Waktu ditanya apa resep sudah umur 69 tapi masih kayak 50-an saja? Jawab yang ditanya, doyan ketawa. Bisa jadi betul begitu. Di India lima tahun lalu muncul ”Klub Ketawa”. Mereka berkumpul saban pagi masing-masing membawa jokes untuk dilontar barang satu-dua jam. Tujuannya sengaja bikin peserta ketawa. Bukan asal ketawa. Ketawanya harus sampai terpingkal-pingkal, dan perut berguncang.
Kegiatan aneh itu kemudian terbukti bukan iseng tanpa membuahkan manfaat. Lama-lama diadopsi orang, berkembang ke Inggris, dan sekarang sudah menyebar ke mana-mana. Ketawa ternyata bisa menjadi obat.
Mereka yakin ketawa meningkatkan produksi endorphine, sejenis morphine yang diproduksi oleh tubuh. Endorphine mengendurkan rasa perih-pedih fisik dan batin. Selain itu dengan ketawa terpingkal-pingkal, paru-paru dan jantung pun terpacu, sehingga napas dan nadi melaju lebih kencang. Alhasil, darah di dalam tubuh lebih deras mengalir.
Kita tahu aliran darah orang sekarang yang rata-rata hidupnya kurang gerak, cenderung mengendur, dan sering mandek. Itu juga salah satu penyebab awal kenapa orang sekarang lebih rentan terserang stroke, dan jantung koroner.
Lebih jauh, ketawa juga penting bagi orang dengan kepribadian Tipe H, yaitu mereka yang punya hobi mengekang amarah. Ketawa dan marah tak mungkin muncul berbarengan. Maka sebelum terlanjur marah, bikinlah ketawa dulu. Tapi caranya bukan dengan dikitiki.
Orang jadi batal marah kalau sudah ketawa. Dan oleh karena marah sendiri juga memicu serangan jantung kalau bukan stroke, ketawa bisa menjadi obat penawar tercetusnya kematian orang yang jantungan, atau yang berbakat stroke. Namun sayang ketawa belum dijual di apotek.
Studi di Maryland Medical Center, Baltimore, mengungkapkan, bahwa ketawa mencegah serangan jantung. Duaperlima pasien jantung rata-rata ternyata kurang begitu doyan ketawa. Padahal tertawa menghapus stres mental. Stres mental yang dipelihara juga ikut merusak lapisan dinding pembuluh darah yang mengawali terbentuknya ”karat lemak”. Lapisan karat ini yang kemudian menjadi penyebab jantung koroner, kalau bukan stroke (Dr. Michael Miller, Direktur Pencegahan Jantung Universitas Maryland).
Namun di era orang boleh bebas ketawa begini, dan sudah bisa seenaknya menertawakan orang lain, kita malah jadi mulai susah ketawa. Bahkan buat menertawakan diri sendiri pun orang kayaknya sudah kehabisan tenaga.
Rasa humor menurun saat orang tak lagi mampu menertawakan diri sendiri. Barangkali itu sebab tayangan dagelan dan sejenisnya kian menduduki rating tinggi di televisi kita. Didera kondisi sulit begini, ketika buat menangis pun orang sudah kehabisan airmata, mestinya orang semakin haus tertawa.
Kenyataannya tidak semua orang bisa gampang ketawa. Itu soal muatan sense of humor masing-masing. Dr. Dean Shibata dari Sekolah Medis Universitas Rochester menemukan pusat ketawa di otak manusia. Persisnya di bagian jidat di atas mata kanan.
Jika pusat ketawa dirangsang dengan lelucon, di pencitraan otak MRI, akan tampak munculnya aktivitas listrik yang bertambah di bagian otak ini. Sebaliknya, aktivitas listrik otaknya berubah abnormal bila orang sedang depresi. Itu maka orang jadi susah ketawa kalau emosi lagi terganggu, termasuk jika sedang marah-marah.
Lokasi pusat ketawa di otak juga berhubungan dengan kemampuan menggagas, merencanakan, selain berasosiasi dengan pengambilan keputusan sosial, dan emosional. Itu sebab orang yang rasa humornya tinggi, besar pula kreativitasnya dalam menggagas.
Sejak dulu rasa humor dianggap bagian dari kepribadian dan punya peran besar dalam menyeimbangkan emosi negatif, seperti rasa takut, rasa sedih, dan amarah. Kini sejumlah riset menjelaskan mengapa pasien stroke terancam kehilangan rasa humornya, selain bisa mengalami perubahan kepribadian juga jika stroke menimpa bagian jidat otak.
Dalam belajar berdemokrasi sekarang ini, dialog sering berubah menjadi caci-maki. Yang terjadi kemudian iklim ”demokrasi marah-marah”. Agar menjadi sehat kembali sebagai bangsa, kita perlu mengubahnya menjadi ”demokrasi rajin ketawa”.
Namun dalam situasi krisis yang belum selesai, emosi negatif lebih gampang muncul. Padahal semakin doyan kita mengumbar emosi negatif, semakin sukar kita ketawa. Tanpa ketawa hidup kemudian menjadi kering.
Itu maka buat menyeimbangkan hidup, ketawa semakin diperlukan. Tanpa ketawa, endorphine penawar perih-pedihnya kehidupan kurang diproduksi, dan serangan jantung maupun stroke semakin mengancam.
Dr. Handrawan Nadesul
1 Comment
ristua panjaitan
Agustus 29, 2009 - 5:12 pmbetul orang yang bisa ketawa berarti orang yang sehat pikiran/raganya juga ada ungkapan bijak mengungkapkan hati yang gembira meyegarkan jiwa jadei cobalah tertawa setiap hari dengan melihat wajahmu didepan cermin