“Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” (Matius 5:9)
Saya pernah membaca dalam Buku Kisah Rohani tentang kakak-beradik John dan Peter yang hidup bertetangga,tetapi sering bertengkar dan bermusuhan. Suatu hari datang seseorang kepada John untuk mencari pekerjaan. Karena sudah mengenal orang itu dengan baik,maka John menceritakan kepada pekerja itu betapa buruk hubungannya dengan Peter.Terakhir John merasa dikecewakan oleh ulah adiknya, yang diduga telah sengaja mengeruk perbatasan ladang mereka sehingga mengakibatkan munculnya anak sungai yang membanjiri ladang John. Sebagai balas dendam, John menyuruh si tukang kayu, kenalannya itu, untuk membikin pagar pembatas supaya Peter tidak dapat bergerak dengan leluasa kalau mau ke ladangnya. Sementara si tukang kayu bekerja, John pergi ke luar kota untuk beberapa keperluan. Sekembalinya ke rumah, John merasa sangat terkejut sebab tidak melihat pagar pemisah, tapi justru sebuah jembatan penghubung.Waktu John sedang mengamati jembatan itu, muncullah adiknya berlarian mendekatinya sambil berkata penuh kegirangan, “Kakak, engkau baik sekali. Setelah hal-hal buruk yang kukatakan kemarin dulu,engkau malah membangun jembatan ini untuk menghubungkan kita.” Sama sekali John tidak dapat menghindar ketika Peter mengedangkan kedua tangannya, bahkan kemudian John juga membalas pelukan adiknya dengan penuh kehangatan. Di tengah jembatan baru itu mereka merasakankan kebahagiaan karena telah diperdamaikan oleh Kristus.
People are lonelybecause they build walls instead of bridges (Joseph F. Newton)
Kisah di atas sangat menarik untuk diambil pelajarannya.
PERTAMA, kakak-beradik yang berasal dari keluarga Kristen itu ternyata tidak menjalankan ajaran Tuhan Yesus. Mereka tidak saling mengasihi, tapi malah saling membenci. Mereka bersaudara dan bertetangga. Sebenarnya mereka mempunyai banyak alasan dan kesempatan untuk menikmati kebahagiaan bersama dalam kasih dan damai Kristus yang indah. Kita memang sering menjumpai keanehan, karenakakak-beradik dapat terlibat dalam permusuhan yang besar. Seperti Esau dan Yakub. Antara anak-anak Yakub. Bahkan Kain membunuh Habel hanya karena alasan yang sangat remeh.
Ketika dulu saya masih kuliah, guru saya bercerita tentang seorang pendeta yang mendamaikan kakak-beradik yang hidup dalam permusuhan. Sang pendeta menggunakan cara yang sangat unik. Kakak-beradik itu disuruh untuk menuliskan semua kesalahan lawannya di atas kertas. Setelah itu tanpa dibaca lebih dulu, Pak Pendeta langsung membakarnya dalam nama Yesus Kristus. “Nah, kini kalian tidak punya alasan lagi untuk saling membenci, karena Kristus sudah membuang dan melenyapkan permusuhan kalian.” katanya. Sejak itu mereka hidup damai selaku kakak-beradik dalam kasih Kristus.
KEDUA, peranan si tukang kayu yang tidak membuat pagar pemisah, tapi justru jembatan penghubung. Ia telah melakukan pekerjaan “besar” yang berisiko tinggi. John bisa saja menjadi sangat kecewa dan marah besar,menyuruhmembongkar jembatan itu, lalu menuntut ganti rugi. Tapi tukang itu tidak gentar. Ia menyelesaikan pekerjaannya dengan iman dan kasih. Di sini kita melihat orang yang hidupnya sudah diperdamaikan dengan Kristus. Damai Kristus itu sudah lahir di hatinya. Katakanlah bahwa setiap hari si tukang kayu merayakan natal Kristus. Ia sudah terbiasa hidup dalam damai Kristus terhadap siapa saja, maka ketika ia menghadapi situasi yang menantang, tanpa ragu ia memberlakukan damai Kristus yang hebat itu di tengah permusuhan. Kedatangannya menemui John saya yakini sebagai campur tangan Tuhan, karena itulah karyanya diberkati Tuhan. Kita boleh saja mengatakan bahwa Tuhan Yesus telah mengutusnya, sebab selanjutnya dia menjadi juru damai seperti yang tertulis di Matius 5:9. Di sini kita melihat sosok seorang pekerja atau tukang yang tidak bekerja sekadar untuk mendapatkan uang, tetapi untuk hal yang lebih bernilai.
KETIGA, permusuhan antara kita, apalagi antara keluarga atau antara saudara seiman, sering terjadi karena kita menunda penyelesaiannya. Sebenarnya salah paham serta beda pendapat itu jamak, bahkan merupakan hal yang biasa. Tapi penjernihan serta penyelesaian atau saling memaafkan itu tidak segera ditangani. Tuhan menganjurkan agar hal itu dilakukan secepat mungkin.“Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa; janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu.”(Efesus 4:26) Tersirat dalam ayat ini bahwa kita rentan marah dan bertengkar. Tapi jangan menunda penyelesaiannya. Yang menarik adalah “janganlah matahari terbenam, sebelum …” Sedemikian pentingnya penyelesaian itu sampai matahari dicegah terbenamnya. Kemarahan yang sedikit saja dapat menjadi ganjalan yang mengganggu, apalagi jika dibiarkan terus tersimpan di hati kita. Pasti akan beranak-cucu. Belum lagi jika terlihat oleh si jahat iblis, maka ayat berikutnya berbunyi: “dan janganlah beri kesempatan kepada iblis.”(Efesus 4:27) Akhirnya mari kita mengapresiasi orang-orang yang menjadi juru damai, atau mau mendamaikan orang-orang yang sedang bermusuhan.
- Terlebih dahulu sudah memiliki hidup damai dengan Yesus Kristus yang mendamaikan kita dengan Allah.
- Peduli kepada orang-orang yang sedang terlibat permusuhan yang merusak kebahagiaan itu.
- Selalu berusaha hidup damai dengan semua pihak, sebab inilah syarat yang penting untuk dapat mendamaikan, selain bersandar kepada campur tangan Tuhan.
Where there is peace, God is. (George Herbert)
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.