh karena pada wanita di umur-umur henti haid begitu kolesterolnya gampang sekali meninggi. Itu maka bagi wanita yang sudah tidak haid sama berisiko terserang jantung koroner maupun stroke, seperti halnya pria, termasuk Oom Marcel yang sudah memasuki usia senior, gemuk, kencing manis, perokok, dan hidupnya kelewat santai.
Tapi kolesterol tidak sendiri buat mengantarkan seseorang menjadi jantung koroner, atau stroke. Prosesnya juga bukan sesingkat seperti Tuhan menciptakan bumi dan langit serta segala isinya.
Untuk menjadi jantung koroner atau stroke, prosesnya sudah dimulai puluhan tahun sebelum serangan itu datang. Mungkin sejak usia remaja mula, dan kegemukan pada usia anak menambah risiko seseorang bakal kena kedua penyakit itu. Maka sekarang di mana-mana dunia, anak yang sehat itu anak yang tidak gemuk, bukan yang montok seperti ketiga anak Zus Ani, yang beranggapan gemuk itu simbol kemakmuran.
Kolesterol tinggi dalam darah terjadi kalau asupan menu berkolesterol melebihi kebutuhan, atau pembuangan kolesterol ke usus dan untuk pembuatan empedu menurun, atau jika produksi kolesterol oleh tubuh (hati) meningkat.
Kebanyakan kasus kolesterol tinggi disebabkan oleh pola makan rakus, sedikit yang disebabkan oleh gangguan metabolisme (genetik), sehingga berbakat kolesterol tinggi. Pada yang berbakat genetis begini, kendati konsumsi menu kolesterolnya minim, kadar kolesterol darahnya tetap saja tinggi (Ada 5 tipe penyakit hyperlipoproteinemia).
Kolesterol selalu digandengkan dengan trigliserida (TG). Peran kolesterol langsung membentuk karat lemak pada dinding pembuluh darah tubuh, termasuk pembuluh koroner dan otak yang disebut proses atheroscelrosis. Sedang peran TG atau tampil pada tubuh sebagai gajih bekerja secara tak langsung. TG berkaitan dengan kadar kolesterol jahat VLDL (Very Low Density Lipoprotein), dan kadar LDL (Low Density Lipoprotein) sendiri.
Jika TG tinggi biasanya disertai dengan VLDL dan LDL yang tinggi. Lewat kedua jenis kolesterol jahat inilah karat lemak pada pembuluh darah koroner dan otak pada orang dengan TG darahnya tinggi ini akan bertambah tebal. Jadi kolesterol dan TG tinggi dalam darah itulah biang keladi penyumbat pembuluh darah koroner jantung dan pembuluh darah otak, selain pembuluh darah ginjal (sehingga berakibat gagal ginjal),dan pembuluh darah bolamata sehingga berakhir kebutaan.
Oleh karena penyebab utama sumbatan karat lemak pembuluh darah organ vital itu kolesterol, dan penyebab meningginya kolesterol darah kebanyakan disebabkan oleh berlebihannya asupan menu berkolesterol, maka pola makan setiap orang, khususnya yang berisiko dan berbakat kolesterol tinggi yang perlu disekolahkan. Hidup perlu belajar kembali ke alam, seperti nenek moyang kita dulu melakukannya. Bangsa-bangsa yang banyak makan ikan, kacang-kacangan, padi-padian, umbi-umbian, buah, dan sayur mayur, rata-rata berumur lebih panjang dibanding yang menu hariannya kebarat-baratan.
Susahnya lantaran semua menu berkolesterol itu gurih dan echo, disuguhi menu restoran terus, jawabnya tentu siapa takut. Itu sebab mengapa, terapi kegemukan lebih kepada soal mengubah perilaku (behaviour therapy), ketimbang ilmu gizi belaka, lantaran orang susah mengerem cangkem, oral, alias mulutnya, bukan saja dalam hal berbicara, tapi tetap kepingin mengunyah kendati sedang tidak lapar. Di situ posisi masalahnya mengekang tingginya penyakit jantung dan stroke di mana-mana dunia.
Dikaitkan dengan kasus orang sudah mapan, yang mungkin lagi mudanya hidup susah, kepingin dong menikmati makan enak setelah semua itu teraih. Maka tidak gampang bilang jangan makan ini, jangan yang itu kepada Pak Sus., Om Nyo, atau Tante Bur. “Wong dari muda sudah susah, masak setelah tua nggak boleh menikmati itu lho yang namanya lidah asep, gulai iso (usus) dan sate babat, atau babi guling.
Sekali lagi boleh-boleh saja. Makna pantang dibatasi, bukan sama sekali tidak boleh makan, melainkan sesekali, ya sebut saja 3 kali seminggu, tentu dengan takaran tidak seenak perut mau. Berapa porsinya?
Tergantung, apa kita tergolong berisiko kena penyakit cardiovascular seperti koroner dan stroke itu. Kalau iya berisiko, ya batasi 300 Mg kolesterol saja dalam sehari. Menghitungnya bagaimana, ya kira-kira saja. Kuning telur 275 Mg, semua daging sama 70 mg/ons, hanya berbeda dalam kandungan lemak jenuhnya (daging babi 11,3 G/ons, daging sapi 5,1 G/ons, dan daging kambing hanya 3,6 G/ons). Daging ayam 60 Mg kolesterol/ons, dan 0,9 G lemak jenuh/ons. Udang cuma 130 Mg/ons koleserolnya, dan 0,2 lemak jenuhnya.
Takaran menu harian kita ditentukan oleh jenis pekerjaan. Orang kantoran membutuhkan 2.000-2.500 kalori/hari, dan itu dibagi: orang normal boleh 30% lemak dari seluruh kebutuhan kalori/hari atau kalau sehari butuh 2.000 kalori, lemaknya cukup 675 kalori. Lemak 675 kalori diterjemahkan menjadi 675 dibagi 9 atau 75 Gram lemak. Nah dalam 75 Gram lemak itu harus terkandung lemak jenuh 10% saja, lemak tak jenuh tunggal 10% dan selebihnya lemak takjenuh majemuk. Sedang protein 15%, dan sisanya karbohidrat. Buat yang diwajibkan pantang lemak, dianjurkan porsi menu lemaknya cukup 10% saja, sisanya buat protein dan karbohidrat.
Menu lemak sekurang-kurangnya separo diperoleh dari lemak nabati, dan separo lagi dari lemak hewani. Semakin bertambah usia, semakin membatasi lemak jenuh, dan menambah lemak tak jenuh yang kebanyakan dari minyak ikan laut dalam (Omega), lemak tumbuhan, zaitun, bunga matahari, dan biji-bijian lain.
Buat kita tidak gampang menakar kebutuhan ragam makanan itu. Untuk itu perlu bantuan ahli gizi mengubahnya ke dalam takaran rumah tangga, misal sarapan pagi apa saja pilihan dan takaran menunya, begitu pula untuk makan siang, dan makan malam.
Itu saja belum cukup jika gaya hidup kurang gerak, dan kualitas menu itu-itu saja lagi (“Monidiet”), yang ujung-ujungnya berefek buruk juga sebab kelebihan kalori akan ditimbun jadi gajih, dan kelihatannnya mapan, tapi badan kekurangan gizi (khususnya trace elements) sebagaimana lazim dialami orang-orang di Barat (Sebut saja sekian juta orang di AS kekurangan calcium, vitamin C, vitamin A, selenium, zinc, chromium) akibat penyimpanan, pengawetan bahan makanan, dan cara olah, serta kondisi lapisan tanah atas (topsoil) yang sudah kritis (kehilangan zat hara yang luruh ke laut), dan kelebihan pemakaian pupuk organik sehingga merusak kesuburan tanah.
Kekurangan gizi tersebut bisa memperburuk kondisi pembuluh darah tubuh yang sudah sakit. Kita membutuhkan lecithin, berbagai trace elements, agar pembuluh darah tetap sehat dan utuh, serta terhindar dari kerusakan oleh terbentuknya karat lemak.
Sekali lagi, bagi yang berisiko kena penyakit jantung koroner dan stroke, menu kolesterol, mau tak mau, suka tak suka, harus dihadapi sebagai seteru berat. Tapi ingat, kolesterol tinggi dalam darah bukan satu-satunya penentu seseorang bakal terserang jantung atau stroke. Masih banyak faktor yang perlu ikut bekerja di sana. Itu maka penyakit jantung koroner dan stroke memang memikul faktor multirisk, selain cuma kolesterol tinggi saja. Sebagian kecil yang terserang koroner, bahkan kolesterol darahnya tidak tinggi. Berarti ada faktor penentu lain pada seseorang yang belum tentu sama dengan orang yang berbeda.
Bayangkan, kakek saya dulu doyan sekali samcan (daging berlapis lemak) babi rebus, dan minum arak pula, makan nasinya segunung sampai usia 80 tahun, tanpa ada keluhan jantung atau gejala stroke, meninggal lantaran akibat bertahun-tahun dalam kondisi patah tulang. Kasus begini bukan cuma satu.
Dokter yang perokok dan berumur panjang, kakek yang tidak mengenal pantang makan, dan makannya banyak, dan bisa berumur panjang, serta banyak kasus seperti itu yang sering-sering menggoyahkan mental orang yang diwajibkan dokter untuk diet ini-itu, melihat itu sebagai sebuah keteladanan yang salah.
Jawaban medisnya: Hadirnya multifacrotial factor untuk terjadinya serangan jantung koroner dan stroke yang bekerja pada seseorang tidak selalu sama dengan orang yang lain. Semakin banyak faktor risiko penunjangnya pada seseorang, semakin besar peluang terserang kedua jenis penyakit mematikan itu, termasuk stres yang sama dan mendera secara terus-menerus (malstress). Kasus beberapa atlet nasional kita yang tak diragukan kebugaran fisiknya, tapi kok terserang jantung koroner juga, berarti faktor nonfisik alias stressor jiwanya yang dominan sebagai salah satu faktor multirisk-nya.
Makan sop kaki, sate usus, kaki dan buntut babi masak kecap, siapa takut! “Bukankah yang dilarang itu kalau makan dagingnya, buntutnya, kakinya, ususnya, kan tak apalah…, begitu selalu kilah Oom Polan, 72 tahun, yang beratnya sudah 80 kilo, kolesterol darahnya 300, dan TG 250, dan asmanya selalu kumat kalau sehari saja di meja makannya tidak terhidang babi panggang.
Dr. Handrawan Nadesul
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.